29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:21 AM WIB

Terdakwa Pemalsu Mikol Merek Impor Dituntut 20 Bulan

DENPASAR– I Wayan Putrawan alias Wayan Dogol dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan. Terdakwa pembuat minuman beralkohol (mikol) merek impor itu dinilai terbukti melanggar Pasal 50, Pasal 54, dan Pasal 55 huruf B UU Nomor 39/2007 tentang Cukai.

 

“Rata-rata produksi mikol palsu yang diproduksi terdakwa perbulannya sebanyak 20 karton atau 240 botol,” ujar JPU I Made Agus Sastrawan, Senin (11/4). Dogol sendiri saat ini ditahan di Rutan Gianyar.

 

Perbuatan pria 43 tahun asal Sangsit, Buleleng, itu dianggap tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas minuman beralkohol ilegal.

 

“Perbuatan terdakwa dapat merusak citra Bali sebagai tujuan pariwisata di Indonesia,” tegas JPU Agus.

 

Sementara pertimbangan yang meringankan, terdakwa berterus terang, menyesali perbuatannya, serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Terdakwa belum pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga.

 

Selain menuntut pidana badan 1 tahun dan 8 bulan, JPU juga menuntut pidana denda sebesar Rp 1,7 miliar. “Apabila denda tidak dibayarkan, maka harta benda dapat disita oleh jaksa untuk mengganti denda. Jika tidak mencukupi diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan,” tukas JPU Kejati Bali, itu.

 

Seperti tertuang dalam dakwaan, terdakwa Putrawan memalsukan mikol beragam merek impor. Di antaranya Jack Daniel’s, Red Label, dan Chivas Regal. Sepintas, minuman racikan Dogol sangat mirip dengan kemasan aslinya. Di bagian tutup juga dilengkapi segel.

 

Terdakwa memproduksi minuman KW atau palsu itu di sebuah rumah kontrakan di wilayah Pemogan, Denpasar Selatan.

 

Terdakwa memiliki keahlian membuat mikol karena pada 2014-2015 bekerja di pabrik minuman beralkohol merek King House dan Green House yang diproduksi PT Akar Sukses, Singaraja.

 

Pada 2016, Terdakwa mulai berinisiatif menjual miras kualitas palsu. Terdakwa mendapat minuman itu dari sejumlah pihak di Kota Denpasar. Tapi, saat itu terdakwa belum meracik minuman sendiri.

 

Barulah pada April 2020, saat pandemi melanda, terdakwa mulai memiliki ide memproduksi sendiri miras palsu. Ia membeli botol kosong, membeli alkohol, dan membeli bahan kimia di sejumlah toko.

 

Agar kemasan minumannya menyerupai aslinya, Terdakwa juga membeli stiker dan pita cukai ilegal.

 

Proses pembuatan miras palsu dimulai terdakwa dengan mencari botol kosong di tempat jual beli barang rongsokan di sekitaran Jalan Sunset Road. Setelah itu, terdakwa membeli alkohol 70 persen di Jalan Buluh Indah. Biasanya terdakwa membeli alkohol 70 persen dengan jumlah tiga jeriken (60 liter).

 

“Sebulan membeli alkholok 70 persen sebanyak dua kali. Alkohol tersebut terdakwa beli seharga Rp 3,1 juta per jeriken,” rinci JPU Agus.

 

Selanjutnya terdakwa mencari essence dengan cara membeli online dari seseorang yang terdakwa kenal melalui Komang Edi, Taufiq dan Jon Gian yang  bernama Ko Handy (masih buron) yang berdomisili di Jakarta. Adapun pembayaran untuk setiap transaksi terdakwa lakukan via transfer.

 

Langkah selanjutnya terdakwa mencari tutup botol, stiker dan pita cukai. Terdakwa membelinya dari Ko Handy secara online. Tutup botol terdakwa beli dengan harga sesuai merek minuman. Rata-rata Rp 85 ribu sampai Rp 140 ribu (satu paket dengan essence).

 

Sedangkan pita cukai terdakwa beli seharga Rp 10 ribu per biji. Pengiriman barang-barang tersebut dilakukan melalui JNE di Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai, Denpasar Selatan.

