26.6 C
Jakarta
24 April 2024, 22:31 PM WIB

Duh, Limbah Medis Puskesmas Dibiarkan Teronggak Tak Tertangani

BANJAR – Limbah medis hasil pelayanan medis di puskesmas dan rumah sakit yang ada di Buleleng, tak kunjung tertangani.

Fasilitas pengolahan limbah medis berupa incinerator, hingga kini belum bisa digunakan karena belum mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Alhasil pemerintah harus merogoh kocek dan membayar pihak ketiga untuk menangani limbah medis tersebut.

Peliknya penanganan limbah medis ini, dikhawatirkan berdampak pada lingkungan. Pasalnya limbah medis sangat berbahaya.

Selain beracun, bila dibiarkan dalam waktu lama juga bisa memicu penyakit. Bahkan, bekas peralatan medis seperti jarum suntik yang tanpa sengaja terinjak, bisa memicu munculnya penyakit menular.

Bahkan konon sempat ditemukan limbah medis di Pantai Banjar. Komisi IV DPRD Buleleng sempat melakukan inspeksi ke sejumlah fasilitas incinerator yang ada di Buleleng.

Di antaranya di RSUD Buleleng dan Puskesmas Banjar I. Namun fasilitas pengolahan limbah itu kini terpaksa nganggur karena tak mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Bahkan direksi RSUD Buleleng dan Kepala Puskesmas Banjar I drg. Novara Sona sempat dipanggil penyidik Polda Bali terkait incinerator itu.

Konon dalam undang-undang, tiap rumah sakit dan puskesmas wajib memiliki pengolahan limbah berupa incinerator sebelum mengantongi izin.

Namun, terbit aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang mewajibkan incinerator beroperasi di kawasan industri.

Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Gde Wisnaya Wisna mengatakan penanganan limbah medis memang cukup pelik.

Buktinya saat sidak dewan menemui incinerator yang nganggur karena tak dapat izin. Padahal tiap hari fasilitas pelayanan kesehatan di Buleleng pasti menghasilkan sampah medis.

Untuk menanggulangi sampah medis itu, konon pemerintah harus menyewa jasa pihak ketiga. Nilainya pun fantastis. Berkisar antara Rp 16ribu hingga Rp 50ribu per kilogram.

“Rumah sakit pratama saja limbahnya 12 kilogram per hari. Ini belum puskesmas, belum rumah sakit umum.

Sementara ini sampahnya ya ditumpuk dan ini kan berbahaya. Itu beracun dan bisa menyebabkan paparan penyakit,” kata Wisnaya.

Solusinya dewan akan mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan berupaya melobi agar kementerian memberikan izin operasional pada salah satu incinerator yang ada di Buleleng.

Entah itu yang ada di RSUD Buleleng atau di Puskesmas Banjar I. Ketimbang fasilitas yang ada dibiarkan mangkrak. 

BANJAR – Limbah medis hasil pelayanan medis di puskesmas dan rumah sakit yang ada di Buleleng, tak kunjung tertangani.

Fasilitas pengolahan limbah medis berupa incinerator, hingga kini belum bisa digunakan karena belum mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Alhasil pemerintah harus merogoh kocek dan membayar pihak ketiga untuk menangani limbah medis tersebut.

Peliknya penanganan limbah medis ini, dikhawatirkan berdampak pada lingkungan. Pasalnya limbah medis sangat berbahaya.

Selain beracun, bila dibiarkan dalam waktu lama juga bisa memicu penyakit. Bahkan, bekas peralatan medis seperti jarum suntik yang tanpa sengaja terinjak, bisa memicu munculnya penyakit menular.

Bahkan konon sempat ditemukan limbah medis di Pantai Banjar. Komisi IV DPRD Buleleng sempat melakukan inspeksi ke sejumlah fasilitas incinerator yang ada di Buleleng.

Di antaranya di RSUD Buleleng dan Puskesmas Banjar I. Namun fasilitas pengolahan limbah itu kini terpaksa nganggur karena tak mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Bahkan direksi RSUD Buleleng dan Kepala Puskesmas Banjar I drg. Novara Sona sempat dipanggil penyidik Polda Bali terkait incinerator itu.

Konon dalam undang-undang, tiap rumah sakit dan puskesmas wajib memiliki pengolahan limbah berupa incinerator sebelum mengantongi izin.

Namun, terbit aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang mewajibkan incinerator beroperasi di kawasan industri.

Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Gde Wisnaya Wisna mengatakan penanganan limbah medis memang cukup pelik.

Buktinya saat sidak dewan menemui incinerator yang nganggur karena tak dapat izin. Padahal tiap hari fasilitas pelayanan kesehatan di Buleleng pasti menghasilkan sampah medis.

Untuk menanggulangi sampah medis itu, konon pemerintah harus menyewa jasa pihak ketiga. Nilainya pun fantastis. Berkisar antara Rp 16ribu hingga Rp 50ribu per kilogram.

“Rumah sakit pratama saja limbahnya 12 kilogram per hari. Ini belum puskesmas, belum rumah sakit umum.

Sementara ini sampahnya ya ditumpuk dan ini kan berbahaya. Itu beracun dan bisa menyebabkan paparan penyakit,” kata Wisnaya.

Solusinya dewan akan mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan berupaya melobi agar kementerian memberikan izin operasional pada salah satu incinerator yang ada di Buleleng.

Entah itu yang ada di RSUD Buleleng atau di Puskesmas Banjar I. Ketimbang fasilitas yang ada dibiarkan mangkrak. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/