KUBUTAMBAHAN – Fenomena penempatan kloset pada pelinggih surya juga sempat muncul di Kabupaten Buleleng.
Tepatnya di Desa Depeha, Kecamatan Kubutambahan. Namun kini warga memilih mengganti kloset itu menjadi sebuah kendi atau tempayan.
Kepercayaan menempatkan kloset di sebelah pelinggih surya itu dilakukan oleh puluhan keluarga di Desa Depeha.
Namun, kini kloset-kloset itu sudah tak nampak lagi. Warga memilih mengganti kloset itu menggunakan kendi atau tempayan sejak beberapa tahun lalu.
Salah satu warga yang sempat menempatkan kloset di sebelah pelinggih adalah Luh Sriartini, di Banjar Dinas Pengubugan, Desa Depeha.
Sriartini mengaku sudah menempatkan kloset itu di sebelah pelinggih surya sejak sekitar 20 tahun lalu. Penempatan itu berawal dari pamalinan (sakit non medis) yang dialami keluarga.
Mereka sudah mencari pengobatan medis kemana-mana. Putus asa dengan pengobatan medis, keluarga akhirnya menempuh pengobatan niskala.
Hingga akhirnya berlabuh di sebuah padukuhan yang ada di kawasan Padangbai, Karangasem. Saat itu spiritualis di padukuhan itu menyarankan agar keluarga menempatkan kloset sukla di sebelah pelinggih surya.
“Itu simbol penyucian Ida Bhatara, supaya kami dapat merta. Kloset itu belum pernah digunakan. Masih sukla,” katanya.
Aneh bin ajaib, sejak menempatkan kloset itu, keluarga Sriartini mendapatkan kesehatan. Entah karena pengaruh niskala atau efek plasebo semata.
Sriartini juga mengklaim, selain mendapat kesehatan, keluarga juga mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dibanding sebelumnya.
Nah sekitar lima tahun silam, keluarganya mengganti kloset itu menggunakan kendi. Pergantian itu juga dilakukan dengan upacara khuusus.
“Pakai banten ulap ambe. Tidak asal bongkar. Sudah lima tahun ini dibongkar,” ucapnya. Pihak keluarga juga mendirikan sebuah kamar suci yang digunakan untuk kegiatan spiritual.
Terutama untuk persembahyangan tiga kali dalam sehari. Air dalam kendi di sebelah pelinggih surya pun diisi secara berkala. Air itu digunakan sebagai pembasuh dalam kegiatan-kegiatan spiritual.
Ia pun mengaku terkejut saat penempatan kloset itu tiba-tiba menjadi masalah baru. “Kami tidak aneh-aneh. Yang kami sembah tetap Ida Sang Hyang Widhi, bukan bhatara lain.
Ini sudah ada sejak 50 tahun lalu di Padangbai. Mungkin yang melihat kurang paham, bahwa itu hanya simbol saja,” demikian Sriartini.