RadarBali.com – Keuangan Tabanan di bawah Bupati Ni Putu Eka Wiryastuti benar-benar sakit-sakitan. Bagaimana tidak?
Di tahun 2017 ini saja, anggaran Tabanan mengalami defisit yang kemungkinan besar tidak bisa tertutupi sehingga harus berutang kepada rekanan proyek.
Tak hanya itu, untuk membangun RS Nyitdah pun, Pemkab Tabanan berencana meminjam ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 201 miliar.
Celakanya, utang kepada PT SMI ini bakal dicicil selama delapan tahun. Artinya, begitu Bupati Eka habis masa jabatannya pada awal 2021, akan mewarisi utang bagi bupati selanjutnya.
Hal itu terungkap dalam rapat kerja Pansus 12 DPRD Tabanan bersama sejumlah pejabat eksekutif di gedung DPRD Tabanan Selasa (10/10) kemarin.
Salah satu yang dibahas pansus adalah kelanjutan pinjaman ke PT SMI. Kabag Hukum Setda Tabanan IGA Sumarpatni dalam rapat menjelaskan, utang kepada PT SMI akan dicicil selama delapan tahun.
Jika pinjaman itu cair pada tahun 2018 mendatang, maka cicilan mulai berlaku di tahun 2019 hingga 2026.
Karena cicilan utang berlangsung melewati jabatan bupati selanjutnya, Sumarpatni menyatakan pihak PT SMI meminta ada Perda yang mengatur terkait hal ini.
Diakui, Perda ini tidak ada aturan lebih tinggi yang menjadi rujukan. ”Perda ini tidak ada aturan lebih tinggi yang mendasari, tetapi diperlukan terkait kerjasama pinjaman dengan PT SMI,” kata Sumarpatni di hadapan anggota pansus yang dipimpin Wayan Edi Nugraha Giri ini.
Edi meminta eksekutif menjelaskan rencana pembangunan RS Nyitdah. Pun anggotanya, Wayan Sudiana meminta agar eksekutif member tahu pihak dewan bila dananya cair.
Apalagi, untuk bisa berutang ke PT SMI ini, harus ada rekomendasi dari DPRD Tabanan juga. Menurut pihak eksekutif, dana ini akan cair dalam tiga tahap, yakni 20 persen, 40 persen dan 40 persen.
Rencananya, pinjaman itu sebesar Rp 201 miliar dengan bunga per tahun 2 persen. Jika menggunakan pola (cicilan) bunga menurun atau efektif, maka cicilan pokok Rp 25,125 miliar per tahun.
Dengan cicilan bunga tahun pertama sebesar Rp 4 miliar lebih, selanjutnya sekitar Rp 3,5 miliar, Rp 3 miliar, dan 2,5 miliar.
Sedangkan, bupati selanjutnya akan mewarisi cicilan pokok yang sama yakni Rp 25,125 miliar dan cicilan bunga sebesar Rp 2 miliar, selanjutnya Rp 1,5 miliar, Rp 1 miliar hingga yang terakhir Rp 500 jutaan.
Maka, bupati selanjutnya akan mewarisi pokok utang Rp 100,5 miliar ditambah cicilan bunga sekitar Rp 5 miliar.
Lain lagi bila menggunakan pola cicilan bunga tetap (flat), sehingga per tahun cicilan pokok Rp 25,125 miliar dan bunga Rp 4,02 miliar per tahun selama delapan tahun.
Selain itu, Pansus juga membahas tujuh Ranperda lain terkait retribusi. Yakni retribusi parkir badan jalan, retribusi terminal,
retribusi parkir khusus, retribusi pelayanan Kir, retribusi pembangunan tower, penggunaan dan pengelolaan tower telekomunikasi, serta retribusi pelayanan kesehatan.
Terkait retribusi pelayanan kesehatan ini lantaran ada penambahan layanan di RS Nyitdah menjadi 21 unit.
“Untuk besaran retribusinya diatur di Peraturan Bupati. Di Perda hanya penambahan jenis layanannya saja,” kata Direktur RS Nyitdah, dr Nyoman Wisma Brata.