26.1 C
Jakarta
26 April 2024, 5:52 AM WIB

Hasil Menggiurkan, Profesi Buruh Angkut Pelabuhan Dilirik Emak-emak

SEMARAPURA –  Keberadaan pelabuhan tradisional di Kabupaten Klungkung tidak hanya membantu masyarakat dalam memberikan layanan penyeberangan ke Kecamatan Nusa Penida.

Namun, juga memberi berkah bagi warga yang tinggal di sekitar pelabuhan. Seperti profesi buruh angkut barang ke dalam jukung di Pelabuhan Tradisional Tribuana,

Desa Kusamba, Kecamatan Dawan yang tidak hanya dilakoni para pria warga setempat, namun juga para wanitanya.

Beberapa waktu lalu tampak belasan ibu-ibu menjunjung barang-barang seperti kasur, beras, sarana upakara dan lainnya dari gudang di Pelabuhan Tradisional Tribuana ke pesisir pantai.

Tidak hanya wanita dewasa alias ibu-ibu, dalam aktivitas pengangkutan barang yang akan dibawa ke Nusa Penida itu tampak pula wanita lanjut usia.

Meski sudah tidak muda lagi, mereka tampak bersemangat menjunjung satu per satu barang yang akan dimasukkan ke dalam jukung.

Salah seorang burung angkut wanita, Putu Toya, 55 asal Banjar Tribuana Desa Kusamba, Kecamatan Dawan mengungkapkan ia telah

berprofesi sebagai burung angkut barang di Pelabuhan Tribuana saat pelabuhan tersebut pertama kali beroperasi.

Meski begitu, ia tidak ingat pasti sejak tahun berapa Pelabuhan Tribuana ini mulai dioperasikan. “Dari awal saya sudah di sini. Bisa dikatakan dari nol saya sudah di sini,” ujarnya.

Diakuinya bekerja sebagai buruh angkut barang tidaklah mudah. Ia kerap mengalami pegal-pegal seusai bekerja.

Bahkan, setiap bulan ia rutin disuntik untuk meredakan rasa pegal di badannya itu. Meski sakit, ia tidak bisa beralih dari profesinya itu mengingat penghasilan yang didapat cukup lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau sepi, dapat sekitar Rp 50 ribu per hari. Kalau banyak barang yang diangkut, bisa Rp 100 ribu lebih. Kalau jelang hari raya, pasti banyak barang yang diangkut,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan, Ni Wayan Suriani, buruh angkut lainnya. Menurut Suriani, profesi sebagai burung akut di pelabuhan Tribuana merupakan pekerjaan utamanya.

Dari profesinya itu, ia bisa mendapat minimal Rp 50 ribu per hari. Pendapatan tersebut ia peroleh waktu kerja yang dimulai dari pukul 04.00-08.30 untuk shift pagi. Dan mulai pukul 08.30-18.00 untuk shift siang.

 “Di sini ada dua kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 13 orang yang semuanya wanita,” terangnya.

Jika cuaca sedang buruk dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyeberangan barang, biasanya ia akan menenun dengan upah Rp 45 ribu untuk selembar kain tenun yang dikerjakan dengan menelan waktu hingga sebulan lamanya.

“Kalau ada yang memesan untuk dibuatkan banten, saya buat banten. Jadi lebih menguntungkan jadi burung akut di pelabuhan walau lebih capek. Bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” tandasnya. 

SEMARAPURA –  Keberadaan pelabuhan tradisional di Kabupaten Klungkung tidak hanya membantu masyarakat dalam memberikan layanan penyeberangan ke Kecamatan Nusa Penida.

Namun, juga memberi berkah bagi warga yang tinggal di sekitar pelabuhan. Seperti profesi buruh angkut barang ke dalam jukung di Pelabuhan Tradisional Tribuana,

Desa Kusamba, Kecamatan Dawan yang tidak hanya dilakoni para pria warga setempat, namun juga para wanitanya.

Beberapa waktu lalu tampak belasan ibu-ibu menjunjung barang-barang seperti kasur, beras, sarana upakara dan lainnya dari gudang di Pelabuhan Tradisional Tribuana ke pesisir pantai.

Tidak hanya wanita dewasa alias ibu-ibu, dalam aktivitas pengangkutan barang yang akan dibawa ke Nusa Penida itu tampak pula wanita lanjut usia.

Meski sudah tidak muda lagi, mereka tampak bersemangat menjunjung satu per satu barang yang akan dimasukkan ke dalam jukung.

Salah seorang burung angkut wanita, Putu Toya, 55 asal Banjar Tribuana Desa Kusamba, Kecamatan Dawan mengungkapkan ia telah

berprofesi sebagai burung angkut barang di Pelabuhan Tribuana saat pelabuhan tersebut pertama kali beroperasi.

Meski begitu, ia tidak ingat pasti sejak tahun berapa Pelabuhan Tribuana ini mulai dioperasikan. “Dari awal saya sudah di sini. Bisa dikatakan dari nol saya sudah di sini,” ujarnya.

Diakuinya bekerja sebagai buruh angkut barang tidaklah mudah. Ia kerap mengalami pegal-pegal seusai bekerja.

Bahkan, setiap bulan ia rutin disuntik untuk meredakan rasa pegal di badannya itu. Meski sakit, ia tidak bisa beralih dari profesinya itu mengingat penghasilan yang didapat cukup lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau sepi, dapat sekitar Rp 50 ribu per hari. Kalau banyak barang yang diangkut, bisa Rp 100 ribu lebih. Kalau jelang hari raya, pasti banyak barang yang diangkut,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan, Ni Wayan Suriani, buruh angkut lainnya. Menurut Suriani, profesi sebagai burung akut di pelabuhan Tribuana merupakan pekerjaan utamanya.

Dari profesinya itu, ia bisa mendapat minimal Rp 50 ribu per hari. Pendapatan tersebut ia peroleh waktu kerja yang dimulai dari pukul 04.00-08.30 untuk shift pagi. Dan mulai pukul 08.30-18.00 untuk shift siang.

 “Di sini ada dua kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 13 orang yang semuanya wanita,” terangnya.

Jika cuaca sedang buruk dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyeberangan barang, biasanya ia akan menenun dengan upah Rp 45 ribu untuk selembar kain tenun yang dikerjakan dengan menelan waktu hingga sebulan lamanya.

“Kalau ada yang memesan untuk dibuatkan banten, saya buat banten. Jadi lebih menguntungkan jadi burung akut di pelabuhan walau lebih capek. Bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/