DENPASAR – Keputusan pemerintah pusat menutup pintu untuk semua orang asing mulai 1 – 14 Januari memperpanjang dahaga pelaku pariwisata di Bali.
I Wayan Puspa Negara, salah satu pelaku pariwisata asal Badung mengaku sampai saat ini tidak melihat momentum pariwisata bangkit.
Padahal, ketika 9 Juli pariwisata dibuka untuk turis lokal, dilanjutkan 31 Juli untuk domestik, dan jargon “new-normal” pelaku pariwisata sempat melihat secercah harapan.
Namun, harapan tersebut meredup setelah pembukaan pariwisata internasional ditunda lantaran angka Covid-19 di Bali fluktuatif.
Asa pelaku pariwisata semakin runyam setelah adanya pengumuman ditemukannya virus Covid-19 varian baru.
“Kami pelaku pariwisata seperti sudah jatuh dan tertimpa tangga. Karena tidak ada terlihat momentum untuk bangkit,” ujar Puspa diwawancarai kemarin.
Menurutnya, ketika ada verifikasi protokol kesehatan di hotel, restoran, maupun objek wisata, pelaku pariwisata bersemengat.
Hal itu menandakan pariwisata siap dibuka kembali. Tapi, harapan itu menjadi suram lagi saat Kemenlu RI mengumumkan WNA dilarang masuk ke Indonesia.
Belum lagi ditambah SE Gubernur Bali yang memperketat persyaratan masuk Bali. Orang yang masuk ke Bali melalui jalur darat dan laut wajib rapid antigen.
Sementara via udara wajib swab. “Semua itu membuat pariwisata kembali tiarap dan mati suri,” tukas mantan anggota DPRD Badung itu.
Ditanya potensi wisatawan domestik (wisdom), Puspa menyebut kedatangan wisdom ke Bali tak sebesar sebelum Covid-19.
“Potensi wisdom hanya sebagai pelepas dahaga saja, karena daya beli yang juga menurun,” tandas pria yang juga Ketua LPM Legian itu.
Puspa berharap pelaku usaha dibantu dengan model komprehensif. Tidak seperti bantuan kementrian pariwisata sebelumnya senilai Rp 1,1 triliun.
Bantuan tersebut tidak bisa dinikmati semua elemen pariwisata. Bantuan atau hibah lebih banyak diberikan kepada hotel dan restoran yang notabene investor besar dan kuat keuangannya. Di sisi lain, banyak pelaku usaha kecil tidak tersentuh.