Setelah dua tahun sejak album Sehidup Semati dirilis, Harmonia Band tidak pernah merilis album lagi.
Dua tahun setelahnya, tepatnya di penghujung tahun 2020, band beranggotakan Dewa Gede Krisna (gitar/vokal), Dodit (lead gitar), Wahyu Katak (kajon/ vokal) dan Tude (bass) merilis album terbaru. Seperti apa?
MARCELL PAMPURS, Denpasar
BANYAK hal yang ingin ditanyakan fans Harmoni Band terkait album baru bertajuk Lampaui Batasmu yang dirilis di penghujung tahun 2020.
Tidak hanya karena materi albumnya yang bervariasi dengan beberapa jenis musik yang jauh dari karakter musik mereka sebelumhya.
Tetapi, salah satu pertanyaan besar para fans adalah, kenapa band Harmonia berani merilis album di tengah kondisi pandemi covid-19.
Apalagi album itu dirilis dalam format fisik berupa CD. Dimana sekarang ini para penikmat musik sudah beralih ke platform digital saat mendengar musik.
“Kami berani mengeluarkan album di tengah pandemi covid-19 ini karena kami sudah menyiapkan album ini sejak lama.
Jadi, sayang sekali kalau karya ini tertahan terus menerus,” kata Dewa Gede Krisna, vokalis Harmonia band saat melaunching album itu ke media di Denpasar beberapa hari lalu.
Lalu, apa untungnya merilis album saat pandemi? Merilis album fisik, di tengah kondisi ekonomi terpuruk karena pandemi covid-19 sesuatu yang sangat beresiko.
Terutama dari segi finansial band. Apalagi selama pandemi ini, undangan “manggung” untuk band Harmonia berkurang drastis.
Namun rupanya, Harmonis tidak mempedulikan masalah itu. Mereka mengaku masih memiliki uang kas milik band yang akhirnya dipakai untuk memproduksi album tersebut.
“Filosofi dari album kali ini pun sebenarnya memiliki makna agar setiap orang yang mendengarkan album ini mampu memaksimalkan potensi yang mereka miliki dan tidak cepat berpuas diri.
Lewat album ini juga kami mengajak para pendengar untuk terus bangkit meski diterpa keterpurukan karena pandemi covid-19.
Dan, jangan lupa untuk selalu mematuhi protokol kesehatan. Terapkan 3M, jaga jarak memakai masker dan mencuci tangan,” tambah Krisna.
Made Adnyana, jurnalis senior di Bali yang juga merupakan pengamat musik di Bali diwawancarai Radarbali.id terkait kiat
yang perlu dilakukan oleh band di Bali untuk tetap bisa esksis di tengah pandemi covid-19, mengatakan, tergantung kreativitas dari band itu sendiri.
Terutama sejauh mana strategi mereka dalam berkarya. “Banyak yang mencoba berkarya, tapi menjadi tidak efektif karena beberapa hal. Misalnya karya yang dibuat sekadar jadi.
Ada juga yang tidak dipublikasikan dengan baik sehingga tak banyak yang tahu. Faktanya banyak juga yang bisa eksis dan bisa mendapat efek yang lumayan dari rilis karya di tengah masa pandemi.
Misalnya karena pilihan tema lagu yang pas dan kekinian, juga memanfaatkan kekuatan medsos dan media sosial secara masif.
Jadi sekali lagi, efektif atau tidak, tergantung bagaimana visi si musisi dan strategi serta kreativitasnya,” kata putra Bali kelahiran Pupuan, Tabanan.
Pria yang juga berprofesi sebagai seorang dosen di salah atau universita di Denpasar ini mengurai, bahwa trik promosi karya di tengah pandemi tidak banyak berubah.
Internet tetap menjadi media promosi yang paling efektif di masa pandemi. Meski trik promosi karya lewat pentas panggung di masa pandemi terbilang sangat tidaklah mungkin dilakukan.
“Justru ketika masa pandemi ini, dimana tingkat penggunaan internet dan medsos meningkat tajam, seharusnya ini yang dapat digunakan sebagai peluang.
Jadi memanfaatkan jejaring, pertemanan di medsos, juga fanbase ataupun fan group di medsos sangat efektif saat ini. Walau tantangannya, si musisi tidak boleh berdiam diri, harus terus aktif,” tandasnya. (*)