DENPASAR – Jagad dunia maya dihebohkan dengan unggahan video hujan yang disertai butiran es di Desa Busungbiu, Buleleng, Sabtu (9/11) lali.
Lalu mengapa fenomena ini bisa terjadi di Bali saat berakhirnya musim kemarau? Kabid Data dan Informasi Balai BMKG Bali Imam Faturahman, kemarin (10/11) menjelaskan, fenomena hujan es kerap terjadi pada masa pancaroba.
Udara lembab yang terangkat akibat pemanasan udara yang tinggi dekat permukaan akan naik hingga mengalami kondensasi (perubahan fase dari uap air menjadi butir air).
“Karena pengangkatan udara sangat kuat, maka butir-butir air terus naik sehingga berubah fase menjadi es sejalan dengan menurunnya suhu terhadap ketinggian,” ujar Imam Faturahman.
Saat banyaknya butiran es yang terangkat, maka akan terjadi dua hal, yaitu coalition (penggabungan) dan collision (benturan).
Pada coalition, maka butiran-butiran es tersebut bergabung sehingga volumenya menjadi lebih berat. Saat volumenya semakin berat, maka sesuai hukum gravitasi kecepatan jatuhnya akan lebih tinggi.
Sehingga saat jatuh ke permukaan, materinya tidak habis menguap tetapi jatuh sebagai hujan lebat dan butiran es (hail stone).
“Adapun saat terjadi collision, maka akan terjadi gesekan antara partikel/ butiran es di atmosfer yang memungkinkan terbentuknya muatan listrik di udara dalam bentuk kilat dan petir,” ujarnya.
Lalu apakah berbahaya? “Kalau hujan esnya kemarin paling ukurannya hanya 1-2 cm saja. Sehingga tdk terlalu berbahaya,
kecuali kalau butirannya lebih besar misal diatas 10cm diameternya bisa menimbulkan kerusakan, terutama tanaman,” jawabnya.
Apakah ada yang berbahaya dari fenomena hujan es kemarin? “Kalau fenomena yang kemarin yang berbahaya justru angin kencangnya.
Kemarin terjadi angin puting beliung, yang merusak atap rumah warga. Ini yang harus kita waspadai,” tutupnya.