Belum banyak masyarakat yang tahu kambing jenis ini. Salah satu hewan ternak khas Bali yang kini populasi semakin sedikit, dari tahun ke tahun dan terancam punah. Dialah kambing gembrong, hewan ternak khas Bali.
JULIADI, Tabanan
KAMBING-KAMBING itu kini mulai dilestarikan Bali International Training and Development Center (BITDec).
Pelestarian dilakukan bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. Saat Jawa Pos Radar Bali datang, para pekerja ternak tampak sibuk
memberi pakan kambing di kandang pelestarian kambing gembrong yang berlokasi BITDec di Pantai Nyanyi, Dusun Nyanyi, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan.
Selain itu seekor kambing gembrong sedang dimandikan dan disisir bulu lebatnya. Tepat pukul 14.00 siang, Jawa Pos Radar Bali bertemu dengan salah satu peneliti muda AA Ngurah Badung S.Dinata dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.
Sembari melihat kandang pelestarian, pria yang akrab disapa Ngurah Badung, ini bercerita terkait pelestarian kambing gembrong Bali.
Terkait nama kambing gembrong, menurutnya, karena apabila dilihat dari sisi bulunya yang sangat panjang (gondrong). Orang Bali biasa menyebut gondrong ini sebagai gembrong.
Maklum, bulunya bisa mencapai 25 centimeter hingga 30 centimeter. Juga begitu tebal untuk kambing pejantan. Bahkan, bulu menutupi seluruh bagian matanya.
Sisi lainnya nama kambing gembrong sendiri memang nama asli yang diberikan oleh masyarakat Karangasem.
“Karena awalnya kambing ini dulunya diternak dan dipelihara masyarakat Karangasem,” tuturnya pria berusia 38 tahun ini.
Perbedaaan mendasar antara kambing gembrong dengan kambing lainnya terlihat dari bentuk tubuh kambing gembrong yang lebih kurus. Namun, keistimewaaannnya ada pada bulunya.
Sejarah kambing gembrong ke Bali dulunya kambing gembrong dibawa oleh para pedagang dari bangsa Arab sebagai hadiah dan pemberian bagi para bangsawan Karangasem.
Kemudian bertahun lamanya kambing gembrong mulai dipelihara oleh masyarakat Karangasem.
“Kambing Gembrong hidup pertama kali di daerah Bugbug, Karangasem, dan sebagain besar dipelihara dan diternak,” ujar pria lulusan Sarjana Peternakan Universitas Udayana, ini.
Meski dulunya banyak dipelihara masyarakat, namun populasi kambing gembrong sangat kecil. Bahkan terancam punah.
Mulai menurunnya populasi kambing jenis ini ditengarai sejak tahun 1970-an hingga era 1980-an. Saat itu, ada sekitar 200 ekor populasinya. Kemudian menurun lagi.
Pada tahun 1980-an sampai 1990-an populasi menjadi 120-an ekor saja. Yang mengejutkan, tahun 1998 saat dilakukan survei Yayasan Purnawisma tersisa populasinya hanya 64 ekor.
Dengan sebaran, antara lain 10 ekor kambing gembrong berada di Kecamatan Abang dan 54 ekor di Kecamatan Karangasem.
“Dari hasil survei itu pasti kambing gembrong akan mengalami penurunan populasi. Inisiatif BPTP Bali untuk membeli kambing gembrong dua pasang jantan dan betina dan dibawa ke daerah Sawe,
Jembrana untuk dilakukan konservasi. Setelah dilakukan konservasi kambing gembrong mampu berkembangbiak yang mulanya hanya 4 ekor menjadi 16 ekor,” terangnya.
Tahun 2009 kembali BPTP Bali melakukan survei terkait populasi kambing gembrong di Karangasem. Setelah disurvei kembali, kambing gembrong ternyata populasinya menurun.
Hanya 5 ekor di Desa Bugbug dan 3 ekor di Desa Culik, Karangasem. “Karena terus mengalami penurunan populasi kami pun membentuk konsorsium untuk melestarikan
kambing gembrong Bali. Kami bekerja sama dengan IPB, LIPI, Universitas Udayana, dan BPTP Bali. Untuk menyelamatkan populasi kambing gembrong asli Bali,” ungkapnya.
Faktor populasi kambing gembrong di Bali yang sedikit, karena kambing ini hampir sebagian besar masyarakat dianggap sama dengan kambing lainnya.
Masyarakat beranggapan untuk apa pelihara kambing gembrong karena harga jual lebih murah. Sementara kambing lainnya lebih mahal.
“Selain itu hasil penelitian BPTP Bali kambing gemberong tingkat kematiannya 60 persen. Artinya, usia bertahan hidup kecil.
Tapi, solusinya jika kambing gembrong diberikan pakan yang bagus dengan konsentrat, maka dapat menekan tingkat kematian sampai 25 persen,” jelasnya.
Dia menambahkan dari hasil penelitian LIPI terbaru menyatakan dari pohon keturunan kambing, kambing gembrong masuk dalam klaster B1 (satu genetiknya).
Artinya, tidak ada lagi persilangan dari B1 ke hewan dengan jenis kambing lainnya. Ini memang asli kambing gembrong Bali yang genetiknya satu keturunan.
Survei terakhir, di Bali saat ini tersisisa 41 ekor populasi kambing gembrong. 28 ekor pelestarian berada di BITdec, sisanya berada di daerah Taro, Gianyar.
Mulai konservasi kambing gembrong di BITdec sejak 2015 lalu. Awalnya 10 ekor dewasa, 3 ekor jantan dan 7 ekor betina. Kemudian berkembang menjadi 28 ekor saat ini.
Sementara itu, dari sisi makanan kambing gembrong hampir sama dengan kambing lainnya. Memakan dedauan dengan usia bertahan hidup sampai 8 tahun.
Sedangkan dari sisi reproduksi sendiri, karena kawinnya kambing gembrong antara pejantan dan satu indukan, khawatir kemungkinan besar gen tidak mengarah ke resesif.
“Itulah penyebabnya setiap anak kambing gembrong lahir pasti mati. Karena lemah, sama ibarat manusia kawin dengan satu darah atau satu saudara. Maka akan mengalami cacat dan sebagainya,” pungkasnya.
Terkait asal- usul kambing gembrong sendiri terbilang unik dan butuh penelusuran. Karena ada yang menduga kambing tersebut merupakan persilangan antara kambing Kashmir dengan kambing Turki.
Ini berdasarkan tampilan fisik kambing secara umum, yang menyerupai kambing gembrong itu. Nah, entah sejak kapan kambing ini datang ke Bali juga belum pasti.
Ada dugaan di era kerajaan dulu kambing ini merupakan hadiah untuk bangsawan di Bali. Atau untuk timbal balik perdagangan.
Juga kemungkinan adanya persilangan dari jenis kambing itu akhirnya memunculkan kambing gembrong hingga beranak pinak.
Tetapi, cerita ini juga masih simpang siur. Soal asal usul kambing itu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. (*)