30.2 C
Jakarta
29 April 2024, 21:34 PM WIB

Tiga Desa di Tejakula Krisis Air, Ini Langkah Satgas Pengungsi…

RadarBali.com – Tiga desa di Kecamatan Tejakula, kini dihantui krisis air bersih. Kini pemerintah dibantu PMI Cabang Buleleng, secara kontinu menyuplai air bersih ke rumah-rumah warga.

Apabila tak segera ditangani, masalah air bersih ini dikhawatirkan memicu konflik sosial di masyarakat. Tiga desa itu adalah Desa Tembok, Desa Sambirenteng, dan Desa Les.

Selain itu ada dua desa lainnya di Tejakula yang memang langganan krisis air bersih. Keduanya adalah Desa Madenan dan Desa Sembiran.

Kini Desa Tembok, Sambirenteng, dan Les, mendapat suplai air secara kontinu dari PDAM Buleleng, BPBD Buleleng, dan PMI Buleleng.

Selain itu Desa Madenan dan Sembiran juga tetap mendapat air bersih, hanya saja frekuensinya lebih terbatas.

Seperti yang terlihat di Banjar Dinas Geretek, Desa Sambirenteng. Sejumlah keluarga kini mulai kesulitan air bersih, terutama yang tinggal di sisi selatan desa.

Sejak beberapa bulan terakhir, air sangat jarang. Beberapa kawasan juga dihuni pengungsi. Dampaknya debit air semakin kecil.

Pengambilan air di sumur milik PDAM yang ada di Desa Sambirenteng pada jam sibuk, juga sempat dikeluhkan masyarakat.

Lantaran air tak mengalir ke rumah-rumah warga. Dampaknya pengambilan air hanya dilakukan pada jam-jam tertentu saja.

Petugas PMI Buleleng, Daud Puji Raharjo menuturkan, kebutuhan air bersih memang sangat vital. Tiap hari, PMI Buleleng keliling di Desa Tembok, Sambirenteng, dan Les, untuk menyuplai air bersih.

Ketiga desa ini mengalami lonjakan kebutuhan air bersih, mengingat jumlah pengungsi yang bermukim di ketiga desa ini juga cukup banyak.

“Tiga desa ini prioritas kami. Wilayah Geretek bagian atas ini memang kekeringan, karena PDAM tidak masuk. Ditambah lagi ada pengungsi, kebutuhan air makin besar,” ujar Daud yang ditemui saat meyuplai air ke Dusun Geretek, Desa Sambirenteng, sore kemarin.

Biasanya warga yang bermukim di Geretek sudah memiliki cubang penampungan air. Hanya saja, dengan bertambahnya jumlah pengungsi, warga juga menambah lokasi penampungan di water tank.

Biasanya air sebanyak 2.500 liter bisa habis dalam waktu dua hingga tiga hari. “Setiap hari kami pindah-pindah. Sehari kami bisa mengisi air sampai 15 ribu liter.

Daerah mana yang minta air, itu kami upayakan suplai. Tetap kami berkoordinasi dengan PDAM Buleleng dan BPBD Buleleng,” imbuh Daud.

Sementara itu Ketua Satgas Penanganan Pengungsi Gunung Agung, Made Arya Sukerta mengatakan, masalah air bersih di wilayah Tejakula memang cukup pelik.

Melonjaknya jumlah pengungsi, membuat kebutuhan air bersih menjadi makin tinggi. Satgas pun memutuskan melakukan pemindahan pengungsi ke sejumlah titik, untuk mengurangi beban.

Apabila tak dipindahkan, dikhawatirkan akan terjadi konflik sosial antara masyarakat setempat dengan pengungsi.

Sementara ini Satgas memutuskan tidak ada tambahan pengungsi di Desa Tembok, Sambirenteng, dan Les. Desa Madenan dan Desa Sembiran juga tidak diperkenankan lagi menerima pengungsi.

“Sekarang sudah ada pengungsi, tapi jumlahnya tidak banyak. Bayangkan kalau Madenan dan Sembiran itu pengungsinya ada banyak, ini bisa jadi konflik sosial. Gara-gara air bisa jadi masalah nanti,” katanya.

