28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:09 AM WIB

Pemkab Jembrana Gelar Festival Jegog Jembrana Pertama

NEGARA-Salah satu upaya melestarikan Jegog, sebagai seni khas Jembrana, Pemerintah Kabupaten Jembrana menggelar festival jegog untuk pertama kalinya di Anjungan Cerdas Jalan Nasional (ACJN) Rambut Siwi, Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo.

Festival yang digelar selama tiga hari, 3-5 Desember tersebut melibatkan kurang lebih 84 sekaa jegog dengan 2500 orang seniman.

Festival Jegog Selasa (3/12) malam lalu, dibuka Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana.

Disaksikan Bupati Jembrana I Putu Artha, Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, Forkopimda Jembrana serta masyarakat pelaku seni di Jembrana.

Festival Jegog yang digelar dengan tema “the magic sound of west Bali”.

Panitia berusaha mengakomodir keinginan berbagai pihak akan kemasan festival Jegog yang lebih baik sesuai hasil focus grup discussion (FGD) yang digelar sebelumnya.

Karena itu, festival Jegog ini berbeda, digelar selama tiga hari di ACJN yang baru saja pengelolaan sementara diserah terimakan pemerintah pusat.

Tidak hanya menampilkan atraksi serta kemampuan seniman Jembrana memainkan alat musik Jegog, namun juga diisi dengan pameran jegog, workshop jegog  serta pamungkasnya akan ditutup dengan mebarung massal serta ngibing masal.

Bupati Jembrana I Putu Artha mengatakan, festival Jegog tahun ini melibatkan kurang lebih 84 sekaa jegog dengan 2500 orang seniman. 

Melalui Festival Jegog  merupakan salah satu upaya melestarikan salah satu identitas budaya Jembrana.

“Kita juga ingin mengembangkan kreatifitas seniman melalui berbagai garapan komposisi, mendorong tumbuhnya ekonomi budaya sekaligus sebagai tontonan dan tuntunna bagi generasi muda untuk mencintai kesenian khas daerahnya,“ ujarnya.

Bupati berharap festival Jegog dapat menjadi event tahunan yang menggelorakan kehidupan budaya serta kepariwisataan di Jembrana.

 “Kita sampaikan terimakasih kepada provinsi yang mendukung festival tahun ini. Kita ingin memberikan hiburan kepada masyarakat sekaligus menegaskan bahwa Jembrana adalah pusatnya Jegog,”terangnya.

Sebagai daya tarik wisata, Artha juga ingin Jegog mampu menarik wisatawan datang ke Jembrana.

Untuk itu sesuai rencana, Festival Jegog akan rutin digelar di ACJN seminggu dua kali.

Jadi wisatawan yang selama ini hanya melintas saja lewat Gilimanuk, bisa singgah dan datang ke Jembrana.

“Sehingga mereka tahu disamping Mekepung, Jembrana juga punya kesenian Jegog,“ tambahnya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana mengapresiasi dan menyambut positif pelaksanaan festival jegog tahun ini.

Jegog disebutnya warisan budaya tak benda, kaya akan nilai filosofis, sosilologis serta makna sejarah. Nilai itu sangat penting bagi Bali bahkan juga nasional.

Sehingga dengan  terselenggaranya  festival  jegog jembrana  tahun ini bisa mensosialisasikan  keadiluhungan nilai-nilai  jegog itu.  

“Jadi event ini sangat bagus, semoga bisa terselenggara secara berkelanjutan.  Yang terpenting bagaimana kita bersama sama menjaga aset bangsa ini , diantaranya melalui penyelenggaraan event. Baik itu Pesta Kesenian Bali di Provinsi  maupun event skala nasional,  ditingkat yang lebih tinggi, “ ujar Adnyana.

Festival hari pertama berlangsung meriah, menampilkan pementasan jegog tempo dulu dengan menampilkan tari ticak dayang yang dibawakan oleh Trah Kiyang Gliduh, sebagai  pencipta jegog di kabupaten Jembrana.

Penampilan kedua diisi pementasan jegog kreasi oleh jegog Suar Agung  membawakan tarian makepung.

Penampilan terakhir diisi dengan pementasan jegog kolaborasi yang dibawakan oleh Sanggar kumara widya suara SMPN 4 Mendoyo dengan mebawakan karya musik dan tarian jejangeran.

