29.2 C
Jakarta
25 November 2024, 19:04 PM WIB

Hubungan Pemkab dan Puri Memanas, Puri Blokir Akses Jalan di Disbud

SINGARAJA – Hubungan Pemkab Buleleng dengan Puri Gede Buleleng kembali memanas. Pihak puri melakukan pemblokiran akses jalan di Dinas Kebudayaan Buleleng.

Akses jalan itu menghubungkan Wantilan Sasana Budaya dengan bangunan Sekretariat Disbud Buleleng.

Diduga pemblokiran itu merupakan muara dari masalah pemasangan tembok dan pemagaran yang sempat terjadi pada pengujung Februari silam.

Pemblokiran akses jalan itu dilakukan secara bertahap sejak Sabtu (7/9) lalu. Awalnya sekitar pukul 13.00 siang,

pihak puri memasang palang di pintu kecil yang menghubungkan antara bangunan Museum Buleleng dan Sekretariat Dinas Kebudayaan Buleleng.

Belakangan pada Minggu (9/9) sore, pihak puri kembali memasang palang. Kali ini palang itu dipasang pada jalan yang menghubungkan antara Wantilan Sasana Budaya dengan sekretariat dan Gedong Kirtya.

Bukan hanya memasang palang, pihak puri juga memasang spanduk yang menyatakan bahwa lahan itu milik Anak Agung Gde Djlantik berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 039 Tahun 2002.

Penglingsir Puri Kanginan Anak Agung Ngurah Parwata Panji yang ditemui pagi kemarin, mengaku pihaknya yang memasang blokade di lahan tersebut.

Menurutnya, lahan itu merupakan hak milik puri berdasar SHM Nomor 039 Tahun 2002. Dalam sertifikat itu, pihak puri disebut menguasai lahan seluas 2.250 meter persegi.

Lahan yang menjadi hak puri berdasar SHM 039 adalah jalan di sebelah timur Gedong Kirtya, Taman Angsoka, hingga ke bagian puri di sebelah selatan Disbud Buleleng.

Sebenarnya pihak puri tak ingin mengambil langkah frontal dengan melakukan pemagaran. Hanya saja pihak puri menilai belum ada upaya lanjutan usai “kesepakatan damai” usai insiden pemagaran pada akhir Februari lalu.

“Jalan itu sampai sekarang masih digunakan parkir. Sehingga kami dari puri tidak bisa menggunakan untuk akses keluar masuk. Kami hanya minta tolong diberi akses jalan, itu saja sebenarnya,” kata Parwata.

Parwata juga menyebut ada tumpang tindih antara SHM 039 milik puri dengan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 004 Tahun 2009 yang dipegang Pemkab Buleleng.

Dalam SHP Nomor 004, tanah yang semestinya menjadi milik puri sebagaimana tercantum dalam SHM 039, justru tidak muncul.

Sebaliknya dalam SHP 004, pemerintah mengklaim jalan di sisi timur Gedong Kirtya dan Taman Angsoka, merupakan hak milik pemkab.

Lantaran tumpang tindih, pihaknya juga meminta Kantor Pertanahan Buleleng melakukan mediasi. Namun dari lima kali undangan yang dilayangkan, pihak pemerintah tak pernah hadir.

“Tanggal 4 Juli, tanggal 15 Juli, 29 Juli, 7 Agustus, terakhir 15 Agustus, pemda tidak pernah datang. Kalau begini, bagaimana mau selesaikan masalah? Makanya kami blok areal itu, karena kami punya bukti SHM 039 tahun 2002,” tegasnya.

SINGARAJA – Hubungan Pemkab Buleleng dengan Puri Gede Buleleng kembali memanas. Pihak puri melakukan pemblokiran akses jalan di Dinas Kebudayaan Buleleng.

Akses jalan itu menghubungkan Wantilan Sasana Budaya dengan bangunan Sekretariat Disbud Buleleng.

Diduga pemblokiran itu merupakan muara dari masalah pemasangan tembok dan pemagaran yang sempat terjadi pada pengujung Februari silam.

Pemblokiran akses jalan itu dilakukan secara bertahap sejak Sabtu (7/9) lalu. Awalnya sekitar pukul 13.00 siang,

pihak puri memasang palang di pintu kecil yang menghubungkan antara bangunan Museum Buleleng dan Sekretariat Dinas Kebudayaan Buleleng.

Belakangan pada Minggu (9/9) sore, pihak puri kembali memasang palang. Kali ini palang itu dipasang pada jalan yang menghubungkan antara Wantilan Sasana Budaya dengan sekretariat dan Gedong Kirtya.

Bukan hanya memasang palang, pihak puri juga memasang spanduk yang menyatakan bahwa lahan itu milik Anak Agung Gde Djlantik berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 039 Tahun 2002.

Penglingsir Puri Kanginan Anak Agung Ngurah Parwata Panji yang ditemui pagi kemarin, mengaku pihaknya yang memasang blokade di lahan tersebut.

Menurutnya, lahan itu merupakan hak milik puri berdasar SHM Nomor 039 Tahun 2002. Dalam sertifikat itu, pihak puri disebut menguasai lahan seluas 2.250 meter persegi.

Lahan yang menjadi hak puri berdasar SHM 039 adalah jalan di sebelah timur Gedong Kirtya, Taman Angsoka, hingga ke bagian puri di sebelah selatan Disbud Buleleng.

Sebenarnya pihak puri tak ingin mengambil langkah frontal dengan melakukan pemagaran. Hanya saja pihak puri menilai belum ada upaya lanjutan usai “kesepakatan damai” usai insiden pemagaran pada akhir Februari lalu.

“Jalan itu sampai sekarang masih digunakan parkir. Sehingga kami dari puri tidak bisa menggunakan untuk akses keluar masuk. Kami hanya minta tolong diberi akses jalan, itu saja sebenarnya,” kata Parwata.

Parwata juga menyebut ada tumpang tindih antara SHM 039 milik puri dengan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 004 Tahun 2009 yang dipegang Pemkab Buleleng.

Dalam SHP Nomor 004, tanah yang semestinya menjadi milik puri sebagaimana tercantum dalam SHM 039, justru tidak muncul.

Sebaliknya dalam SHP 004, pemerintah mengklaim jalan di sisi timur Gedong Kirtya dan Taman Angsoka, merupakan hak milik pemkab.

Lantaran tumpang tindih, pihaknya juga meminta Kantor Pertanahan Buleleng melakukan mediasi. Namun dari lima kali undangan yang dilayangkan, pihak pemerintah tak pernah hadir.

“Tanggal 4 Juli, tanggal 15 Juli, 29 Juli, 7 Agustus, terakhir 15 Agustus, pemda tidak pernah datang. Kalau begini, bagaimana mau selesaikan masalah? Makanya kami blok areal itu, karena kami punya bukti SHM 039 tahun 2002,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/