Satgas pun memilih memindahkan sejumlah pengungsi, sesuai dengan daya tampung desa masing-masing. Hal itu dilakukan untuk mengurangi potensi konflik di masyarakat

RadarBali.com – Tiga desa di Kecamatan Tejakula, kini dihantui krisis air bersih. Kini pemerintah dibantu PMI Cabang Buleleng, secara kontinu menyuplai air bersih ke rumah-rumah warga.

Apabila tak segera ditangani, masalah air bersih ini dikhawatirkan memicu konflik sosial di masyarakat. Tiga desa itu adalah Desa Tembok, Desa Sambirenteng, dan Desa Les.

Selain itu ada dua desa lainnya di Tejakula yang memang langganan krisis air bersih. Keduanya adalah Desa Madenan dan Desa Sembiran.

Kini Desa Tembok, Sambirenteng, dan Les, mendapat suplai air secara kontinu dari PDAM Buleleng, BPBD Buleleng, dan PMI Buleleng.

Selain itu Desa Madenan dan Sembiran juga tetap mendapat air bersih, hanya saja frekuensinya lebih terbatas.

Seperti yang terlihat di Banjar Dinas Geretek, Desa Sambirenteng. Sejumlah keluarga kini mulai kesulitan air bersih, terutama yang tinggal di sisi selatan desa.

Sejak beberapa bulan terakhir, air sangat jarang. Beberapa kawasan juga dihuni pengungsi. Dampaknya debit air semakin kecil.

Pengambilan air di sumur milik PDAM yang ada di Desa Sambirenteng pada jam sibuk, juga sempat dikeluhkan masyarakat.

Lantaran air tak mengalir ke rumah-rumah warga. Dampaknya pengambilan air hanya dilakukan pada jam-jam tertentu saja.

Petugas PMI Buleleng, Daud Puji Raharjo menuturkan, kebutuhan air bersih memang sangat vital. Tiap hari, PMI Buleleng keliling di Desa Tembok, Sambirenteng, dan Les, untuk menyuplai air bersih.

Ketiga desa ini mengalami lonjakan kebutuhan air bersih, mengingat jumlah pengungsi yang bermukim di ketiga desa ini juga cukup banyak.

“Tiga desa ini prioritas kami. Wilayah Geretek bagian atas ini memang kekeringan, karena PDAM tidak masuk. Ditambah lagi ada pengungsi, kebutuhan air makin besar,” ujar Daud yang ditemui saat meyuplai air ke Dusun Geretek, Desa Sambirenteng, sore kemarin.

Biasanya warga yang bermukim di Geretek sudah memiliki cubang penampungan air. Hanya saja, dengan bertambahnya jumlah pengungsi, warga juga menambah lokasi penampungan di water tank.

Biasanya air sebanyak 2.500 liter bisa habis dalam waktu dua hingga tiga hari. “Setiap hari kami pindah-pindah. Sehari kami bisa mengisi air sampai 15 ribu liter.

Daerah mana yang minta air, itu kami upayakan suplai. Tetap kami berkoordinasi dengan PDAM Buleleng dan BPBD Buleleng,” imbuh Daud.

Sementara itu Ketua Satgas Penanganan Pengungsi Gunung Agung, Made Arya Sukerta mengatakan, masalah air bersih di wilayah Tejakula memang cukup pelik.

Melonjaknya jumlah pengungsi, membuat kebutuhan air bersih menjadi makin tinggi. Satgas pun memutuskan melakukan pemindahan pengungsi ke sejumlah titik, untuk mengurangi beban.

Apabila tak dipindahkan, dikhawatirkan akan terjadi konflik sosial antara masyarakat setempat dengan pengungsi.

Sementara ini Satgas memutuskan tidak ada tambahan pengungsi di Desa Tembok, Sambirenteng, dan Les. Desa Madenan dan Desa Sembiran juga tidak diperkenankan lagi menerima pengungsi.

“Sekarang sudah ada pengungsi, tapi jumlahnya tidak banyak. Bayangkan kalau Madenan dan Sembiran itu pengungsinya ada banyak, ini bisa jadi konflik sosial. Gara-gara air bisa jadi masalah nanti,” katanya.

Satgas pun memilih memindahkan sejumlah pengungsi, sesuai dengan daya tampung desa masing-masing. Hal itu dilakukan untuk mengurangi potensi konflik di masyarakat

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/