29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:00 AM WIB

MIRIS! Dianggap Sakral, Banyak Lontar di Blahbatuh Habis Dimakan Rayap

GIANYAR – Penyuluh Bahasa Bali Kecamatan Blahbatuh, melakukan perawatan lontar di Banjar Antugan, Desa Blahbatuh, Kamis (1/10). Dari 50 cakep lontar, sebanyak 17 cakep berhasil teridentifikasi. Sisanya rusak dimakan rayap. Yang mampu diidentifikasi, dilakukan perawatan.

Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kecamatan Blahbatuh, Ni Wayan Miani menjelaskan, tujuan kegiatan itu dilakukan untuk melestarikan peninggalan dan warisan leluhur terdahulu.

“Tujuan kegiatan ini untuk dapat merawat lontar itu sendiri, supaya kondisinya lebih baik,” ujarnya.

Miani mengaku hanya memerlukan 30 menit untuk mengidentifikasi satu cakep lontar. Yang lama, katanya, itu adalah mengindentifikasi lontar tersebut. Sesuai pendataan lontar di wilayah Blahbatuh itu rata-rata tentang usadha (pengobatan).

Diakui, yang jadi kendala saat merawat lontar adalah anggapan tenget atau sakral dari pemilik lontar. “Untuk di Blahbatuh sendiri cukup banyak yang memiliki lontar tapi terkendala masih kurang pemahaman si pemilik lontar, dan dianggap tenget (sakral, red) hingga akhirnya rusak dimakan ngenget (rayap, red),” jelasnya.

Dia menjelaskan dengan adanya istilah lontar tenget tersebut membuat pihaknya terkendala dalam melakukan konservasi. Pasalnya ia beranggapan bahwa sebuah lontar ibaratkan sebuah buku yang berisikan aksara dan memang harus dirawat untuk dipelajari. Bukan saja sebuah lontar itu hanya dipajang saja pada tempatnya.

“Lontar itu tidak ada lontar tenget, dan tugas kami di sini untuk merawat lontar yang ada. Bukan hanya dipajang atau diletakkan begitu saja di tempatnya,” jelasnya.

Kata dia, jika lontar tidak dibuka dan dirawat akan rusak. “Lama kelamaan akan dimakan ngenget (rayap),” imbuhnya.

Miani menyampaikan khusus di Blahbatuh terdapat banyak lontar, dan pemiliknya hanya mendiamkan saja. Lantaran masih dianggap tenget, sehingga rusak dan kondisinya berhamburan di tempatnya.

Ketika itu diizinkan untuk dirawat dan dikonservasi oleh pemiliknya dan penyuluh yang lainnya memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengelompokkan lontar tersebut.

Sementara itu, Bendesa Adat Antugan, Ngakan Made Sukarsana menjelaskan di desanya terdapat dua titik pemilik lontar. Sementara saat ini yang berkenan lontarnya dirawat adalah milik Dewa Ngakan Mangku. Diberikan dirawat dan dikonservasi lantaran dari dulu memang lontar itu tidak terjamah.

“Di sini ada dua lokasi yang mengizinkan untuk dikonservasi, sehingga berkat bantuan dari penyuluh kami bisa menjaga dan merawat lontar yang ada,” ujarnya.

Ke depan pihaknya akan menyampaikan kepada pemilik lontar yang lain, untuk diberikan pemahaman.  “Agar lontar yang ada dirawat supaya tidak rusak dimakan rayap. Untuk lontar milik Jero Mangku ini terdapat 50 cakep, tapi 17 cakep yang berhasil teridentifikasi,” pungkasnya.

GIANYAR – Penyuluh Bahasa Bali Kecamatan Blahbatuh, melakukan perawatan lontar di Banjar Antugan, Desa Blahbatuh, Kamis (1/10). Dari 50 cakep lontar, sebanyak 17 cakep berhasil teridentifikasi. Sisanya rusak dimakan rayap. Yang mampu diidentifikasi, dilakukan perawatan.

Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kecamatan Blahbatuh, Ni Wayan Miani menjelaskan, tujuan kegiatan itu dilakukan untuk melestarikan peninggalan dan warisan leluhur terdahulu.

“Tujuan kegiatan ini untuk dapat merawat lontar itu sendiri, supaya kondisinya lebih baik,” ujarnya.

Miani mengaku hanya memerlukan 30 menit untuk mengidentifikasi satu cakep lontar. Yang lama, katanya, itu adalah mengindentifikasi lontar tersebut. Sesuai pendataan lontar di wilayah Blahbatuh itu rata-rata tentang usadha (pengobatan).

Diakui, yang jadi kendala saat merawat lontar adalah anggapan tenget atau sakral dari pemilik lontar. “Untuk di Blahbatuh sendiri cukup banyak yang memiliki lontar tapi terkendala masih kurang pemahaman si pemilik lontar, dan dianggap tenget (sakral, red) hingga akhirnya rusak dimakan ngenget (rayap, red),” jelasnya.

Dia menjelaskan dengan adanya istilah lontar tenget tersebut membuat pihaknya terkendala dalam melakukan konservasi. Pasalnya ia beranggapan bahwa sebuah lontar ibaratkan sebuah buku yang berisikan aksara dan memang harus dirawat untuk dipelajari. Bukan saja sebuah lontar itu hanya dipajang saja pada tempatnya.

“Lontar itu tidak ada lontar tenget, dan tugas kami di sini untuk merawat lontar yang ada. Bukan hanya dipajang atau diletakkan begitu saja di tempatnya,” jelasnya.

Kata dia, jika lontar tidak dibuka dan dirawat akan rusak. “Lama kelamaan akan dimakan ngenget (rayap),” imbuhnya.

Miani menyampaikan khusus di Blahbatuh terdapat banyak lontar, dan pemiliknya hanya mendiamkan saja. Lantaran masih dianggap tenget, sehingga rusak dan kondisinya berhamburan di tempatnya.

Ketika itu diizinkan untuk dirawat dan dikonservasi oleh pemiliknya dan penyuluh yang lainnya memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengelompokkan lontar tersebut.

Sementara itu, Bendesa Adat Antugan, Ngakan Made Sukarsana menjelaskan di desanya terdapat dua titik pemilik lontar. Sementara saat ini yang berkenan lontarnya dirawat adalah milik Dewa Ngakan Mangku. Diberikan dirawat dan dikonservasi lantaran dari dulu memang lontar itu tidak terjamah.

“Di sini ada dua lokasi yang mengizinkan untuk dikonservasi, sehingga berkat bantuan dari penyuluh kami bisa menjaga dan merawat lontar yang ada,” ujarnya.

Ke depan pihaknya akan menyampaikan kepada pemilik lontar yang lain, untuk diberikan pemahaman.  “Agar lontar yang ada dirawat supaya tidak rusak dimakan rayap. Untuk lontar milik Jero Mangku ini terdapat 50 cakep, tapi 17 cakep yang berhasil teridentifikasi,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/