DENPASAR– I Wayan Putrawan alias Wayan Dogol dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan. Terdakwa pembuat minuman beralkohol (mikol) merek impor itu dinilai terbukti melanggar Pasal 50, Pasal 54, dan Pasal 55 huruf B UU Nomor 39/2007 tentang Cukai.

 

“Rata-rata produksi mikol palsu yang diproduksi terdakwa perbulannya sebanyak 20 karton atau 240 botol,” ujar JPU I Made Agus Sastrawan, Senin (11/4). Dogol sendiri saat ini ditahan di Rutan Gianyar.

 

Perbuatan pria 43 tahun asal Sangsit, Buleleng, itu dianggap tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas minuman beralkohol ilegal.

 

“Perbuatan terdakwa dapat merusak citra Bali sebagai tujuan pariwisata di Indonesia,” tegas JPU Agus.

 

Sementara pertimbangan yang meringankan, terdakwa berterus terang, menyesali perbuatannya, serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Terdakwa belum pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga.

 

Selain menuntut pidana badan 1 tahun dan 8 bulan, JPU juga menuntut pidana denda sebesar Rp 1,7 miliar. “Apabila denda tidak dibayarkan, maka harta benda dapat disita oleh jaksa untuk mengganti denda. Jika tidak mencukupi diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan,” tukas JPU Kejati Bali, itu.

 

Seperti tertuang dalam dakwaan, terdakwa Putrawan memalsukan mikol beragam merek impor. Di antaranya Jack Daniel’s, Red Label, dan Chivas Regal. Sepintas, minuman racikan Dogol sangat mirip dengan kemasan aslinya. Di bagian tutup juga dilengkapi segel.

 

Terdakwa memproduksi minuman KW atau palsu itu di sebuah rumah kontrakan di wilayah Pemogan, Denpasar Selatan.

 

Terdakwa memiliki keahlian membuat mikol karena pada 2014-2015 bekerja di pabrik minuman beralkohol merek King House dan Green House yang diproduksi PT Akar Sukses, Singaraja.

 

Pada 2016, Terdakwa mulai berinisiatif menjual miras kualitas palsu. Terdakwa mendapat minuman itu dari sejumlah pihak di Kota Denpasar. Tapi, saat itu terdakwa belum meracik minuman sendiri.

 

Barulah pada April 2020, saat pandemi melanda, terdakwa mulai memiliki ide memproduksi sendiri miras palsu. Ia membeli botol kosong, membeli alkohol, dan membeli bahan kimia di sejumlah toko.

 

Agar kemasan minumannya menyerupai aslinya, Terdakwa juga membeli stiker dan pita cukai ilegal.

 

Proses pembuatan miras palsu dimulai terdakwa dengan mencari botol kosong di tempat jual beli barang rongsokan di sekitaran Jalan Sunset Road. Setelah itu, terdakwa membeli alkohol 70 persen di Jalan Buluh Indah. Biasanya terdakwa membeli alkohol 70 persen dengan jumlah tiga jeriken (60 liter).

 

“Sebulan membeli alkholok 70 persen sebanyak dua kali. Alkohol tersebut terdakwa beli seharga Rp 3,1 juta per jeriken,” rinci JPU Agus.

 

Selanjutnya terdakwa mencari essence dengan cara membeli online dari seseorang yang terdakwa kenal melalui Komang Edi, Taufiq dan Jon Gian yang  bernama Ko Handy (masih buron) yang berdomisili di Jakarta. Adapun pembayaran untuk setiap transaksi terdakwa lakukan via transfer.

 

Langkah selanjutnya terdakwa mencari tutup botol, stiker dan pita cukai. Terdakwa membelinya dari Ko Handy secara online. Tutup botol terdakwa beli dengan harga sesuai merek minuman. Rata-rata Rp 85 ribu sampai Rp 140 ribu (satu paket dengan essence).

 

Sedangkan pita cukai terdakwa beli seharga Rp 10 ribu per biji. Pengiriman barang-barang tersebut dilakukan melalui JNE di Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai, Denpasar Selatan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/