PASAR tradisional atau diistilahkan kini menjadi pasar rakyat, bukan semata tepat transaksi jual beli antara pedagang dan pembeli sehingga menjadi sentra perekonomian masyarakat.
Pasar rakyat juga merupakan warisan pusaka (cultural heritage) yang harus diestafetkan ke generasi selanjutnya sehingga eksistensinya bisa tetap terjaga.
Generasi muda khususnya generasi millennial (kelahiran 1981 – 1996) maupun generasi Z (kelahiran 1997 – 2012) sebagai penerus peradaban jangan sampai alergi berbelanja di pasar rakyat.
Peresmian Pasar Badung oleh Bapak Presiden Joko Widodo dua tahun lalu boleh jadi momentum bagi masyarakat Bali maupun masyarakat Indonesia umumnya untuk tidak melupakan pasar rakyat.
Sebagai pasar rakyat terbesar di Bali, Pasar Badung diharapkan mampu menjadi role model pengembangan 396 pasar rakyat yang ada di Bali bahkan 14.182 pasar rakyat diseluruh Indonesia (Data Badan Pusat Statistik Tahun 2018).
Keberadaan pasar ini diharapkan mampu bersaing dengan keberadaan pasar modern mulai dari mini-market sampai hyper-market bahkan toko – toko online yang kini kian digandrungi masyarakat
yang menjunjung tinggi asas kepraktisan terlebih pada masa Pandemi Covid-19 ini dimana terjadi pembatasan aktivitas masyarakat termasuk pembatasan aktivitas pasar rakyat.
Pemerintah pun tidak main – main dalam upaya membenahi pasar rakyat terutama guna merubah image pasar yang kotor, bau, dan becek menjadi pasar rakyat yang bersih dan modern.
Sesuai program kerja Kabinet Kerja 2014 – 2019, pemerintah menetapkan target renovasi dan revitalisasi terhadap 5.000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun.
Pasca renovasi dan revitalisasi pasar rakyat, tugas selanjutnya adalah menjaga keberlanjutannya agar mampu bersaing dengan pasar modern maupun pasar online serta tetap digemari masyarakat termasuk generasi muda.
Langkah pertama dalam upaya menarik generasi muda untuk datang dan berbelanja di pasar rakyat adalah memperkenalkan pasar rakyat secara digital.
Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan bahwa 80 persen penetrasi pengguna internet di Indonesia didominasi oleh pengguna dengan rentang usia 20-24 tahun dan 25-29 tahun atau generasi millennial.
Upaya mendekati millennial secara digital dapat dilakukan melalui content – content menarik tentang pasar rakyat guna mempersuasi mereka agar datang ke pasar rakyat.
Content – content tersebut kemudian disebarkan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan sebagainya.
Dikutip dari situs Katadata.co.id, penelitian yang dilakukan oleh Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari 2019, menyatakan bahwa pengguna media sosial di Indonesia tercatat 56 persen
dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 150 juta orang, dimana didalamnya termasuk para millennial dan generasi z.
Maka tidak berlebihan jika disebut bahwa media sosial inilah yang kini dirasa paling efektif untuk mendekati anak muda.
Selanjutnya adalah melibatkan social influencer untuk mengajak generasi muda khususnya kaum millenial berkunjung dan berbelanja ke pasar rakyat.
Meski sebenarnya social influence atau pengaruh dari lingkup pergaulan sosial seperti teman, rekan kerja, dan saudara juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan millennial, namun peran social influencer akan membawa dampak yang lebih massive dalam mendorong millennial berkunjung ke pasar rakyat.
Social influencer tidak hanya sebatas tokoh yang dikenal seperti selebritas dunia hiburan, namun juga merambah pada mereka dengan pengikut (follower) yang banyak
di media sosial seperti yang diistilahkan dengan selebgram bagi pengguna media sosial Instagram maupun youtuber bagi penikmat Youtube.
Review mereka yang menggembirakan ketika datang dan berbelanja ke pasar rakyat akan menghilangkan keraguan millennial untuk melakukan hal serupa.
Pembenahan pasar rakyat menjadi pasar yang bersih dan tertata serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti toilet, lift, pusat hidangan,
bahkan tempat atau spot ber-swafoto atau dikenal dengan “selfi” akan lebih mampu menarik millennial ke pasar rakyat.
Sudah menjadi kebiasan millennial untuk berfoto atau membuat video dan membagikan (sharing) hasilnya ke media sosial.
Bahkan, dikutip dari laman kumparan.com, sebuah survei yang dilakukan oleh Schofields Insurance terhadap 1.000 responden millennial di Inggris menyatakan hasil bahwa sebagian besar motivasi mereka untuk berwisata adalah media sosial Instagram.
Pasar rakyat yang dilengkapi spot – spot berfoto yang menarik atau diistilahkan dengan ‘instagramable’ akan membuat millennial memasukkan pasar rakyat sebagai salah satu destinasi yang akan mereka kunjungi.
Generasi millennial sangat menyukai kepraktisan termasuk dalam hal melakukan pembayaran sehingga sistem pembayaran non–tunai atau cashless akan menjadi pilihan mereka.
Mendorong pedagang di pasar rakyat untuk menerima pembayaran secara non-tunai akan membuat pasar rakyat menjadi pilihan millennial.
Dikutip dari situs idntimes.com, hasil riset yang dirilis dalam Indonesia Millennial Report 2019, menunjukkan bahwa gaya hidup cashless society kini menjadi pilihan para millennial sebagai solusi gaya hidup mereka yang cenderung konsumtif.
Apalagi kini diramaikan dengan berbagai promosi penggunaan uang non-tunai dengan program cash-back (uang kembali) yang tentunya akan membuat millennial “kecanduan” melakukan pembayaran secara non-tunai.
Disamping itu penyediaan fasilitas kesehatan di pasar rakyat dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 juga sangat penting di masa sekarang.
Pasar rakyat wajib memiliki fasilitas cuci tangan, pengecekan suhu badan, penanda pengaturan jarak antar pedagang dan pengunjung,
klinik kesehatan (yang dilengkapi ruang isolasi sementara), serta pengaturan jam buka agar tidak menimbulkan kerumunan.
Tentunya penyediaan fasilitas standar kesehatan tersebut menjadi tantangan yang harus dijawab agar minat kaum muda ke pasar rakyat terjaga khususnya pasa masa pandemi ini.
Upaya – upaya mengajak generasi muda khususnya kaum muda untuk melestarikan warisan nenek moyang seperti halnya pasar rakyat harus dilakukan.
Berbagai pihak dalam hal ini pemerintah, swasta, bersama masyarakat hendaknya memiliki visi yang sama bahwa pasar rakyat bukan semata
dibangun untuk tujuan ekonomi namun lebih dari itu, pasar rakyat merupakan identitas suatu peradaban yang harus dilestarikan. (*)
Ni Made Inna Dariwardani
Penulis Statistisi pada Badan Pusat Statistik Provinsi Bali