31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 9:55 AM WIB

Kabar Baik, Kementerian LKH Buka Peluang Desa Adat Kelola Hutan Adat

SINGARAJA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, memberikan peluang pada desa adat untuk mengelola hutan adat.

Konsep pengelolaan hutan adat itu telah dilakukan di Desa Tenganan, Karangasem. Pengelolaan hutan oleh komunitas adat, diyakini bisa memberikan dampak positif bagi pelestarian dan pelindungan hutan.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Sesditjen PSKL) KLHK RI, Apik Karyana, yang ditemui di Desa Pemaron kemarin.

Apik Karyana hadir guna memberikan masukan terkait tata kelola hutan desa di Kabupaten Buleleng. Apik Karyana mengungkapkan, Bali memiliki modal sosial dan ikatan sosial yang sangat kuat.

Terutama di desa adat. Selain itu budaya serta aturan hukum adat yang diterapkan di komunitas adat, mampu mengikat masyarakat sangat kuat.

Dengan modal-modal tersebut, desa adat sangat berpeluang mengelola hutan adat. Menurutnya ada lima skema pengelolaan perhutanan sosial.

Di antaranya hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan, dan hutan adat,

“Modal budaya dan ikatan sosial ini sangat bagus bila masyarakat adat ingin mengelola hutan adat. Contohnya yang sudah jalan itu di Desa Tenganan.

Jadi masyarakat adat bisa mengembangkan dan mengintegerasikan nilai-nilai adat yang terkandung di dalamnya,” jelasnya.

Apabila desa adat hendak mengelola hutan adat, KLHK meminta agar pemerintah daerah segera mengurus peraturan daerah (perda).

Peraturan daerah itu mencakup kepastian keberadaan masyarakat adat, bentuk desa adat, serta aturan-aturan adat yang ada di dalamnya.

“Apalagi kalau ada pura di dalamnya. Itu boleh diajukan dikelola sebagai hutan adat. Dengan catatan, fungsinya tidak diubah. Kalau selama ini fungsinya konservasi, harus tetap konservasi.

Kalau hutan lindung, tetap jadi hutan lindung. Kalau dari awal hutan produksi, silakan digunakan untuk produksi,” ujarnya.

Apabila nantinya desa adat telah mendapat hak pengelolaan hutan adat, maka masyarakat adat dapat mengelolanya semaksimal mungkin untuk kebutuhan adat.

“Misalnya untuk kebutuhan upakara. Justru hutan itu harus ditanami dan dimanfaatkan untuk masyarakat,” tegas Apik.

Sekadar diketahui hingga kini di Kabupaten Buleleng ada 36 desa yang mendapat hak pengelolaan hutan desa. Selain itu ada tiga desa dinas yang tengah mengajukan hak pengelolaan hutan desa.

Masing-masing Desa Sepang Kelod, Desa Tukadsumaga, dan Desa Banyupoh. Disamping itu Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang meliputi Desa Adat Munduk,

Desa Adat Gesing, Desa Adat Umajero, dan Desa Adat Gobleg juga mengajukan izin hak pengelolaan hutan adat di sekitar Danau Tamblingan. 

SINGARAJA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, memberikan peluang pada desa adat untuk mengelola hutan adat.

Konsep pengelolaan hutan adat itu telah dilakukan di Desa Tenganan, Karangasem. Pengelolaan hutan oleh komunitas adat, diyakini bisa memberikan dampak positif bagi pelestarian dan pelindungan hutan.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Sesditjen PSKL) KLHK RI, Apik Karyana, yang ditemui di Desa Pemaron kemarin.

Apik Karyana hadir guna memberikan masukan terkait tata kelola hutan desa di Kabupaten Buleleng. Apik Karyana mengungkapkan, Bali memiliki modal sosial dan ikatan sosial yang sangat kuat.

Terutama di desa adat. Selain itu budaya serta aturan hukum adat yang diterapkan di komunitas adat, mampu mengikat masyarakat sangat kuat.

Dengan modal-modal tersebut, desa adat sangat berpeluang mengelola hutan adat. Menurutnya ada lima skema pengelolaan perhutanan sosial.

Di antaranya hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan, dan hutan adat,

“Modal budaya dan ikatan sosial ini sangat bagus bila masyarakat adat ingin mengelola hutan adat. Contohnya yang sudah jalan itu di Desa Tenganan.

Jadi masyarakat adat bisa mengembangkan dan mengintegerasikan nilai-nilai adat yang terkandung di dalamnya,” jelasnya.

Apabila desa adat hendak mengelola hutan adat, KLHK meminta agar pemerintah daerah segera mengurus peraturan daerah (perda).

Peraturan daerah itu mencakup kepastian keberadaan masyarakat adat, bentuk desa adat, serta aturan-aturan adat yang ada di dalamnya.

“Apalagi kalau ada pura di dalamnya. Itu boleh diajukan dikelola sebagai hutan adat. Dengan catatan, fungsinya tidak diubah. Kalau selama ini fungsinya konservasi, harus tetap konservasi.

Kalau hutan lindung, tetap jadi hutan lindung. Kalau dari awal hutan produksi, silakan digunakan untuk produksi,” ujarnya.

Apabila nantinya desa adat telah mendapat hak pengelolaan hutan adat, maka masyarakat adat dapat mengelolanya semaksimal mungkin untuk kebutuhan adat.

“Misalnya untuk kebutuhan upakara. Justru hutan itu harus ditanami dan dimanfaatkan untuk masyarakat,” tegas Apik.

Sekadar diketahui hingga kini di Kabupaten Buleleng ada 36 desa yang mendapat hak pengelolaan hutan desa. Selain itu ada tiga desa dinas yang tengah mengajukan hak pengelolaan hutan desa.

Masing-masing Desa Sepang Kelod, Desa Tukadsumaga, dan Desa Banyupoh. Disamping itu Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang meliputi Desa Adat Munduk,

Desa Adat Gesing, Desa Adat Umajero, dan Desa Adat Gobleg juga mengajukan izin hak pengelolaan hutan adat di sekitar Danau Tamblingan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/