29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:29 AM WIB

Rokok Tingwe Kian Digemari, Omzet pun Tembus Rp 3,5 Juta  Per Hari

Pandemi ini bukan hanya mengubah kebutuhan hidup manusia. Juga gaya hidupnya. Tak terkecuali bagi para perokok. Dari yang dulunya mengisap rokok pabrikan, kini sebagian beralih ke rokok tingwe (linting dewe) atau tindi (lingting pedidi), yang artinya melinting sendiri. Selain lebih irit, juga bisa melinting sesuai selera bahkan menjurus seni meracik.

______

JULIADI, Tabanan

______

 

JAUH sebelum ini, pedagang tembakau di pasar-pasar memang sudah ada. Namun, umumnya, tembakau di pasar-pasar itu hanya digemari kalangan orang tua. Contohnya di Pasar Kreneng, itu sudah dari dulu ada.

Namun, trend usaha tembakau untuk rokok tingwe dan digemari berbagai kalangan, termasuk kaum muda, kini  merambah ke Bali. Di kabupaten kecil macam Tabanan saja, sudah ada beberapa orang yang menggeluti usaha jual tembakau untuk tingwe. Di antaranya adalah Tembakau Boy di Jalan Pulau Menjangan, Dauh Pala; dan LF Tobacco di Jalan By Pas Ir. Sukarno, Sanggulan, Kediri.  

 

Bila Tembakau Boy digarap dengan tampilan anak muda, layaknya bisnis rokok elektrik (vape) yang sudah ngetrend lebih dulu, di LF Tobacco digarap secara sederhana. Radarbali.id pun mendatangi LF Tobacco yang lokasinya di depan SPBU By Pas Sukarno ini. Atau di sebelah timur Restoran McDonald.

 

Seperti disebut sebelumnya, kios itu memang tampil sederhana. Namun, jangan salah sangka. Biar pun begitu, usaha ini tak pernah sepi dari pembeli. Setiap kali penikmat rokok lintingan tampak duduk mencoba berbagai jenis tembakau dari seluruh nusantara.

 

“Kalau di sini beli tembakau harus tester dulu. Sehingga pembeli tahu rasa tembakau yang pas untuk dinikmati,” kata Gusti Putu Lois Cahyana pemilik LF Tobacco yang memulai usaha rokok tembakau sejak bulan Juni 2020 lalu ini.

 

Di tokonya, ada beberapa jenis tembakau. Mulai dari tembakau rajangan yang masih asli, seperti Gayo Aceh, maupun tembakau racikan yang sudah ada campurannya. Seperti saus, cengkih dan lainnya. Tembakau racikan ini biasanya memiliki rasa yang mendekati rokok pabrikan.

 

Beberapa tembakau racikan ini mendekati rasa rokok yang sudah terkenal, seperti Sampoerna, Marlboro, Class Mild, Dji Sam Soe, Surya dan lainnya. Juga berbagai jenis tembakau racikan yang memiliki varian rasa. Mulai dari rasa vanilla, apple, cappucino, banana dan varian rasa buah lainnya.

 

Pria yang akrab disapa Lois ini mengaku perlahan rokok tembakau mulai digemari di tengah pandemi yang masih mewabah. Selain itu sudah ada komunitas. Untuk di Bali belum ada, namun penikmat rokok lingtingan sudah banyak.  

 

“Sekarang sudah tak ada zaman lagi gengsi ngelinting. Penikmat tembakau lingtingan pun bukan hanya pada kalangan orang tua melainkan dari kalangan anak muda,” aku pria berusia 24 tahun ini.

 

Beralihnya masyarakat dengan memilih membeli rokok lingtingan ketimbang membeli rokok pabrikan, menurut dia, bukan tanpa dasar. Selain karena faktor dari pandemi Covid-19, juga menginginkan adanya penghematan pengeluaran setiap bulan.

 

Memang tanpa disadari merokok pabrikan lebih boros. Apalagi dengan situasi ekonomi ini yang serba susah. Dengan perbandingannya, kalau untuk membeli rokok pabrikan menghabiskan setiap bulannya sekitar Rp 1 juta lebih. Sedangkan rokok tembakau hanya Rp 150 ribu.

 

“Artinya sudah ada penghematan dari membeli rokok dan sisa uang rokok dapat digunakan biaya kebutuhan hidup lainnya,” ungkap pria yang dulunya pernah bekerja sebagai seorang satpam di salah satu swasta di Bali.

