27.8 C
Jakarta
12 Desember 2024, 2:41 AM WIB

Hasilkan 45,3 Juta Ton Sampah, Apresiasi Perwali Kantong Plastik

Bahaya sampah plastik belum begitu dirasakan rakyat Indonesia. Padahal, Indonesia menghasilkan sampah lebih dari 45,3 juta ton per tahun.

Tragisnya, sepertiga sampah plastik itu tidak tertangani. Bahkan, Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok.

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Denpasar

BANYAK cara untuk mengkampanyekan bahaya sampah plastik. Salah satunya melalui film. Cara itulah yang dilakukan vokalis Navicula, Gede Robi Supriyanto saat rilis film dokumenter berjudul Pulau Plastik di Kubu Kopi, Denpasar, kemarin.

Film yang diproduksi oleh Kopernik dan Akarumput adalah serial edukasi dengan pendekatan budaya populer guna menjangkau masyarakat lokal dan mendorong kesadaran mengelola sampah dengan baik.

Film dokumenter ini bakal dirilis Jumat (1/2) besok. Robi yang menjadi pemandu acara (host) dalam film itu.

Film ini menceritakan dengan apik persoalan sampah plastik di Indonesia, khususnya Bali dan bagaimana cara menanggulanginya.

Menurut Robi, harus ada aksi nyata dan masyarakat jangan diam saja melihat masalah sampah seperti ini.  

Dalam serial edukasi itu, beberapa pihak ikut dilibatkan. Seperti pemerintah, bos-bos plastik dan masyarakat.  Jadi, akan ada sinergitas dalam memecahkan permasalahan tersebut.

Jumat besok, film dokumenter ini dirilis satu episode terlebih dahulu. Total ada 8 episode dalam film ini.

“Ini isu urgent,  Indonesia penyumbang sampah plastik kedua nomor dua di dunia.  Dan, ini menjadi masalah Indonesia, dan global. 

Nah, apakah kita diam saja atau peduli dengan take action. Ingat, kita semua bagian dari masalah (sampah),” ungkap Robi.

Robi yang didampingi oleh Andre Dananjaya, Senior Communication Kopernik dan Hasan Yahya, Produser Eksekutif mengungkapkan, karya audio visual ini untuk sosialisasi  kepada semua elemen masyarakat Bali, nasional dan bahkan global.

“Sekarang sudah mulai dengan adanya regulasi. Bali masyarakat jumlahnya  3 juta penduduk bagaimana sosialisasikan sampai masyarakat adat.

Objek-objek di Bali. Kami ingin jadikan Bali sebagai role model keterlibatan pemerintah dan masyarakat korporasi me-manage sampah plastik,” paparnnya.  

Dalam episode 1, sebagai awal perkenalan, dalam film dokumenter akan menampilkan data dan plastik sudah masuk dalam rantai makanan.

Terus akan dijelaskan sumber sampah plastik terbanyak dari mana. Selanjutnya, seperti apa masalahnya dan bagaimana regulasi pemerintah.

Saat ditanyakan bagaimana aturan gubernur dan peraturan wali kota mengenai plastik, menurutnya,  sangat diapresiasi.

Dia mengharapkan aturan ini menjadi tombak untuk mengurangi plastik sekali pakai . Tapi, ia memberi satu catatan jangan sampai pergub dan perwali itu dicabut seperti aturan

kantong plastik berbayar yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang pernah diterapkan pada tahun 2016.  

“Peraturan pusat tas kresek berbayar seharga 200 perak, kok Rp 200 sih lebih murah dari parkir. Karena masyarakat waktu dicabut diam saja. Itu berarti masih jadi PR.

Bbisa dilihat betapa peduli masyarakat kita?  Ini masalah serius lho kok adem ayem. Kalau perwali dicabut harus langsung meledak jadinya,” tukasnya. (*)

 

Bahaya sampah plastik belum begitu dirasakan rakyat Indonesia. Padahal, Indonesia menghasilkan sampah lebih dari 45,3 juta ton per tahun.

Tragisnya, sepertiga sampah plastik itu tidak tertangani. Bahkan, Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok.

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Denpasar

BANYAK cara untuk mengkampanyekan bahaya sampah plastik. Salah satunya melalui film. Cara itulah yang dilakukan vokalis Navicula, Gede Robi Supriyanto saat rilis film dokumenter berjudul Pulau Plastik di Kubu Kopi, Denpasar, kemarin.

Film yang diproduksi oleh Kopernik dan Akarumput adalah serial edukasi dengan pendekatan budaya populer guna menjangkau masyarakat lokal dan mendorong kesadaran mengelola sampah dengan baik.

Film dokumenter ini bakal dirilis Jumat (1/2) besok. Robi yang menjadi pemandu acara (host) dalam film itu.

Film ini menceritakan dengan apik persoalan sampah plastik di Indonesia, khususnya Bali dan bagaimana cara menanggulanginya.

Menurut Robi, harus ada aksi nyata dan masyarakat jangan diam saja melihat masalah sampah seperti ini.  

Dalam serial edukasi itu, beberapa pihak ikut dilibatkan. Seperti pemerintah, bos-bos plastik dan masyarakat.  Jadi, akan ada sinergitas dalam memecahkan permasalahan tersebut.

Jumat besok, film dokumenter ini dirilis satu episode terlebih dahulu. Total ada 8 episode dalam film ini.

“Ini isu urgent,  Indonesia penyumbang sampah plastik kedua nomor dua di dunia.  Dan, ini menjadi masalah Indonesia, dan global. 

Nah, apakah kita diam saja atau peduli dengan take action. Ingat, kita semua bagian dari masalah (sampah),” ungkap Robi.

Robi yang didampingi oleh Andre Dananjaya, Senior Communication Kopernik dan Hasan Yahya, Produser Eksekutif mengungkapkan, karya audio visual ini untuk sosialisasi  kepada semua elemen masyarakat Bali, nasional dan bahkan global.

“Sekarang sudah mulai dengan adanya regulasi. Bali masyarakat jumlahnya  3 juta penduduk bagaimana sosialisasikan sampai masyarakat adat.

Objek-objek di Bali. Kami ingin jadikan Bali sebagai role model keterlibatan pemerintah dan masyarakat korporasi me-manage sampah plastik,” paparnnya.  

Dalam episode 1, sebagai awal perkenalan, dalam film dokumenter akan menampilkan data dan plastik sudah masuk dalam rantai makanan.

Terus akan dijelaskan sumber sampah plastik terbanyak dari mana. Selanjutnya, seperti apa masalahnya dan bagaimana regulasi pemerintah.

Saat ditanyakan bagaimana aturan gubernur dan peraturan wali kota mengenai plastik, menurutnya,  sangat diapresiasi.

Dia mengharapkan aturan ini menjadi tombak untuk mengurangi plastik sekali pakai . Tapi, ia memberi satu catatan jangan sampai pergub dan perwali itu dicabut seperti aturan

kantong plastik berbayar yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang pernah diterapkan pada tahun 2016.  

“Peraturan pusat tas kresek berbayar seharga 200 perak, kok Rp 200 sih lebih murah dari parkir. Karena masyarakat waktu dicabut diam saja. Itu berarti masih jadi PR.

Bbisa dilihat betapa peduli masyarakat kita?  Ini masalah serius lho kok adem ayem. Kalau perwali dicabut harus langsung meledak jadinya,” tukasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/