29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:19 AM WIB

Cueki Ancaman Walhi, Koster Kukuh Tolak Beber Isi Surat Revisi Perpres

DENPASAR- Keputusan Gubernur Bali Wayan Koster untuk tidak memperlihatkan surat revisi yang dikirim ke Presiden RI Joko Widodo terkait Perpres No 51 Tahun 2014 pada 28 Desember 2018 lalu nampaknya sudah bulat.

Bahkan meski terancam digugat dan disengketakan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali ke Komisi Informasi Publik (KIP), gubernur tetap bergeming alias diam dan kukuh menolak membuka isi surat.

”Ya nggak papa.  Kalau ada surat lagi kami jawab,” jawab Koster singkat.

Koster pun tak menggubris apa yang didesak oleh Walhi Bali. 

Ia tetap tidak mau membuka salinan surat yang dikirimkan ke Presiden tersebut, dengan alasan yang sudah pernah Ia sampaikan. 

Seperti diketahui  Direktur WALHI Bali Made Juli Untung di Denpasar, Kamis (31/1) sore, menegaskan jika WALHI Bali mengajukan surat keberatan karena Koster menolak untuk memberikan salinan surat terkait usulan merevisi perpres 51 tahun 2014, khususnya di kasus Teluk Benoa.

Keberatan yang diajukan WALHI Bali,  karena Gubernur Bali yang salah tafsir terkait Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang KIP.

Terkait pernyataan Koster tentang mempengaruhi proses negosiasi dengan Presiden Jokowi dan termasuk keamanan menjelang Pemilu serentak. Hal tersebut dianggap oleh Walhi tidak masuk akal.

“Sekali lagi, alasannya terlalu mengada-ngada. Padahal, jika Koster ingin berjuang bersama- sama rakyat, seharusnya surat ini di buka saja. Salinan surat yang kami minta juga untuk kepentingan publik,” pinta Untung.

Sementara itu, Tim Hukum WALHI Bali, Wayan Adi Sumiarta membenarkan WALHI Bali mengirimkan surat keberatan ke pihak Koster, Kamis (31/1) siang. 

Kini, pihak WALHI Bali menunggu Koster memberikan surat salinan. Berdasar Undang-Undang, Koster diberikan waktu selama 30 hari kerja untuk menjawab soal ini.

“Jika tak menjawab, maka WALHI dapat mengajukan sengketa informasi. Jadi kita menunggu selama 30 hari kerja untuk Gubernur Bali berpikir,” sebutnya.

Adi berharap agar Gubernur Bali mau memberikan salinan tersebut sebelum batas akhir waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tersebut.

DENPASAR- Keputusan Gubernur Bali Wayan Koster untuk tidak memperlihatkan surat revisi yang dikirim ke Presiden RI Joko Widodo terkait Perpres No 51 Tahun 2014 pada 28 Desember 2018 lalu nampaknya sudah bulat.

Bahkan meski terancam digugat dan disengketakan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali ke Komisi Informasi Publik (KIP), gubernur tetap bergeming alias diam dan kukuh menolak membuka isi surat.

”Ya nggak papa.  Kalau ada surat lagi kami jawab,” jawab Koster singkat.

Koster pun tak menggubris apa yang didesak oleh Walhi Bali. 

Ia tetap tidak mau membuka salinan surat yang dikirimkan ke Presiden tersebut, dengan alasan yang sudah pernah Ia sampaikan. 

Seperti diketahui  Direktur WALHI Bali Made Juli Untung di Denpasar, Kamis (31/1) sore, menegaskan jika WALHI Bali mengajukan surat keberatan karena Koster menolak untuk memberikan salinan surat terkait usulan merevisi perpres 51 tahun 2014, khususnya di kasus Teluk Benoa.

Keberatan yang diajukan WALHI Bali,  karena Gubernur Bali yang salah tafsir terkait Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang KIP.

Terkait pernyataan Koster tentang mempengaruhi proses negosiasi dengan Presiden Jokowi dan termasuk keamanan menjelang Pemilu serentak. Hal tersebut dianggap oleh Walhi tidak masuk akal.

“Sekali lagi, alasannya terlalu mengada-ngada. Padahal, jika Koster ingin berjuang bersama- sama rakyat, seharusnya surat ini di buka saja. Salinan surat yang kami minta juga untuk kepentingan publik,” pinta Untung.

Sementara itu, Tim Hukum WALHI Bali, Wayan Adi Sumiarta membenarkan WALHI Bali mengirimkan surat keberatan ke pihak Koster, Kamis (31/1) siang. 

Kini, pihak WALHI Bali menunggu Koster memberikan surat salinan. Berdasar Undang-Undang, Koster diberikan waktu selama 30 hari kerja untuk menjawab soal ini.

“Jika tak menjawab, maka WALHI dapat mengajukan sengketa informasi. Jadi kita menunggu selama 30 hari kerja untuk Gubernur Bali berpikir,” sebutnya.

Adi berharap agar Gubernur Bali mau memberikan salinan tersebut sebelum batas akhir waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/