DENPASAR – Sejumlah politikus memilih “kendaraan baru” menyongsong Pemilu Legislatif (Pileg) 2019. Salah satunya adalah Gede Pasek Suardika alias GPS.
Politisi yang sempat berkiprah sebagai Ketua Komisi III DPR RI 2009-2014 (membidangi masalah hukum, red) kembali mengincar kursi legislator setelah pada Pileg 2014 bertarung ke DPD RI Dapil Bali dan meraih 132.887 suara.
Pada Pileg 2009 silam GPS meraih suara tertinggi ketiga. Tiket ke DPR RI diraih lewat status PAW (pengganti antar waktu) menggantikan
Jero Wacik yang diangkat kembali oleh Presiden SBY sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) kala itu.
Pada Pileg 2019 mendatang, GPS tak bisa lagi bergantung pada kader lain lantaran dialah kader terkuat di kubu Hanura Bali.
GPS menegaskan tidak ada perbedaan berarti saat dirinya bertarung lewat Demokrat (2009) dan Hanura di Pileg 2019 mendatang.
Politisi asal Buleleng itu menegaskan peluang dan tantangan yang akan dia hadapi tidak jauh berbeda.
“Sebenarnya lewat kendaraan mana saja akan memiliki peluang dan tantangan yang sama. Saya memilih Hanura karena sudah dua tahun sebelumnya mundur
dari Demokrat akibat perbedaan pandangan politik. Mundur juga baik-baik dengan mengajukan surat dan mengembalikan KTA. Setelah itu fokus dengan tugas-tugas di DPD RI,” ucap GPS.
Imbuhnya, berlabuh di Partai Hanura merupakan konsekuensi logis yang harus dijalaninya dalam rangka memenuhi aspirasi masyarakat. Salah satu tantangan yang dititipkan pendukungnya adalah kembali ke kursi DPR RI.
“Kebetulan sebagai orang minoritas, saya dilihat dari aspek kualitas. Sehingga dipercaya memegag posisi sebagai Wakil Ketua Umum DPP Hanura dan kini merangkap sebagai ketua Bapilu.
Bagi saya ini apresiasi bagi politisi Bali karena belum pernah politisi Bali memegang jabatan partai setinggi ini,” tegas mantan wartawan itu. Kepercayaan tersebut, ungkapnya tentu harus dijawab.