29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:06 AM WIB

Dianggap Tempatkan Pengajar Seperti Buruh, APTISI Bali Desak Pemerintah Batalkan RUU Sisdiknas

DENPASAR, Radar Bali- Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (APTISI) Wilayah VIIIA Bali, Dr. Drs. I Made Sukamerta,M.Pd mendesak Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kubudayaan, Riset dan Teknologi agar  membatalkan berbagai  kebijakan yang dinilai sangat mengebiri peran dan perkembangan perguruan tinggi swasta (PTS). Tak hanya itu APTISI Bali juga mendesak Pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU Sisistim Pendikan Nasional (Sisdiknas) karena tidak menghargai profesi guru dan dosen malah menempatkan guru dan dosen seperti buruh.

Pernyataan Ketua APTISI Bali Dr. Drs. I Made Sukamerta,M.Pd yang juga Rektor Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar itu terkait renacana aksi massa besar-besaran dari Pengurus Pusat APTISI dan APTISI seluruh wilayah di Indonesai dengan dukungan para mahasiswanya untuk menyampaikan aspirasi APTISI kepada DPR RI, Presiden Jokowi dan Menteri  Pendidikan, Kubudayaan, Riset dan Teknologi Nadien Makarim, Selasa, 27 September 2022 di Jakarta.

Ditemui di kampus Unmas, Jln, Kamboja, Denpasar, Sabtu (24/09/2022) siang, I Made Sukamerta, mengatakan, penyampaian aspirasi itu adalah hasil Rembug Nasional dan Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP) ke-1 APTISI di Bali pada 1 Juli 2022 lalu.  “Saat itu sudah diputuskan beberapa hal dan sudah dibawa ke DPR dan Presiden tetapi tidak mendapat respon. Akhirnya pengurus pusat mengkoordinir APTISI seluruh wilayah untuk hadir di Jakarta menyampakan aspirasi, dan sudah mendapat izin dari kepolisian,” terang Sukamertha.

Aksi demo APTISI untuk menyampaikan aspirasi itu terkait beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai mengebiri APTISI.  Pertama, kehadiran Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) yang menggnantikan peran Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN-PT, yang seharusnya bertujuan baik guna meningkatkan mutu PTS namun  dalam pelaksanaannya sangat berorientasi bisnis. Sebab, biaya akreditasi yang dipatok LAM PT minimal Rp 50.000.000 dan bisa mencapai Rp 80.000.000. “Bagi PTS kecil, biaya ini sangat memberatkan., Karenanya tuntutan kami agar biaya akreditasi dibayar oleh APBN. Dulu, ketika masih ditangani BAN-PT tidak ada biaya akreditas alias gratis, kenapa sekarang malah berbayar?,” gerutu Sukamerta.

Kedua, RUU Sisdiknas yang sedang digodok oleh DPR RI tidak menunjukkan penghargaan kepada profesi guru dan dosen, malah menempatkan guru dan dosen swasta dengan lembaganya (sekolah/PTS) dalam hubungan sebagai buruh dan majikan. Lebih menyakitkan lagi, tunjangan profesi guru dan dosen juga akan dihapus jika RUU Sisdiknas itu diloloskan menjadi UU. “Kami menuntut RUU Sisdiksnas dihentikan,” tegas Sukamerta.

Ketiga, quota beasiswa KIP Kuliah PTS. Menurut Sukamerta, pengurangan quota beasiswa KIP Kuliah sejak tahun 2021 hingga tahun 2022 ini sangat merugikan PTS.  Banyak mahasiswa miskin tak bisa dibantu karena quota KIP Kuliah PTS dipangkas sekitar 50 %.  Dia mencotohkan, tahun lalu Unmas mendapat quota 250 orang, tahun ini dipangkas sehingga hanya 110 orang. “Ini kan tidak adil. Dalam situasi Covid -19 ini, kalau qouta KIP Kuliah seperti tahun lalu akan sangat membantu mahasiswa saya,” sebut Sukamerta mencontoh kampusnya.

Keempat, APTISI memprotes kebijakan Mendikbudristek tentang penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri berjilid-jilid di PTN. ”Ini sangat tidak adil karena membiarkan PTN mengeruk mahasiswa baru sebanyak-banyaknya dan mematikan PTS,” tohok Rektor Unmas Denpasar ini. Kelima, APTISI mendesak agar dalam hal uji kompetensi diselenggarakan bersama oleh LAM dan PTS.

