25.5 C
Jakarta
21 November 2024, 6:28 AM WIB

Ketua DPRD Jembrana; Jangan Asal Tolak SUTET, tapi…

RadarBali.com – Rencana pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (Sutet) 500KV Jawa-Bali Crossing (JBC) yang mendapat penolakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan seperti Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jembrana.

Lantas, seperti apa respons pemerintah daerah Jembrana sebenarnya dalam kasus Sutet ? Menurut Ketua DPRD Jembrana Ketut Sugiasa, rencana pembangunan Sutet 500 KV JBC tersebut harus disosialisasikan secara menyeluruh kepada masyarakat melibatkan seluruh unsur, baik organisasi kemasyarakatan keagamaan dan organisasi berbasis adat.

Masyarakat perlu tahu lebih detail, kenapa harus ada Sutet, apa dampak positif dan negatif untuk masyarakat.

”Sehingga masyarakat paham betul. Sehingga alasan menolak dan menerima sangat jelas,” jelasnya Sugiasa, Kamis (3/8) kemarin.

Menurutnya, sosialisasi yang dilakukan PLN selama ini hanya pada orang-orang tertentu saja dan belum tentu juga sampai. Sehingga tidak secara menyeluruh diketahui oleh masyarakat.

Padahal, setiap pembangunan harus selalu disosialisasikan secara menyeluruh setiap lapisan dan elemen masyarakat.

Bahkan, lembaga seperti DPRD yang merupakan lembaga wakil rakyat belum pernah diajak atau disosialisasikan mengenai rencana pembangunan Sutet tersebut.

“Selama saya jadi ketua baru sekali ketemu PLN. Itupun saya undang terkait dengan perjanjian penerangan jalan,” terangnya.

Mengenai penolakan yang dilakukan PHDI, menurutnya, PHDI sebagai lembaga yang tertinggi di Bali untuk kepentingan umat, tidak bisa begitu saja mengambil keputusan tanpa melibat organ – organ adat di Bali.

Apalagi suatu hal yang menyangkut keamanan masyarakat Bali. Karena itu, Sugiasa menekankan pentingnya sosialisasi oleh pihak-pihak terkait mengenai program ini.

“Makanya saya katakan perlu sosialisasi,” paparnya. Pembangunan Sutet yang masuk program strategi nasional pemerintah pusat bidang infrastruktur energi ini awalnya secara tegas ditolak Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.

Alasannya, karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang, batas kesucian karena dibangun dekat Pura Segara Rupek, serta menggaggu pariwisata Buleleng wilayah barat.

Rencananya, akan dipasang dua tower setinggi 367 meter yang membentang dari Banyuwangi, Jawa Timur ke Jembrana, Bali.

Dari total 514 tower, di wilayah Jembrana akan dipasang 129 tower yang melalui lima kecamatan. Sampai saat ini, penetapan lokasi belum dilakukan, sehingga belum bisa dilakukan pembebasan lahan.

Namun, penolakan mulai muncul dari Jembrana. Penolakan tersebut muncul saat  pesamuhan Madya PHDI Jembrana, Rabu (2/8) lalu, di Aula Kantor Kementerian Agama Jembrana.

Pesamuhan Madya itu dihadiri oleh seluruh organisasi kemasyarakatan Hindu seperti dari Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP), Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), DPK Pradah Jembrana, Forum Komunikasi Remaja Hindu (FKRH), Sabha Pandita serta seluruh Bendesa Pakraman se Jembrana. 

RadarBali.com – Rencana pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (Sutet) 500KV Jawa-Bali Crossing (JBC) yang mendapat penolakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan seperti Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jembrana.

Lantas, seperti apa respons pemerintah daerah Jembrana sebenarnya dalam kasus Sutet ? Menurut Ketua DPRD Jembrana Ketut Sugiasa, rencana pembangunan Sutet 500 KV JBC tersebut harus disosialisasikan secara menyeluruh kepada masyarakat melibatkan seluruh unsur, baik organisasi kemasyarakatan keagamaan dan organisasi berbasis adat.

Masyarakat perlu tahu lebih detail, kenapa harus ada Sutet, apa dampak positif dan negatif untuk masyarakat.

”Sehingga masyarakat paham betul. Sehingga alasan menolak dan menerima sangat jelas,” jelasnya Sugiasa, Kamis (3/8) kemarin.

Menurutnya, sosialisasi yang dilakukan PLN selama ini hanya pada orang-orang tertentu saja dan belum tentu juga sampai. Sehingga tidak secara menyeluruh diketahui oleh masyarakat.

Padahal, setiap pembangunan harus selalu disosialisasikan secara menyeluruh setiap lapisan dan elemen masyarakat.

Bahkan, lembaga seperti DPRD yang merupakan lembaga wakil rakyat belum pernah diajak atau disosialisasikan mengenai rencana pembangunan Sutet tersebut.

“Selama saya jadi ketua baru sekali ketemu PLN. Itupun saya undang terkait dengan perjanjian penerangan jalan,” terangnya.

Mengenai penolakan yang dilakukan PHDI, menurutnya, PHDI sebagai lembaga yang tertinggi di Bali untuk kepentingan umat, tidak bisa begitu saja mengambil keputusan tanpa melibat organ – organ adat di Bali.

Apalagi suatu hal yang menyangkut keamanan masyarakat Bali. Karena itu, Sugiasa menekankan pentingnya sosialisasi oleh pihak-pihak terkait mengenai program ini.

“Makanya saya katakan perlu sosialisasi,” paparnya. Pembangunan Sutet yang masuk program strategi nasional pemerintah pusat bidang infrastruktur energi ini awalnya secara tegas ditolak Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.

Alasannya, karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang, batas kesucian karena dibangun dekat Pura Segara Rupek, serta menggaggu pariwisata Buleleng wilayah barat.

Rencananya, akan dipasang dua tower setinggi 367 meter yang membentang dari Banyuwangi, Jawa Timur ke Jembrana, Bali.

Dari total 514 tower, di wilayah Jembrana akan dipasang 129 tower yang melalui lima kecamatan. Sampai saat ini, penetapan lokasi belum dilakukan, sehingga belum bisa dilakukan pembebasan lahan.

Namun, penolakan mulai muncul dari Jembrana. Penolakan tersebut muncul saat  pesamuhan Madya PHDI Jembrana, Rabu (2/8) lalu, di Aula Kantor Kementerian Agama Jembrana.

Pesamuhan Madya itu dihadiri oleh seluruh organisasi kemasyarakatan Hindu seperti dari Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP), Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), DPK Pradah Jembrana, Forum Komunikasi Remaja Hindu (FKRH), Sabha Pandita serta seluruh Bendesa Pakraman se Jembrana. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/