33.8 C
Jakarta
27 April 2024, 13:35 PM WIB

Rawan Dicabut, Sudirta Dorong Pergub Arak Bali Segera Diperdakan

DENPASAR- Gubernur Bali Wayan Koster melegalkan arak Bali dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali.

Merespon dengan terbitnya Pergub Nomor 1/2020, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Bali, I Wayan Sudirta SH selain mengapresiasi langkap Gubernur Koster, pihaknya juga mendorong agar Pergub tersebut ditingkatkan menjadi perda (Peraturan daerah).

Alasan advokat senior yang juga duduk sebagai Koordinator tim Hukum DPP PDI Perjuangan ini mendorong agar pergub ditingkatkan menjadi perda, karena dari aspek hukum,  kebijakan, maupun landasan lebih kuat.

“Sebab kalau pergub ini kan kalau ganti gubernur bisa dicabut. Hati-hati ini. Masih ada kerawanan dari aspek hukum dan kebijakan. Nanti kalau gubernur yang berikutnya mendapat tekanan menjelang kampanye ada kelompok-kelompok tertentu menekan jangan legalkan miras. Ada kasus tertentu meledak karena miras, gubernurnya ditekan, ini bisa  dicabut.

Kalau gubernurnya bukan Pak Koster? Ingat ini. Kan kita tidak bisa meramalkan?,”terang politisi asal Desa Pippid, Abang, Karangasem ini.
Untuk itu, ia menilai jika dorongan untuk segera menaikkan pergub menjadi perda sangat urgent (penting) demi mendukung substansi dan keinginan gubernur dan rakyat Bali.

“Jadi (dorongan) ini bukan asal-asalan keluar dari saya. Tetapi lebih untuk substansi gubernur dan rakyat Bali. Buatlah segera perda,”tandas anggota Baleg DPR RI ini.

Menurut Sudirta, dengan adanya Pergub pelegalan Arak Bali, ia juga optimistis dan yakin bisa gol menjadi perda.

Salah satu bukti, Sudirta mencontohkan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurutnya, di NTT sudah eksport.

“Empat hari yang lalu (Kamis (6/2) malam) saya bertemu gubernur NTT ketika saya tugas kunjungan komisi III. Gubernurnya bergabung, lalu malam sehabis acara, kami berdialog dengan gubernur, kajati, dan kapolda. Sempat saya membicarakan masalah (miras) ini. Ternyata NTT sudah export. Jadi landasannya kuat,”papar mantan Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI ini.

Lebih lanjut, Sudirta juga menerangkan bahwa dengan dinaikkannya Pergub Arak Bali menjadi Perda, karena kelak, pemerintah tidak boleh lagi membebankan produki arak itu pada petani sendiri.

“Kalau kita ikuti bagaimana proses sapi kobe menjadi 20 kali lipat dari harga sapi biasa, sapi biasa sekian kali lipat dibanding Australia.

Tapi sapi kobe sekian kali lipat dari sapi Australi. Kenapa? Karena pemerintah turun tangan sendiri. Mengatur bagiaman teknis peternakannya, pelabelannya, pemasarannya, izin idustrinya, hubungan internasionalnya, perdagangan internasionalnya itu dikawal. Sehingga sapi kobe ada yang berharga hingga 50 kali lipat,”beber Sudirta.

Lalu bagaimana rakyat dengan modal? Menurut Sudirta, persoalan modal, keberadaan koperasi bisa menolong. “Koperasi dan LPD bisa menolong, Bumdes bisa membantu, perindustrian bisa membuat. Intinya harus bisa,”tegasnya.

Intinya, imbuh Sudirta, kemauan politik yang didukung oleh kerja keras perlu segera diwujudkan.

“Sehingga kelak tidak boleh ada lagi pemikiran yang mengatakan bahwa ini kualitasnya tak memadai, atau persyaratannya tidak terpenuhi. Tentu saja rakyat tidak mampu mengatasi semua itu,” terang Sudirta.

Menurutnya, tangan rakyat terlalu lemah dan kecil untuk mengangkat beban-beban persyaratan, kualitas untuk bersaing dengan  minuman internasional. Sehingga jika persoalan itu diurus dengan baik, Sudirta optimistis potensi produksi di kalangan petani Bali akan  lebih unggul dibandingkan dengan negara lain seperti Perancis, Italia maupun Jepang.

“Kita (Indonesia) itu unggul,luas, alamnya beragam. Mau arak rasa apa? Mau arak model apa?tentu arak di kubu beda dengan arak di mudita dan sidemen. Di kubu dengan sidemen pasti beda. Salak juga begitu. Salak sibetan dengan salak di pupuan itu pasti beda.

Nah, oleh karena itu, menurutnya, dengan momentum yang baik, pihaknya mengajak untuk saling menghargai, mendukung kebijakan gubernur.

“Tetapi gubernur perlu menindaklanjuti semangat ini lebih maksimal. Tingkatkan terus sehingga arak ini setidak-tidaknyabisa menutup kebutuhan wilayah Bali.Setelah itu membantu kebutuhan-kebutuhan Indonesia khususnya di wilayah Indonesia timur seperti NTT, Papua, Sulawesi utara. Ini kebutuhan miras sangat tinggi,”pintanya.

