27.3 C
Jakarta
21 November 2024, 23:44 PM WIB

Inovatif, Ludra Manfaatkan Monyet Jadi Daya Tarik Wisata

SEMARAPURA – Kawanan monyet liar yang hidup di sekitar Lembah Wanara, Desa Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, selama ini dianggap sebagai hama pengganggu.

Lantaran kerap merusak tanaman di perkebunan dan persawahan warga, monyet-monyet itu kerap diburu.

Namun oleh Nengah Ludra, 56, warga setempat, keberadaan kawanan monyet itu dilihatnya dapat menjadi daya tarik wisata.

Dia pun rela mengeluarkan kocek sebesar Rp 50 ribu per hari untuk memberi makan monyet yang jumlahnya sekitar 86 ekor itu.

Saat ditemui di objek wisata Lembah Wanara, Desa Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, Ludra mengatakan, dia ingin mengembangkan industri pariwisata di desanya.

Keinginan itu muncul setelah dia memutuskan pensiun sebagai koki di sebuah restoran di Ubud, Gianyar.

“Desa saya memiliki alam yang indah. Selain itu, ada banyak monyet yang selama ini dianggap sebagai pengganggu sehingga kerap diburu untuk dimusnahkan,” ungkapnya.

Melihat kondisi itu, akhirnya dia mulai mengembangkan objek wisata selfie di Lembah Wanara yang berada persis di seberang rumahnya sejak setahun terakhir dengan biaya sendiri.

Selain menjual pemandangan alam yang ada, dia juga memelihara monyet-monyet liar yang selama ini dianggap warga sebagai hama sebagai bentuk pelestarian.

“Dulunya monyet di sini ada 60 ekor. Sekarang sudah ada 80 ekor. Setiap tiga bulan, ada saja anak monyet yang lahir,” kata Ludra.

Hanya dengan membayar Rp 5 ribu per orang, wisatawan yang datang bisa berfoto selfie di objek wisata selfie yang dia buat dengan latar alam yang ada di Lembah Wanara.

Selain itu, para pengunjung juga bisa berfoto dengan para monyet. Jika ada wisatawan yang berkeinginan melihat monyet, pihaknya biasanya akan memanggil monyet-monyet tersebut dengan berteriak ke arah Lembah Wanara.

“Saya berpikir, kenapa monyet yang dianggap hama ini, tidak dimanfaatkan sebagai daya tariknya seperti di kabupaten lain.

Hanya saja, saya melarang wisatawan terlalu dekat dengan monyet-monyet itu. Agar nantinya monyet-monyet itu tidak berani menyerang pengunjung.

Seperti di tempat lain, ada monyet yang berani mengambil barang-barang milik pengunjung,” jelasnya.

Menurutnya, rata-rata kunjungan wisatawan ke objek wisata selfienya minimal 30 pengunjung per bulan.

Tidak hanya wisatawan lokal dan domestik, menurutnya, wisatawan mancanegara juga kerap datang ke sana. Sepeti wisatawan Korea, Jepang, Jerman dan lainnya.

“Saya melakukan promosi melalui media sosial,” terangnya. Uang yang dia dapat dari kunjungan wisatawan itu, menurutnya,

dipergunakan untuk membeli pakan puluhan monyet yang hidup di Lembah Wanara agar tidak lagi mengganggu masyarakat.

Setiap harinya, dia mengaku menghabiskan uang sekitar Rp 50 ribu per hari untuk membeli pisang, dan ubi sebagai pakan puluhan monyet tersebut. “Kalau ada hari raya, saya juga kasih jajan lungsuran,” tandasnya. 

SEMARAPURA – Kawanan monyet liar yang hidup di sekitar Lembah Wanara, Desa Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, selama ini dianggap sebagai hama pengganggu.

Lantaran kerap merusak tanaman di perkebunan dan persawahan warga, monyet-monyet itu kerap diburu.

Namun oleh Nengah Ludra, 56, warga setempat, keberadaan kawanan monyet itu dilihatnya dapat menjadi daya tarik wisata.

Dia pun rela mengeluarkan kocek sebesar Rp 50 ribu per hari untuk memberi makan monyet yang jumlahnya sekitar 86 ekor itu.

Saat ditemui di objek wisata Lembah Wanara, Desa Timuhun, Kecamatan Banjarangkan, Ludra mengatakan, dia ingin mengembangkan industri pariwisata di desanya.

Keinginan itu muncul setelah dia memutuskan pensiun sebagai koki di sebuah restoran di Ubud, Gianyar.

“Desa saya memiliki alam yang indah. Selain itu, ada banyak monyet yang selama ini dianggap sebagai pengganggu sehingga kerap diburu untuk dimusnahkan,” ungkapnya.

Melihat kondisi itu, akhirnya dia mulai mengembangkan objek wisata selfie di Lembah Wanara yang berada persis di seberang rumahnya sejak setahun terakhir dengan biaya sendiri.

Selain menjual pemandangan alam yang ada, dia juga memelihara monyet-monyet liar yang selama ini dianggap warga sebagai hama sebagai bentuk pelestarian.

“Dulunya monyet di sini ada 60 ekor. Sekarang sudah ada 80 ekor. Setiap tiga bulan, ada saja anak monyet yang lahir,” kata Ludra.

Hanya dengan membayar Rp 5 ribu per orang, wisatawan yang datang bisa berfoto selfie di objek wisata selfie yang dia buat dengan latar alam yang ada di Lembah Wanara.

Selain itu, para pengunjung juga bisa berfoto dengan para monyet. Jika ada wisatawan yang berkeinginan melihat monyet, pihaknya biasanya akan memanggil monyet-monyet tersebut dengan berteriak ke arah Lembah Wanara.

“Saya berpikir, kenapa monyet yang dianggap hama ini, tidak dimanfaatkan sebagai daya tariknya seperti di kabupaten lain.

Hanya saja, saya melarang wisatawan terlalu dekat dengan monyet-monyet itu. Agar nantinya monyet-monyet itu tidak berani menyerang pengunjung.

Seperti di tempat lain, ada monyet yang berani mengambil barang-barang milik pengunjung,” jelasnya.

Menurutnya, rata-rata kunjungan wisatawan ke objek wisata selfienya minimal 30 pengunjung per bulan.

Tidak hanya wisatawan lokal dan domestik, menurutnya, wisatawan mancanegara juga kerap datang ke sana. Sepeti wisatawan Korea, Jepang, Jerman dan lainnya.

“Saya melakukan promosi melalui media sosial,” terangnya. Uang yang dia dapat dari kunjungan wisatawan itu, menurutnya,

dipergunakan untuk membeli pakan puluhan monyet yang hidup di Lembah Wanara agar tidak lagi mengganggu masyarakat.

Setiap harinya, dia mengaku menghabiskan uang sekitar Rp 50 ribu per hari untuk membeli pisang, dan ubi sebagai pakan puluhan monyet tersebut. “Kalau ada hari raya, saya juga kasih jajan lungsuran,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/