“Intinya APTISI Bali mendukung aksi massa secara damai yang dikoordinir  oleh APTISI Pusat dan dihadiri oleh teman-teman anggota APTISI bersama BEM masing-masing  dari seluruh wilayah Indonesia untuk menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Jokowi, DPR RI dan Pak Menterri, ”pungkas Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd. (mar/han)

DENPASAR, Radar Bali- Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (APTISI) Wilayah VIIIA Bali, Dr. Drs. I Made Sukamerta,M.Pd mendesak Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kubudayaan, Riset dan Teknologi agar  membatalkan berbagai  kebijakan yang dinilai sangat mengebiri peran dan perkembangan perguruan tinggi swasta (PTS). Tak hanya itu APTISI Bali juga mendesak Pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU Sisistim Pendikan Nasional (Sisdiknas) karena tidak menghargai profesi guru dan dosen malah menempatkan guru dan dosen seperti buruh.

Pernyataan Ketua APTISI Bali Dr. Drs. I Made Sukamerta,M.Pd yang juga Rektor Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar itu terkait renacana aksi massa besar-besaran dari Pengurus Pusat APTISI dan APTISI seluruh wilayah di Indonesai dengan dukungan para mahasiswanya untuk menyampaikan aspirasi APTISI kepada DPR RI, Presiden Jokowi dan Menteri  Pendidikan, Kubudayaan, Riset dan Teknologi Nadien Makarim, Selasa, 27 September 2022 di Jakarta.

Ditemui di kampus Unmas, Jln, Kamboja, Denpasar, Sabtu (24/09/2022) siang, I Made Sukamerta, mengatakan, penyampaian aspirasi itu adalah hasil Rembug Nasional dan Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP) ke-1 APTISI di Bali pada 1 Juli 2022 lalu.  “Saat itu sudah diputuskan beberapa hal dan sudah dibawa ke DPR dan Presiden tetapi tidak mendapat respon. Akhirnya pengurus pusat mengkoordinir APTISI seluruh wilayah untuk hadir di Jakarta menyampakan aspirasi, dan sudah mendapat izin dari kepolisian,” terang Sukamertha.

Aksi demo APTISI untuk menyampaikan aspirasi itu terkait beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai mengebiri APTISI.  Pertama, kehadiran Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) yang menggnantikan peran Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN-PT, yang seharusnya bertujuan baik guna meningkatkan mutu PTS namun  dalam pelaksanaannya sangat berorientasi bisnis. Sebab, biaya akreditasi yang dipatok LAM PT minimal Rp 50.000.000 dan bisa mencapai Rp 80.000.000. “Bagi PTS kecil, biaya ini sangat memberatkan., Karenanya tuntutan kami agar biaya akreditasi dibayar oleh APBN. Dulu, ketika masih ditangani BAN-PT tidak ada biaya akreditas alias gratis, kenapa sekarang malah berbayar?,” gerutu Sukamerta.

Kedua, RUU Sisdiknas yang sedang digodok oleh DPR RI tidak menunjukkan penghargaan kepada profesi guru dan dosen, malah menempatkan guru dan dosen swasta dengan lembaganya (sekolah/PTS) dalam hubungan sebagai buruh dan majikan. Lebih menyakitkan lagi, tunjangan profesi guru dan dosen juga akan dihapus jika RUU Sisdiknas itu diloloskan menjadi UU. “Kami menuntut RUU Sisdiksnas dihentikan,” tegas Sukamerta.

Ketiga, quota beasiswa KIP Kuliah PTS. Menurut Sukamerta, pengurangan quota beasiswa KIP Kuliah sejak tahun 2021 hingga tahun 2022 ini sangat merugikan PTS.  Banyak mahasiswa miskin tak bisa dibantu karena quota KIP Kuliah PTS dipangkas sekitar 50 %.  Dia mencotohkan, tahun lalu Unmas mendapat quota 250 orang, tahun ini dipangkas sehingga hanya 110 orang. “Ini kan tidak adil. Dalam situasi Covid -19 ini, kalau qouta KIP Kuliah seperti tahun lalu akan sangat membantu mahasiswa saya,” sebut Sukamerta mencontoh kampusnya.

Keempat, APTISI memprotes kebijakan Mendikbudristek tentang penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri berjilid-jilid di PTN. ”Ini sangat tidak adil karena membiarkan PTN mengeruk mahasiswa baru sebanyak-banyaknya dan mematikan PTS,” tohok Rektor Unmas Denpasar ini. Kelima, APTISI mendesak agar dalam hal uji kompetensi diselenggarakan bersama oleh LAM dan PTS.

“Intinya APTISI Bali mendukung aksi massa secara damai yang dikoordinir  oleh APTISI Pusat dan dihadiri oleh teman-teman anggota APTISI bersama BEM masing-masing  dari seluruh wilayah Indonesia untuk menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Jokowi, DPR RI dan Pak Menterri, ”pungkas Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd. (mar/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/