Tarian ini  menggambarkan romantisme kehidupan anak-anak berkolaborasi dengan musik diatonis yang ditata dengan lagu pop bali sebagai interpretasi anak muda dengan olah vokal yang bernuasa kekinian.

Festival hari kedua dilaksanakan FGD jegog. Workshop jegog membedah hal-hal yang masih belum terjawab  berkaitan dengan kesenian Jegog. Karena sejauh ini, Jegog masih  minim refrensi sehingga diperlukan banyak pembahasan dan ruang diskusi untuk menyempurnakan literasi.

Workshop di hari kedua festival, menghadirkan narasumber Rektor ISI Denpasar Prof. Dr Gede Arya Sugiartha, S.Skar.

 Sedangkan malam harinya masih dihari kedua pelaksanaan ,  digelar pementasan jegog inovativ, kontemporer dan eksperimental.

Puncaknya   festival Jegog  Jembrana 2019 akan ditutup pementasan jegog mebarung masal, dengan joged masal dan pengibing masal.

Kesenin Jegog adalah kesenian khas Jembrana,yang terbuat dari bambu berukuran besar. Gamelan Jegog pada awalnya dimainkan sebagai pengisi waktu pada saat petani menghalau burung di sawah dan pada kesempatan lain difungsikan sebagai sarana mengumpulkan warga masyarakat untuk melakukan kegiatan gotong royong.

Setelah Jegog dijadikan ensambel oleh Kyang Gliduh sekitar Tahun 1926 gamelan Jegog dimainkan dalam bentuk  instrumental (versi Genjor)1930-1945, kemudian mengiringi pencak silat (versi Suprig) 1945-1965, dan selanjutnya kesenian ini dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian (Versi Jayus) 1980an sampai tahun 1990-an.

Pada fase berikutnya jegog berkembang dalam bentuk kreasi dan meng-internasional dengan motor penggeraknya almarhum I Ketut Suwentra, SST., dibawah naungan Yayasan Suar Agung. Perkembangan terakhir Jegog dikolaborasikan dengan gamelan Gong Kebyar serta difungsikan sebagai iringan Lagu Pop Daerah Bali.  (Adv)

NEGARA-Salah satu upaya melestarikan Jegog, sebagai seni khas Jembrana, Pemerintah Kabupaten Jembrana menggelar festival jegog untuk pertama kalinya di Anjungan Cerdas Jalan Nasional (ACJN) Rambut Siwi, Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo.

Festival yang digelar selama tiga hari, 3-5 Desember tersebut melibatkan kurang lebih 84 sekaa jegog dengan 2500 orang seniman.

Festival Jegog Selasa (3/12) malam lalu, dibuka Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana.

Disaksikan Bupati Jembrana I Putu Artha, Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, Forkopimda Jembrana serta masyarakat pelaku seni di Jembrana.

Festival Jegog yang digelar dengan tema “the magic sound of west Bali”.

Panitia berusaha mengakomodir keinginan berbagai pihak akan kemasan festival Jegog yang lebih baik sesuai hasil focus grup discussion (FGD) yang digelar sebelumnya.

Karena itu, festival Jegog ini berbeda, digelar selama tiga hari di ACJN yang baru saja pengelolaan sementara diserah terimakan pemerintah pusat.

Tidak hanya menampilkan atraksi serta kemampuan seniman Jembrana memainkan alat musik Jegog, namun juga diisi dengan pameran jegog, workshop jegog  serta pamungkasnya akan ditutup dengan mebarung massal serta ngibing masal.

Bupati Jembrana I Putu Artha mengatakan, festival Jegog tahun ini melibatkan kurang lebih 84 sekaa jegog dengan 2500 orang seniman. 

Melalui Festival Jegog  merupakan salah satu upaya melestarikan salah satu identitas budaya Jembrana.

“Kita juga ingin mengembangkan kreatifitas seniman melalui berbagai garapan komposisi, mendorong tumbuhnya ekonomi budaya sekaligus sebagai tontonan dan tuntunna bagi generasi muda untuk mencintai kesenian khas daerahnya,“ ujarnya.

Bupati berharap festival Jegog dapat menjadi event tahunan yang menggelorakan kehidupan budaya serta kepariwisataan di Jembrana.

