TABANAN – Tenaga medis yang tengah berjibaku merawat Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di RS Nyitdah, Kediri, Tabanan, mulai mengeluh.
Betapa tidak, di saat wilayah lain memaksimalkan layanan serta fasilitas dalam penanganan PDP Covid-19, hal berbeda diterima tim medis RS Nyitdah.
Sejumlah permasalahan mulai muncul. Kondisi ini tentu saja berdampak pada tenaga medis RS Nyitdah.
Salah seorang tenaga medis yang kini menjalani penugasan di RS Nyitdah mengeluhkan sejumlah fasilitas dan kondisi di rumah sakit tersebut.
Sejak Jumat (24/4) lalu, salah satu gedung tempat PDP menjalani perawatan kerap kali mati listrik. Bahkan, terjadi hingga saat ini.
Pemadaman listrik ini berlangsung antara empat sampai lima jam sekali. Kondisi ini menimbulkan keresahan baik pada pasien maupun tenaga medis.
Yang paling parah terjadi pada Minggu (26/4) lalu. Listrik padam pada malam hari sejak pukul 19.00 hingga pukul 00.00 malam.
Meski saat ini dibackup dengan genset namun kondisi ini tetap membuat pasien dan tenaga medis tidak nyaman.
“Kami di pelayanan jadi bermasalah,” terang tenaga medis yang meminta agar namanya tidak dimediakan.
Saat ini, di RS Nyitdah sendiri merawat tiga PDP covid-19, dari kapsitas 20 bad. Tim medis yang bertugas di RS Nyitdah sejak 1 April itu sebanyak 54 orang.
Terdiri dari 29 perawat, 5 radiografer, loket 2 orang, dan sisanya merupakan cleaning service ditambah tenaga pengamanan security.
“Kemarin (Minggu malam) parah, kita kan di dalam merawat PDP kan rawan. Misalnya ketika menggunakan fasilitas lift,
dikhawatirkan padam membuat tenaga medis resah dan tidak nyaman dalam bertugas. Sudah 26 hari tidak pulang terlebih meninggalkan keluarga juga.
Memang sih diberikan rumah singgah tapi bertugas dengan kendala seperti ini kan bagaimana,” keluhnya.
Pihaknya sudah mencoba berkomunikasi atas masalah yang terjadi kepada pihak manajemen RS Nyitdah, hanya saja belum ada tindak lanjut.
Terlebih beberapa pejabat pemerintahan maupun tim satgas Covid-19 Tabanan seharusnya datang dan menyelesaikan
berbagai persoalan ini di tengah pandemi corona yang mana lebih mengutamakan fasilitas medis untuk menunjang tugas pelayanan pasien.
“Dari RS Nyitdah sih sudah dibicarakan, tapi ini masih nunggu. Nggak jelas, kita jadi nunggu kepastian. Kalau memang seperti ini di tengah situasi kayak gini, turun kek ke sini,” ungkapnya.
Masalah lain juga dikeluhkan tenaga medis yang bertugas di RS Nyitdah ini. Sejak 26 hari bertugas, makanan yang diberikan kepada tenaga medis dianggap sangat tidak layak.
Meski pemberian makanan diberikan tiga kali sehari dari pagi, sore dan malam hari. Keluhan terjadi akibat makanan seperti nasi yang terlalu keras, dan lauk yang disajikan juga sering basi.
Anggaran untuk makan yang diberikan bagi tenaga medis mencapai Rp 35 ribu per hari untuk satu orang.
Terdapat tiga katering yang diajak kerjasama dalam penyiapan makanan untuk tenaga medis ini.
“Sampai kita mau minta uangnya aja agar membeli sendiri saja, karena nasi katos (keras), lauknya basi, ayam gorengnya juga sama dari pagi sampai malam cuma itu-itu saja,” paparnya.
Selain itu, untuk mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis juga diakui cukup sulit.
“Saya coba ngomong ke manajemen, komplain agar ini berubah, terus memang ada atasan-atasan kan di atas manajemen rumah sakit kayak ada Sekda, Bupati, ayo gitu lo.
Kami semangat tapi semangat tanpa di imbangi hak kami, rasanya semua sia-sia. Kalau bener Jokowi bilang garda terdepan tim medis dapet Rp 7,5 juta per bulan, buktikan pemerintah daerahnya dong,” tandasnya.
Terkait masalah ini, pihak RS Nyitdah belum bisa dikonfirmasi. Direktur Rumah Sakit Nyitdah dr. Nyoman Wisma Bratha dihubungi
melalui sambungan telepon tidak ada jawaban. Dikonfirmasi melalui sambungan whatsApp juga tidak berbalas