30.2 C
Jakarta
29 April 2024, 22:56 PM WIB

LBH BWCC Bangun Kemandirian Perempuan Lewat Puspa Setara

TABANAN – Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) meluncurkan proyek percontohan Pengembangan Wirausaha Sosial Eco-Dupa untuk Kesejahteraan

dan Kemandirian Perempuan (PUSPA SETARA) yang berlangsung kemarin (31/5) di Kubu Women Crisis Centre (WCC), Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali.

Proyek PUSPA SETARA merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh LBH BWCC yang secara resmi dimulai pada April 2019 dengan dukungan pendanaan dari Direct Aid Program (DAP) Kedutaan Australia,

yang menyediakan dukungan finansial bagi inisiasi-inisasi dengan tujuan meningkatkan daya lenting masyarakat.

Salah satunya melalui pemberdayaan perempuan. Proyek dengan masa kegiatan selama delapan bulan ini secara umum bertujuan untuk mendorong kemandirian perempuan

melalui wirausaha dupa ramah lingkungan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi dan upaya mitigasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Acara ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan dan undangan lainnya yang berasal dari kalangan pemerintah daerah Provinsi Bali

hingga pemerintah desa, organisasi masyarakat sipil, komunitas perempuan dampingan LBH BWCC, dan masyarakat umum.

Di dalam acara ini diikuti juga dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bagi pemangku kepentingan PUSPA SETARA untuk menggali lebih jauh tentang temuan

lapangan terkait penyebab dan kasus kekerasan terhadap perempuan di Bali, usaha dan upaya mitigasi yang telah dilakukan

oleh berbagai pihak dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan sebagai kelompok rentan, serta tantangan-tantangannya.

“LBH BWCC membentuk kelompok-kelompok binaan bagi para perempuan penyintas kekerasan dan bukan penyintas untuk program pemberdayaan ekonomi dengan berbagai kegiatan,

salah satunya adalah wirausaha sosial eco-dupa. Wirausaha dupa dipilih karena terdapat nilai ekonomis dan sangat berpotensi dikembangkan mengingat kebutuhan dupa secara lokal sangat tinggi.

Melalui PUSPA SETARA, kelompok binaan kami mendapatkan berbagai pelatihan peningkatan kapasitas, seperti teknik pengoperasian mesin dupa,

sistem manajemen sumber daya manusia, sistem keuangan, pengemasan produk, dan pemasaran,” kata Ketut Madani Tirtasari, Direktur LBH BWCC.

Dari hasil analisis LBH BWCC berdasarkan data dari BPS-Statistik Indonesia tahun 2010, menunjukkan terdapat 3.268.866 orang beragama Hindu dan Buddha di Bali dengan jumlah rumah tangga mencapai 649.000.

Setiap harinya, sebuah keluarga (dengan asumsi terdapat 5 anggota keluarga) setidaknya membutuhkan paling sedikit rata-rata 10 batang dupa untuk keperluan sembahyang atau ibadat,

yang secara statistik jika dihitung terdapat kebutuhan 6.490.000 batang dupa atau sekitar 1,2 ton dupa per hari di Bali.

Jumlah ini akan menjadi semakin tinggi jika perhitungan ini memasukkan hari-hari raya (Rerainan) dan kegiatan lain seperti meditasi dan relaksasi.

Kebutuhan harian dupa biasanya kebanyakan dipasok dari luar wilayah Bali, sementara pada hari raya-hari raya keagamaan, pasokan dupa-dupa impor juga bergabung dalam rantai suplai dupa ini.

LBH BWCC melihat terdapat peluang untuk membangun rantai suplai dupa secara lokal karena proses bisnisnya cukup sederhana dan jumlah industri berbasis rumahan untuk produk ini masih rendah di Bali.

Tren produk ramah lingkungan juga akan pemicu besar untuk pembentukan wirausaha dupa skala kecil di Bali terutama jika bisnis cenderung menghasilkan dampak positif pada sisi finansial, sosial, dan lingkungan.

Proyek PUSPA SETARA secara khusus dilaksanakan di Banjar Kekeran di Desa Penatahan dengan memberdayakan kelompok perempuan yang beranggotakan 40 orang.

