GIANYAR – Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Gianyar melaksanakan penyuluhan keagamaan selama tujuh hari, mulai Jumat (1/6) hingga Kamis (7/6) mendatang di tiap-tiap kecamatan secara bergilir.
Mencuat dalam diskusi mengenai maraknya ngaben di tempat krematorium. Ngaben di krematorium yang akrab disebut kremasi Itu dianggap mengancam keberadaan desa pakraman.
Sulinggih Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran mengatakan, penyuluhan yang diikuti Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) dan perwakilan adat itu bertujuan memberikan pengertian secara umum kepada umat terkait upacara keagamaan.
Penyuluhan juga bertujuan penyamaan visi dan misi antara PHDI, lembaga adat dan pemerintah sehingga tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri.
Penting pula dilibatkan ketiga unsur ini setiap mengambil suatu kebijakan baik menyangkut adat dan agama.
“Jika ada umat yang beban terhadap aturan keagamaan atau adat, mari bersama-sama membedahnya dan mencarikan solusi agar kelak tidak menjadi beban lagi,” terang Ida Pedanda Kekeran.
Pernyataan Ida Pedanda Kekeran menyikapi pertanyaan dari seorang peserta terkait maraknya umat yang melakukan kremasi, saat penyuluhan di Desa Mas, Kecamatan Ubud.
Sulinggih Ida Pedanda Wayahan Bun menambahkan, tradisi kremasi merupakan budaya luar dan tidak cocok dilakukan di Bali.
“Jika ini membudaya maka akan mengancam kelangsungan desa pakraman,” ujarnya. Menutnya, fungsi desa pakraman bisa tidak ada lagi.
Maka, untuk itulah diperlukan kegiatan penyuluhan dengan melibatkan seluruh komponen sehingga secepatnya ada solusi.
Sekretaris PHDI Kabupaten Gianyar, Pande Ngurah Karyawan menyatakan, penyuluhan ini untuk menyatukan persepsi.
“Sehingga peran masing-masing lembaga jelas dan terintegrasi satu sama lain,” jelas Pande Ngurah Karyawan.
Kata Pande Karyawan, selama ini PHDI dan lembaga adat serta pemerintah terkesan belum satu visi dan misi, sehingga dalam kegiatan penyuluhan atas dukungan Pemkab Gianyar ini dilibatkan seluruh tokoh-tokoh yang selama ini mungkin jarang bertemu.
Di antaranya, pemerintah, MMDP, dan para sulinggih untuk duduk bersama membuat suatu rancangan yang bisa menjadikan landasan bagi umat dalam melakukan tattwa, susila dan upakara.
“Kegiatan ini juga menunjukkan kepada umat tidak ada lagi dualisme kepemimpinan dalam internal PHDI. Semua sekarang bersatu,” tukas Pande