DENPASAR- Gubernur Bali Wayan Koster melegalkan arak Bali dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali.

Merespon dengan terbitnya Pergub Nomor 1/2020, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Bali, I Wayan Sudirta SH selain mengapresiasi langkap Gubernur Koster, pihaknya juga mendorong agar Pergub tersebut ditingkatkan menjadi perda (Peraturan daerah).

Alasan advokat senior yang juga duduk sebagai Koordinator tim Hukum DPP PDI Perjuangan ini mendorong agar pergub ditingkatkan menjadi perda, karena dari aspek hukum,  kebijakan, maupun landasan lebih kuat.

“Sebab kalau pergub ini kan kalau ganti gubernur bisa dicabut. Hati-hati ini. Masih ada kerawanan dari aspek hukum dan kebijakan. Nanti kalau gubernur yang berikutnya mendapat tekanan menjelang kampanye ada kelompok-kelompok tertentu menekan jangan legalkan miras. Ada kasus tertentu meledak karena miras, gubernurnya ditekan, ini bisa  dicabut.

Kalau gubernurnya bukan Pak Koster? Ingat ini. Kan kita tidak bisa meramalkan?,”terang politisi asal Desa Pippid, Abang, Karangasem ini.
Untuk itu, ia menilai jika dorongan untuk segera menaikkan pergub menjadi perda sangat urgent (penting) demi mendukung substansi dan keinginan gubernur dan rakyat Bali.

“Jadi (dorongan) ini bukan asal-asalan keluar dari saya. Tetapi lebih untuk substansi gubernur dan rakyat Bali. Buatlah segera perda,”tandas anggota Baleg DPR RI ini.

Menurut Sudirta, dengan adanya Pergub pelegalan Arak Bali, ia juga optimistis dan yakin bisa gol menjadi perda.

Salah satu bukti, Sudirta mencontohkan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurutnya, di NTT sudah eksport.

“Empat hari yang lalu (Kamis (6/2) malam) saya bertemu gubernur NTT ketika saya tugas kunjungan komisi III. Gubernurnya bergabung, lalu malam sehabis acara, kami berdialog dengan gubernur, kajati, dan kapolda. Sempat saya membicarakan masalah (miras) ini. Ternyata NTT sudah export. Jadi landasannya kuat,”papar mantan Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI ini.

Lebih lanjut, Sudirta juga menerangkan bahwa dengan dinaikkannya Pergub Arak Bali menjadi Perda, karena kelak, pemerintah tidak boleh lagi membebankan produki arak itu pada petani sendiri.

“Kalau kita ikuti bagaimana proses sapi kobe menjadi 20 kali lipat dari harga sapi biasa, sapi biasa sekian kali lipat dibanding Australia.

Tapi sapi kobe sekian kali lipat dari sapi Australi. Kenapa? Karena pemerintah turun tangan sendiri. Mengatur bagiaman teknis peternakannya, pelabelannya, pemasarannya, izin idustrinya, hubungan internasionalnya, perdagangan internasionalnya itu dikawal. Sehingga sapi kobe ada yang berharga hingga 50 kali lipat,”beber Sudirta.

Lalu bagaimana rakyat dengan modal? Menurut Sudirta, persoalan modal, keberadaan koperasi bisa menolong. “Koperasi dan LPD bisa menolong, Bumdes bisa membantu, perindustrian bisa membuat. Intinya harus bisa,”tegasnya.

Intinya, imbuh Sudirta, kemauan politik yang didukung oleh kerja keras perlu segera diwujudkan.

“Sehingga kelak tidak boleh ada lagi pemikiran yang mengatakan bahwa ini kualitasnya tak memadai, atau persyaratannya tidak terpenuhi. Tentu saja rakyat tidak mampu mengatasi semua itu,” terang Sudirta.

Menurutnya, tangan rakyat terlalu lemah dan kecil untuk mengangkat beban-beban persyaratan, kualitas untuk bersaing dengan  minuman internasional. Sehingga jika persoalan itu diurus dengan baik, Sudirta optimistis potensi produksi di kalangan petani Bali akan  lebih unggul dibandingkan dengan negara lain seperti Perancis, Italia maupun Jepang.

“Kita (Indonesia) itu unggul,luas, alamnya beragam. Mau arak rasa apa? Mau arak model apa?tentu arak di kubu beda dengan arak di mudita dan sidemen. Di kubu dengan sidemen pasti beda. Salak juga begitu. Salak sibetan dengan salak di pupuan itu pasti beda.

Nah, oleh karena itu, menurutnya, dengan momentum yang baik, pihaknya mengajak untuk saling menghargai, mendukung kebijakan gubernur.

“Tetapi gubernur perlu menindaklanjuti semangat ini lebih maksimal. Tingkatkan terus sehingga arak ini setidak-tidaknyabisa menutup kebutuhan wilayah Bali.Setelah itu membantu kebutuhan-kebutuhan Indonesia khususnya di wilayah Indonesia timur seperti NTT, Papua, Sulawesi utara. Ini kebutuhan miras sangat tinggi,”pintanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/