 “Kita sampaikan terimakasih kepada provinsi yang mendukung festival tahun ini. Kita ingin memberikan hiburan kepada masyarakat sekaligus menegaskan bahwa Jembrana adalah pusatnya Jegog,”terangnya.

Sebagai daya tarik wisata, Artha juga ingin Jegog mampu menarik wisatawan datang ke Jembrana.

Untuk itu sesuai rencana, Festival Jegog akan rutin digelar di ACJN seminggu dua kali.

Jadi wisatawan yang selama ini hanya melintas saja lewat Gilimanuk, bisa singgah dan datang ke Jembrana.

“Sehingga mereka tahu disamping Mekepung, Jembrana juga punya kesenian Jegog,“ tambahnya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana mengapresiasi dan menyambut positif pelaksanaan festival jegog tahun ini.

Jegog disebutnya warisan budaya tak benda, kaya akan nilai filosofis, sosilologis serta makna sejarah. Nilai itu sangat penting bagi Bali bahkan juga nasional.

Sehingga dengan  terselenggaranya  festival  jegog jembrana  tahun ini bisa mensosialisasikan  keadiluhungan nilai-nilai  jegog itu.  

“Jadi event ini sangat bagus, semoga bisa terselenggara secara berkelanjutan.  Yang terpenting bagaimana kita bersama sama menjaga aset bangsa ini , diantaranya melalui penyelenggaraan event. Baik itu Pesta Kesenian Bali di Provinsi  maupun event skala nasional,  ditingkat yang lebih tinggi, “ ujar Adnyana.

Festival hari pertama berlangsung meriah, menampilkan pementasan jegog tempo dulu dengan menampilkan tari ticak dayang yang dibawakan oleh Trah Kiyang Gliduh, sebagai  pencipta jegog di kabupaten Jembrana.

Penampilan kedua diisi pementasan jegog kreasi oleh jegog Suar Agung  membawakan tarian makepung.

Penampilan terakhir diisi dengan pementasan jegog kolaborasi yang dibawakan oleh Sanggar kumara widya suara SMPN 4 Mendoyo dengan mebawakan karya musik dan tarian jejangeran.

Tarian ini  menggambarkan romantisme kehidupan anak-anak berkolaborasi dengan musik diatonis yang ditata dengan lagu pop bali sebagai interpretasi anak muda dengan olah vokal yang bernuasa kekinian.

Festival hari kedua dilaksanakan FGD jegog. Workshop jegog membedah hal-hal yang masih belum terjawab  berkaitan dengan kesenian Jegog. Karena sejauh ini, Jegog masih  minim refrensi sehingga diperlukan banyak pembahasan dan ruang diskusi untuk menyempurnakan literasi.

Workshop di hari kedua festival, menghadirkan narasumber Rektor ISI Denpasar Prof. Dr Gede Arya Sugiartha, S.Skar.

 Sedangkan malam harinya masih dihari kedua pelaksanaan ,  digelar pementasan jegog inovativ, kontemporer dan eksperimental.

Puncaknya   festival Jegog  Jembrana 2019 akan ditutup pementasan jegog mebarung masal, dengan joged masal dan pengibing masal.

Kesenin Jegog adalah kesenian khas Jembrana,yang terbuat dari bambu berukuran besar. Gamelan Jegog pada awalnya dimainkan sebagai pengisi waktu pada saat petani menghalau burung di sawah dan pada kesempatan lain difungsikan sebagai sarana mengumpulkan warga masyarakat untuk melakukan kegiatan gotong royong.

Setelah Jegog dijadikan ensambel oleh Kyang Gliduh sekitar Tahun 1926 gamelan Jegog dimainkan dalam bentuk  instrumental (versi Genjor)1930-1945, kemudian mengiringi pencak silat (versi Suprig) 1945-1965, dan selanjutnya kesenian ini dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian (Versi Jayus) 1980an sampai tahun 1990-an.

Pada fase berikutnya jegog berkembang dalam bentuk kreasi dan meng-internasional dengan motor penggeraknya almarhum I Ketut Suwentra, SST., dibawah naungan Yayasan Suar Agung. Perkembangan terakhir Jegog dikolaborasikan dengan gamelan Gong Kebyar serta difungsikan sebagai iringan Lagu Pop Daerah Bali.  (Adv)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/