RadarBali.com – Membludaknya jumlah tenaga kontrak di Pemkab Buleleng, kembali menjadi sorotan DPRD Buleleng.
Dewan menduga pemerintah merekrut tenaga kontrak tanpa menggunakan perhitungan beban kerja. Dampaknya anggaran pemerintah banyak tersedot untuk membayar honorarium tenaga kontrak.
Hingga kini, tak ada data pasti berapa jumlah tenaga kontrak yang ada di Pemkab Buleleng. Dalam berkali-kali rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPRD Buleleng, pemerintah selalu mengklaim hanya menghitung jumlah PNS dan tenaga honor daerah (honda).
Sementara tenaga kontrak menjadi tanggungjawab masing-masing SKPD. Anggota Komisi I DPRD Buleleng, Putu Tirta Adnyana mengatakan, saat ini jumlah tenaga kontrak di Pemkab Buleleng benar-benar membeludak.
Ia menduga, jumlahnya hampir berbanding lurus dengan jumlah PNS di Kabupaten Buleleng yang jumlahnya mencapai 10.303 orang (data tahun 2015, red).
Membludaknya jumlah tenaga kontrak, dipicu perhitungan tenaga kontrak yang tidak sesuai dengan kebutuhan beban kerja di masing-masing SKPD.
Menurut Tirta, dari tahun ke tahun jumlah tenaga kontrak di instansi pemerintah terus menunjukkan peningkatan.
Sejauh ini, kata politisi Golkar itu, pemerintah tidak memiliki jumlah pasti tenaga kontrak yang ada. Ia menduga jumlah tenaga kontrak tak kurang dari 8.000 orang.
“Data Pasti tidak ada, karena pemerintah sendiri yang tidak punya data. Tahun 2017 saja menghabiskan anggaran untuk gaji Rp 97 miliar. Tahun depan, bisa jadi meningkat,” kata Tirta.
Ia mendesak pemerintah menghitung ulang kebutuhan tenaga kontrak yang disesuaikan dengan beban kerja yang ada.
Selain itu ia menagih janji pasangan Putu Agus Suradnyana-Nyoman Sutjidra, yang sempat berjanji akan melakukan tes ulang tenaga kontrak dengan menggandeng Undiksha Singaraja, demi efektifitas kinerja tenaga kontrak.
“Dulu pernah disampaikan akan ada test untuk mendata ulang tenaga kontrak. Tapi faktanya, kok terus bertambah. Evaluasi ini penting lho.
Kalau memang tidak dibutuhkan, kinerjanya tidak efektif, putus saja kontraknya. Jangan didiamkan,” imbuh pria yang selama ini dikenal vokal dalam urusan anggaran itu.
Selain itu, politisi asal Desa Bondalem ini mendesak agar pemerintah mempertimbangkan kembali gaji guru kontrak yang besarnya hanya Rp 1,2 juta.
Alasannya para guru kontrak memiliki kinerja yang hampir sama dengan guru bertstatus PNS. Sedangkan guru dengan status PNS yang sudah lolos sertifikasi, bisa mengantongi pendapatan hingga Rp 8 juta per bulan