TABANAN – Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) meluncurkan proyek percontohan Pengembangan Wirausaha Sosial Eco-Dupa untuk Kesejahteraan

dan Kemandirian Perempuan (PUSPA SETARA) yang berlangsung kemarin (31/5) di Kubu Women Crisis Centre (WCC), Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali.

Proyek PUSPA SETARA merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh LBH BWCC yang secara resmi dimulai pada April 2019 dengan dukungan pendanaan dari Direct Aid Program (DAP) Kedutaan Australia,

yang menyediakan dukungan finansial bagi inisiasi-inisasi dengan tujuan meningkatkan daya lenting masyarakat.

Salah satunya melalui pemberdayaan perempuan. Proyek dengan masa kegiatan selama delapan bulan ini secara umum bertujuan untuk mendorong kemandirian perempuan

melalui wirausaha dupa ramah lingkungan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi dan upaya mitigasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Acara ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan dan undangan lainnya yang berasal dari kalangan pemerintah daerah Provinsi Bali

hingga pemerintah desa, organisasi masyarakat sipil, komunitas perempuan dampingan LBH BWCC, dan masyarakat umum.

Di dalam acara ini diikuti juga dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bagi pemangku kepentingan PUSPA SETARA untuk menggali lebih jauh tentang temuan

lapangan terkait penyebab dan kasus kekerasan terhadap perempuan di Bali, usaha dan upaya mitigasi yang telah dilakukan

oleh berbagai pihak dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan sebagai kelompok rentan, serta tantangan-tantangannya.

“LBH BWCC membentuk kelompok-kelompok binaan bagi para perempuan penyintas kekerasan dan bukan penyintas untuk program pemberdayaan ekonomi dengan berbagai kegiatan,

salah satunya adalah wirausaha sosial eco-dupa. Wirausaha dupa dipilih karena terdapat nilai ekonomis dan sangat berpotensi dikembangkan mengingat kebutuhan dupa secara lokal sangat tinggi.

Melalui PUSPA SETARA, kelompok binaan kami mendapatkan berbagai pelatihan peningkatan kapasitas, seperti teknik pengoperasian mesin dupa,

sistem manajemen sumber daya manusia, sistem keuangan, pengemasan produk, dan pemasaran,” kata Ketut Madani Tirtasari, Direktur LBH BWCC.

Dari hasil analisis LBH BWCC berdasarkan data dari BPS-Statistik Indonesia tahun 2010, menunjukkan terdapat 3.268.866 orang beragama Hindu dan Buddha di Bali dengan jumlah rumah tangga mencapai 649.000.

Setiap harinya, sebuah keluarga (dengan asumsi terdapat 5 anggota keluarga) setidaknya membutuhkan paling sedikit rata-rata 10 batang dupa untuk keperluan sembahyang atau ibadat,

yang secara statistik jika dihitung terdapat kebutuhan 6.490.000 batang dupa atau sekitar 1,2 ton dupa per hari di Bali.

Jumlah ini akan menjadi semakin tinggi jika perhitungan ini memasukkan hari-hari raya (Rerainan) dan kegiatan lain seperti meditasi dan relaksasi.

Kebutuhan harian dupa biasanya kebanyakan dipasok dari luar wilayah Bali, sementara pada hari raya-hari raya keagamaan, pasokan dupa-dupa impor juga bergabung dalam rantai suplai dupa ini.

LBH BWCC melihat terdapat peluang untuk membangun rantai suplai dupa secara lokal karena proses bisnisnya cukup sederhana dan jumlah industri berbasis rumahan untuk produk ini masih rendah di Bali.

Tren produk ramah lingkungan juga akan pemicu besar untuk pembentukan wirausaha dupa skala kecil di Bali terutama jika bisnis cenderung menghasilkan dampak positif pada sisi finansial, sosial, dan lingkungan.

Proyek PUSPA SETARA secara khusus dilaksanakan di Banjar Kekeran di Desa Penatahan dengan memberdayakan kelompok perempuan yang beranggotakan 40 orang.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/