27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 0:59 AM WIB

Rusia V Ukraina Tak Kunjung Usai,Tokoh LDII Ingatkan Ancaman Stagflasi

DENPASAR, radarbali.id- Ketua DPP LDII Koordinator Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat, Ardito Bhinadi mengingatkan masyarakat tentang ancaman stagflasi akibat perang berkepanjangan Rusia dengan Ukraina. 
Stagflasi adalah pertumbuhan ekonominya stagnan, tapi inflasinya naik. Dalam kondisi tersebut, Ardito mengingatkan masyarakat untuk hidup hemat. Selain itu menjaga diversifikasi pangan dan melakukan penghematan energi.
Menurut Ardito, selain pangan dan energi terdapat 10 bahan pokok seperti beras, minyak goreng, cabai, bawang dan lain-lain, juga kerap memicu inflasi, “Apalagi Ramadan dan Idul Fitri, permintaan tinggi sementara harga BBM juga naik, ini bisa meningkatkan biaya hidup masyarakat,” papar Ardito, Selasa (5/4).
Ancaman stagflasi ini juga dipicu faktor lain berupa krisis ekonomi dunia akibat wabah Covid-19. Hal tersebut kian nyata bila diiringi perang dagang antara Blok Barat dan Rusia. 
“Rusia merupakan salah satu negara utama pengekspor energi dan pangan, terutama gandum dan energi. Bila konflik ini berkepanjangan, maka harga energi dan pangan dunia akan mengalami kenaikan,” sambungnya.
Eonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta ini menambahkan dampak kenaikan pangan dan energi tersebut bisa dipastikan sampai ke Indonesia. 
Indonesia meskipun sebagian besar penduduknya mengonsumsi beras, namun impor gandum Indonesia terus naik setiap tahun. “Masyarakat Indonesia terbiasa pula mengonsumsi mie, pasta, dan roti, yang kesemuanya berbahan gandum yang saat ini harganya mulai melambung,” tegasnya. 
Perang Ukraina dan Rusia juga bisa berpengaruh pada sektor energi, akibatnya harga-harga barang juga mengalami kenaikan. Karena energi merupakan input utama dalam produksi barang dan jasa, termasuk distribusinya. 
Ia memperkirakan, jika perang makin panjang dan meluas menjadi perang dagang antara Barat dan Rusia, kenaikan harga barang atau inflasi bisa mencapai 2,5-4,5 persen, “Bank Indonesia memperkirakan pada 2022, inflasi mencapai 3 persen plus minus, yang artinya inflasi di antara 2-4 persen. Ceritanya bisa lain, bila perang berkepanjangan,” tutur Ardito.
Ia mengingatkan harga minyak bumi selalu menjadi penyumbang inflasi yang cukup signifikan di Indonesia, terutama pada distribusi barang dan jasa, “Kenaikan harga BBM ini akan meningkatkan harga barang dan jasa. Maka produk-produk atau komoditas juga mengalami kenaikan,” tegasnya. Hanya saja, saat ini masyarakat mengurangi pergerakan karena kekhawatiran terhadap pandemi Covid-19. 
Bisa ditebak, saat masyarakat mulai bergerak bebas, permintaan BBM akan meningkat drastis. Arahnya, harga BBM dan komoditas juga terkerek naik, “Soal seberapa besar inflasinya, tergantung bagaimana pemerintah mengendalikannya. Kenaikan inflasi tak lebih dari 1 persen,” ujar Ardito. 

Senada dengan Ardito, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto meminta masyarakat untuk berprilaku muzhid mujhid, “Pola hidup hemat atau efisien dan bekerja keras sangat diperlukan, agar ketika harga-harga mahal, masyarakat masih memiliki sumber dana atau masih dapat bertahan hidup,” ujarnya. 
Kenaikan harga yang terjadi secara terus-menerus, juga melemahkan daya beli masyarakat sekaligus menambah jumlah penduduk miskin, “Dengan sikap muzhid-muzhid masyarakat masih bisa membeli kebutuhan pokok, dan mengabaikan kebutuhan sekunder demi keberlangsungan hidup,” imbuhnya.
KH Chriswanto juga mengingatkan pentingnya ketahanan pangan dan energi, “Kami di LDII telah mendorong pemakaian energi baru terbarukan dan diversifikasi pangan sebagai bagian dari program ketahanan pangan,” ujarnya. 
Ketahanan pangan dan energi memang menjadi bagian delapan program kerja LDII, caranya keluarga bisa memulai ketahanan pangan dengan tidak hanya mengkonsumsi beras, tapi juga umbi-umbian. Sementara, kini sangat memungkinkan setiap rumah menambahkan sel surya, untuk menghemat listrik. (rba)

