SEMARAPURA – Bupati Klungkung ketiga Tjokorda Gde Agung yang tutup usia di kamar tidurnya, Puri Agung Klungkung, Sabtu (30/5) sekitar pukul 06.00 Wita akhirnya dipelebon kemarin (6/1).
Lantaran digelar di tengah pandemi Covid-19, banyak penyederhanaan dalam prosesi tersebut. Begitu juga warga yang terlibat sangat terbatas dan harus menjalani protokol kesehatan yang sangat ketat.
Puluhan warga tampak sudah berkumpul di Puri Agung Klungkung sejak pagi hari. Selain menggunakan masker dan pelindung wajah, mereka juga tampak menggunakan tanda pengenal.
Pada tanda pengenal tersebut, selain nama juga bertuliskan non reaktif. Pasalnya, mereka yang memiliki tanda pengenal tersebut adalah mereka-mereka yang telah melakukan rapid test antigen.
Penglingsir Puri Agung Klungkung Ida Dalam Semara Putra saat ditemui di Puri Agung Klungkung menjelaskan, mereka yang memiliki tanda pengenal adalah warga yang diizinkan mengikuti prosesi pelebon, Tjokorda Gde Agung.
Di luar itu tidak diperkenankan. Itu lantaran prosesi pelebon Bupati Klungkung yang menjabat pada tahun 1983-1993 tersebut digelar di tengah pandemi Covid-19.
“Jadi, kami harus menjalani protokol kesehatan yang sangat ketat dalam prosesi pelebon ini,” terangnya.
Dijelaskan, pelebon Tjokorda Gde Agung terpaksa digelar di tengah pandemi lantaran tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
Sementara jenazah Bupati Klungkung ketiga itu sudah disemayamkan sejak bulan Mei di Puri Agung Klungkung.
Dan akibatnya, keluarga inti Puri Agung Klungkung pada utamanya tidak bisa menggelar upacara yadnya karena belum dipelebonnya jenazah Tjokorda Gde Agung.
“Apalagi kami sudah sempat mengundurkan jadwal pelebon karena pertimbangan pandemi ini. Sebelumnya pelebon sempat direncanakan digelar di bulan September 2020,” bebernya.
Akibat digelar di teman pandemi Covid-19, diungkapkannya, prosesi pelebon dibuat sesederhana mungkin.
Begitu juga dengan bade, nagabanda dan lembu dibuat sekecil dan seringan mungkin. Jarak tempuh juga dibuat untuk sesingkat mungkin.
“Hanya saja setelah kami memohon ke sulinggih, tidak diperkenankan, bade, nagabanda dan lembu di tempatkan di depan kantor pos yang jaraknya dekat
dengan tempat prosesi. Semuanya diminta untuk ditempatkan di dekat Catus Pata sehingga kami tempatkan di sana,” jelasnya.
Sementara itu, putra pertama Tjokorda Gde Agung, Tjokorda Gde Indra Putra menambahkan ada sebanyak 300 orang menjalani rapid test antigen.
Mereka adalah keluarga puri dan juga warga dari sejumlah banjar yang dilibatkan dalam mempersiapkan hingga tuntasnya prosesi tersebut.
Secara terpisah, Kapolres Klungkung AKBP Bima Aria Viyasa mengungkapkan untuk memastikan protokol kesehatan diterapkan dalam prosesi tersebut ada sekitar 220 personel Polres Klungkung yang diterjunkan.
Tidak ingin prosesi tersebut menjadi tontonan warga, 21 titik ruas jalan ditutup untuk manusia dan 15 titik ruas jalan buka tutup.
“Seluruh keluarga dan warga yang ngayah (terlibat dalam prosesi) sudah menjalani rapid antigen,” tandasnya.
Sekitar pukul 11.15, jenazah Tjokorda Gde Agung mulai dikeluarkan dari Puri Agung Klungkung.
Masyarakat yang kedapatan tidak memiliki tanda pengenal pun diminta untuk meninggalkan lokasi dilakukannya prosesi.
Menggunakan pengeras suara, personel Polres Klungkung pun mengingatkan warga yang terlibat dalam prosesi untuk menerapkan protokol kesehatan.
Setelah sejumlah prosesi dilakukan di Catus Pata Klungkung. Prosesi pelebon dilanjutkan di pegesengan Tegal Linggah di Desa Adat Semarapura sekitar pukul 12.20.