 

Dia menuturkan melirik peluang berbisnis menjual tembakau lantaran dari cerita pribadi yang ingin penghematan biaya hidup dan ingin memiliki usaha. Dulunya sebelum memiliki toko tembakau uang gaji hasil bekerja sebagai seorang satpam bank swasta selalu disisihkan untuk membeli tembakau.

 

“Ya awal ada uang Rp 150 ribu saya beli tembakau dan saya jual dari kos ke kos di pinggir jalan hingga membuka toko rokok tembakau,” ungkap pria asal Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo ini.

 

Lanjutnya, memberanikan diri membuka usaha toko dengan usaha tidak mencapai puluhan juta. Melainkan bermodalkan uang sebesar Rp 2,8 juta. Modal itupun kata Lois hasil dari menggadaikan kalung emas milik pacarnya. Perlahan usaha jual tembakau yang ia tekuni ada beberapa daerah di Bali.

 

“Syukur saat ini tidak ada komplain dari dari masyarakat penikmat rokok dari tembakau yang saya,” ucapnya.  

 

Untuk tembakau yang ini, jelas Lois, sebenarnya sama dengan tembakau rokok pabrikan. Yang membedakan hanya proses dan cukainya saja.

 

“Kalau tembakau yang saya jual adalah bahannya. Misalnya rokok pabrikan Marlboro. Saya jual bahan tembakaunya yang saya ambil dari petaninya secara langsung. Demikian pula dengan tembakau lainnya,” ujar Lois.

 

Lois menambahkan agar dapat menarik pembeli di toko tembakau miliknya menyediakan layanan tester. Setiap perokok yang ingin membeli rokok harus mencoba terlebih dahulu varian tembakau nusantara yang ia jual.

 

“Jadi saya suruh tester mana yang pas di lidah, rasa dan tidak membuat gatal hingga sakit pada tenggorokan. Secara otomatis tembakau itulah yang dipilih dan dibeli oleh perokok,” ungkapnya.  

 

Dari semenjak usaha tembakau yang ia buka. Lois mengatakan omzet penjualan tembakau rata-rata ia dapat setiap harinya sekitar Rp 3,5 juta. Bahkan dari hasil usaha tembakau sudah banyak rekan dan sahabat tertarik dan juga ikut membuka usaha tersebut. Dengan membeli bahan tembakau rokok lingtingan miliknya.

 

“Astungkara toko tembakau lingtingan sudah ada di Tabanan, Badung dan Denpasar,” pungkasnya.

 

 

Pandemi ini bukan hanya mengubah kebutuhan hidup manusia. Juga gaya hidupnya. Tak terkecuali bagi para perokok. Dari yang dulunya mengisap rokok pabrikan, kini sebagian beralih ke rokok tingwe (linting dewe) atau tindi (lingting pedidi), yang artinya melinting sendiri. Selain lebih irit, juga bisa melinting sesuai selera bahkan menjurus seni meracik.

______

JULIADI, Tabanan

______

 

JAUH sebelum ini, pedagang tembakau di pasar-pasar memang sudah ada. Namun, umumnya, tembakau di pasar-pasar itu hanya digemari kalangan orang tua. Contohnya di Pasar Kreneng, itu sudah dari dulu ada.

Namun, trend usaha tembakau untuk rokok tingwe dan digemari berbagai kalangan, termasuk kaum muda, kini  merambah ke Bali. Di kabupaten kecil macam Tabanan saja, sudah ada beberapa orang yang menggeluti usaha jual tembakau untuk tingwe. Di antaranya adalah Tembakau Boy di Jalan Pulau Menjangan, Dauh Pala; dan LF Tobacco di Jalan By Pas Ir. Sukarno, Sanggulan, Kediri.  

 

Bila Tembakau Boy digarap dengan tampilan anak muda, layaknya bisnis rokok elektrik (vape) yang sudah ngetrend lebih dulu, di LF Tobacco digarap secara sederhana. Radarbali.id pun mendatangi LF Tobacco yang lokasinya di depan SPBU By Pas Sukarno ini. Atau di sebelah timur Restoran McDonald.

 

Seperti disebut sebelumnya, kios itu memang tampil sederhana. Namun, jangan salah sangka. Biar pun begitu, usaha ini tak pernah sepi dari pembeli. Setiap kali penikmat rokok lintingan tampak duduk mencoba berbagai jenis tembakau dari seluruh nusantara.

 

“Kalau di sini beli tembakau harus tester dulu. Sehingga pembeli tahu rasa tembakau yang pas untuk dinikmati,” kata Gusti Putu Lois Cahyana pemilik LF Tobacco yang memulai usaha rokok tembakau sejak bulan Juni 2020 lalu ini.