DENPASAR, radarbali.id- Ketua DPP LDII Koordinator Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat, Ardito Bhinadi mengingatkan masyarakat tentang ancaman stagflasi akibat perang berkepanjangan Rusia dengan Ukraina. 
Stagflasi adalah pertumbuhan ekonominya stagnan, tapi inflasinya naik. Dalam kondisi tersebut, Ardito mengingatkan masyarakat untuk hidup hemat. Selain itu menjaga diversifikasi pangan dan melakukan penghematan energi.
Menurut Ardito, selain pangan dan energi terdapat 10 bahan pokok seperti beras, minyak goreng, cabai, bawang dan lain-lain, juga kerap memicu inflasi, “Apalagi Ramadan dan Idul Fitri, permintaan tinggi sementara harga BBM juga naik, ini bisa meningkatkan biaya hidup masyarakat,” papar Ardito, Selasa (5/4).
Ancaman stagflasi ini juga dipicu faktor lain berupa krisis ekonomi dunia akibat wabah Covid-19. Hal tersebut kian nyata bila diiringi perang dagang antara Blok Barat dan Rusia. 
“Rusia merupakan salah satu negara utama pengekspor energi dan pangan, terutama gandum dan energi. Bila konflik ini berkepanjangan, maka harga energi dan pangan dunia akan mengalami kenaikan,” sambungnya.
Eonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta ini menambahkan dampak kenaikan pangan dan energi tersebut bisa dipastikan sampai ke Indonesia. 
Indonesia meskipun sebagian besar penduduknya mengonsumsi beras, namun impor gandum Indonesia terus naik setiap tahun. “Masyarakat Indonesia terbiasa pula mengonsumsi mie, pasta, dan roti, yang kesemuanya berbahan gandum yang saat ini harganya mulai melambung,” tegasnya. 
Perang Ukraina dan Rusia juga bisa berpengaruh pada sektor energi, akibatnya harga-harga barang juga mengalami kenaikan. Karena energi merupakan input utama dalam produksi barang dan jasa, termasuk distribusinya. 
Ia memperkirakan, jika perang makin panjang dan meluas menjadi perang dagang antara Barat dan Rusia, kenaikan harga barang atau inflasi bisa mencapai 2,5-4,5 persen, “Bank Indonesia memperkirakan pada 2022, inflasi mencapai 3 persen plus minus, yang artinya inflasi di antara 2-4 persen. Ceritanya bisa lain, bila perang berkepanjangan,” tutur Ardito.
Ia mengingatkan harga minyak bumi selalu menjadi penyumbang inflasi yang cukup signifikan di Indonesia, terutama pada distribusi barang dan jasa, “Kenaikan harga BBM ini akan meningkatkan harga barang dan jasa. Maka produk-produk atau komoditas juga mengalami kenaikan,” tegasnya. Hanya saja, saat ini masyarakat mengurangi pergerakan karena kekhawatiran terhadap pandemi Covid-19. 
Bisa ditebak, saat masyarakat mulai bergerak bebas, permintaan BBM akan meningkat drastis. Arahnya, harga BBM dan komoditas juga terkerek naik, “Soal seberapa besar inflasinya, tergantung bagaimana pemerintah mengendalikannya. Kenaikan inflasi tak lebih dari 1 persen,” ujar Ardito. 

Senada dengan Ardito, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto meminta masyarakat untuk berprilaku muzhid mujhid, “Pola hidup hemat atau efisien dan bekerja keras sangat diperlukan, agar ketika harga-harga mahal, masyarakat masih memiliki sumber dana atau masih dapat bertahan hidup,” ujarnya. 
Kenaikan harga yang terjadi secara terus-menerus, juga melemahkan daya beli masyarakat sekaligus menambah jumlah penduduk miskin, “Dengan sikap muzhid-muzhid masyarakat masih bisa membeli kebutuhan pokok, dan mengabaikan kebutuhan sekunder demi keberlangsungan hidup,” imbuhnya.
KH Chriswanto juga mengingatkan pentingnya ketahanan pangan dan energi, “Kami di LDII telah mendorong pemakaian energi baru terbarukan dan diversifikasi pangan sebagai bagian dari program ketahanan pangan,” ujarnya. 
Ketahanan pangan dan energi memang menjadi bagian delapan program kerja LDII, caranya keluarga bisa memulai ketahanan pangan dengan tidak hanya mengkonsumsi beras, tapi juga umbi-umbian. Sementara, kini sangat memungkinkan setiap rumah menambahkan sel surya, untuk menghemat listrik. (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/