26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:08 AM WIB

41.404 Peserta Tunggak Iuran, Piutang BPJS Kesehatan Menggunung

SINGARAJA – Masa pandemi membuat perekonomian lesu. Sejumlah kewajiban masyarakat di bidang kesehatan pun turut tersendat.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat, piutang pada tahun buku 2021 ini telah mencapai angka Rp 39,48 miliar.

Hal itu terungkap saat Kepala BPJS Kesehatan Buleleng Elly Widiani memberikan keterangan pers di Buleleng kemarin.

Elly mengungkapkan, saat ini jumlah peserta BPJS yang menunggak kewajiban iuran mereka mencapai 41.404 orang.

Terdiri dari 21.130 orang peserta kelas 3, 11.748 orang peserta kelas 2, dan 8.526 orang peserta kelas 1. Total piutang tercatat sebanyak Rp 39.487.927.032, atau Rp 39,48 miliar.

Menurut Elly, hal itu terjadi karena masyarakat belum tertib membayar kewajiban mereka. Sehingga kewajiban iuran yang harus dibayar terus tercatat sebagai piutang.

“Ada juga yang menjadi peserta, demi mendapat layanan kesehatan. Setelah itu tidak dibayar lagi,” ungkap Elly.

Untuk itu pihaknya terus menggenjot upaya penagihan piutang pada masyarakat. Selain itu BPJS juga memberikan relaksasi.

Akumulasi piutang peserta BPJS hanya dihitung selama satu tahun saja. Sehingga tidak semakin membengkak dari tahun ke tahun.

Selain itu pada masa pandemi ini, kepesertaan BPJS dari sektor Pekerja Penerima Upah (PPU) juga menurun drastis.

Setidaknya 2.000 kepala keluarga memutuskan keluar dari segmen ini. Mereka kemudian mengajukan diri sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD.

Warga yang keluar dari segmen PPU, kebanyakan bekerja di sektor pariwisata. Entah itu hotel, restoran, maupun villa. Dalam masa pandemi, perusahaan turut memangkas jumlah pegawai mereka.

Termasuk menghentikan pembayaran iuran. Tak pelak hal itu menjadi beban tersendiri bagi warga yang sebelumnya terdaftar.

“Kami harap mereka yang sudah diputus kerjanya, bisa dilaporkan ke BPJS kesehatan. Kami akan non aktifkan status kepesertaannya. Supaya nanti bisa dialihkan.

Entah itu sebagai peserta mandiri, atau dibantu iurannya oleh pemerintah. Karena kami lihat setahun terakhir memang banyak peralihan dari perusahaan, terutama perusahaan pariwisata yang terdampak pandemi,” tutur Elly. 

SINGARAJA – Masa pandemi membuat perekonomian lesu. Sejumlah kewajiban masyarakat di bidang kesehatan pun turut tersendat.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat, piutang pada tahun buku 2021 ini telah mencapai angka Rp 39,48 miliar.

Hal itu terungkap saat Kepala BPJS Kesehatan Buleleng Elly Widiani memberikan keterangan pers di Buleleng kemarin.

Elly mengungkapkan, saat ini jumlah peserta BPJS yang menunggak kewajiban iuran mereka mencapai 41.404 orang.

Terdiri dari 21.130 orang peserta kelas 3, 11.748 orang peserta kelas 2, dan 8.526 orang peserta kelas 1. Total piutang tercatat sebanyak Rp 39.487.927.032, atau Rp 39,48 miliar.

Menurut Elly, hal itu terjadi karena masyarakat belum tertib membayar kewajiban mereka. Sehingga kewajiban iuran yang harus dibayar terus tercatat sebagai piutang.

“Ada juga yang menjadi peserta, demi mendapat layanan kesehatan. Setelah itu tidak dibayar lagi,” ungkap Elly.

Untuk itu pihaknya terus menggenjot upaya penagihan piutang pada masyarakat. Selain itu BPJS juga memberikan relaksasi.

Akumulasi piutang peserta BPJS hanya dihitung selama satu tahun saja. Sehingga tidak semakin membengkak dari tahun ke tahun.

Selain itu pada masa pandemi ini, kepesertaan BPJS dari sektor Pekerja Penerima Upah (PPU) juga menurun drastis.

Setidaknya 2.000 kepala keluarga memutuskan keluar dari segmen ini. Mereka kemudian mengajukan diri sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD.

Warga yang keluar dari segmen PPU, kebanyakan bekerja di sektor pariwisata. Entah itu hotel, restoran, maupun villa. Dalam masa pandemi, perusahaan turut memangkas jumlah pegawai mereka.

Termasuk menghentikan pembayaran iuran. Tak pelak hal itu menjadi beban tersendiri bagi warga yang sebelumnya terdaftar.

“Kami harap mereka yang sudah diputus kerjanya, bisa dilaporkan ke BPJS kesehatan. Kami akan non aktifkan status kepesertaannya. Supaya nanti bisa dialihkan.

Entah itu sebagai peserta mandiri, atau dibantu iurannya oleh pemerintah. Karena kami lihat setahun terakhir memang banyak peralihan dari perusahaan, terutama perusahaan pariwisata yang terdampak pandemi,” tutur Elly. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/