 

Di tokonya, ada beberapa jenis tembakau. Mulai dari tembakau rajangan yang masih asli, seperti Gayo Aceh, maupun tembakau racikan yang sudah ada campurannya. Seperti saus, cengkih dan lainnya. Tembakau racikan ini biasanya memiliki rasa yang mendekati rokok pabrikan.

 

Beberapa tembakau racikan ini mendekati rasa rokok yang sudah terkenal, seperti Sampoerna, Marlboro, Class Mild, Dji Sam Soe, Surya dan lainnya. Juga berbagai jenis tembakau racikan yang memiliki varian rasa. Mulai dari rasa vanilla, apple, cappucino, banana dan varian rasa buah lainnya.

 

Pria yang akrab disapa Lois ini mengaku perlahan rokok tembakau mulai digemari di tengah pandemi yang masih mewabah. Selain itu sudah ada komunitas. Untuk di Bali belum ada, namun penikmat rokok lingtingan sudah banyak.  

 

“Sekarang sudah tak ada zaman lagi gengsi ngelinting. Penikmat tembakau lingtingan pun bukan hanya pada kalangan orang tua melainkan dari kalangan anak muda,” aku pria berusia 24 tahun ini.

 

Beralihnya masyarakat dengan memilih membeli rokok lingtingan ketimbang membeli rokok pabrikan, menurut dia, bukan tanpa dasar. Selain karena faktor dari pandemi Covid-19, juga menginginkan adanya penghematan pengeluaran setiap bulan.

 

Memang tanpa disadari merokok pabrikan lebih boros. Apalagi dengan situasi ekonomi ini yang serba susah. Dengan perbandingannya, kalau untuk membeli rokok pabrikan menghabiskan setiap bulannya sekitar Rp 1 juta lebih. Sedangkan rokok tembakau hanya Rp 150 ribu.

 

“Artinya sudah ada penghematan dari membeli rokok dan sisa uang rokok dapat digunakan biaya kebutuhan hidup lainnya,” ungkap pria yang dulunya pernah bekerja sebagai seorang satpam di salah satu swasta di Bali.

 

Dia menuturkan melirik peluang berbisnis menjual tembakau lantaran dari cerita pribadi yang ingin penghematan biaya hidup dan ingin memiliki usaha. Dulunya sebelum memiliki toko tembakau uang gaji hasil bekerja sebagai seorang satpam bank swasta selalu disisihkan untuk membeli tembakau.

 

“Ya awal ada uang Rp 150 ribu saya beli tembakau dan saya jual dari kos ke kos di pinggir jalan hingga membuka toko rokok tembakau,” ungkap pria asal Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo ini.

 

Lanjutnya, memberanikan diri membuka usaha toko dengan usaha tidak mencapai puluhan juta. Melainkan bermodalkan uang sebesar Rp 2,8 juta. Modal itupun kata Lois hasil dari menggadaikan kalung emas milik pacarnya. Perlahan usaha jual tembakau yang ia tekuni ada beberapa daerah di Bali.

 

“Syukur saat ini tidak ada komplain dari dari masyarakat penikmat rokok dari tembakau yang saya,” ucapnya.  

 

Untuk tembakau yang ini, jelas Lois, sebenarnya sama dengan tembakau rokok pabrikan. Yang membedakan hanya proses dan cukainya saja.

 

“Kalau tembakau yang saya jual adalah bahannya. Misalnya rokok pabrikan Marlboro. Saya jual bahan tembakaunya yang saya ambil dari petaninya secara langsung. Demikian pula dengan tembakau lainnya,” ujar Lois.

 

Lois menambahkan agar dapat menarik pembeli di toko tembakau miliknya menyediakan layanan tester. Setiap perokok yang ingin membeli rokok harus mencoba terlebih dahulu varian tembakau nusantara yang ia jual.

 

“Jadi saya suruh tester mana yang pas di lidah, rasa dan tidak membuat gatal hingga sakit pada tenggorokan. Secara otomatis tembakau itulah yang dipilih dan dibeli oleh perokok,” ungkapnya.  

 

Dari semenjak usaha tembakau yang ia buka. Lois mengatakan omzet penjualan tembakau rata-rata ia dapat setiap harinya sekitar Rp 3,5 juta. Bahkan dari hasil usaha tembakau sudah banyak rekan dan sahabat tertarik dan juga ikut membuka usaha tersebut. Dengan membeli bahan tembakau rokok lingtingan miliknya.

 

“Astungkara toko tembakau lingtingan sudah ada di Tabanan, Badung dan Denpasar,” pungkasnya.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/