29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:45 AM WIB

Jadi Daerah Langganan Banjir, Warga Buleleng Didorong Bikin Biopori

SINGARAJA – Warga di Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, didorong membuat lubang biopori. Lubang ini diharapkan menjadi lubang resapan air, sekaligus lubang untuk memproduksi kompos.

Dengan pemanfaatan lubang ini, diharapkan Desa Baktiseraga bisa bebas banjir. Kemarin, warga dilatih membuat lubang biopori secara sederhana.

Pelatihan itu dilangsungkan di Kantor Perbekel Baktiseraga. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha (LPPM Undiksha) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) turun tangan memberikan pelatihan.

Perbekel Baktiseraga Gusti Putu Armada mengatakan, pemicu banjir di Desa Baktiseraga memang cukup kompleks.

Mulai dari tumbuhnya pemukiman, pendangkalan saluran air, minimnya daerah resapan, hingga alih fungsi lahan di wilayah hulu.

Apabila air bah turun, maka sebagian besar wilayah Baktiseraga dipastikan kebanjiran. Biasanya banjir menggenangi kawasan Jalan Laksamana, pemukiman LC Baktiseraga, bahkan bisa menggenang hingga di Jalan Ahmad Yani.

“Kami harap dengan membuat lubang biopori ini bisa mengurangi resiko banjir di wilayah ini. Untuk awal, kami akan fokuskan di RT 13. Apabila berhasil, kami akan perluas ke seluruh wilayah,” kata Armada.

Sementara itu, Ketua LPPM Undiksha Prof I Gede Astra Wesnawa mengatakan, permasalahan banjir di Baktiseraga memang cukup pelik.

Sebenarnya Baktiseraga berada di daerah pedataran yang resiko banjirnya sangat rendah. “Tapi, sejak lima tahun terakhir ini justru jadi langganan banjir. Itu kan aneh bin ajaib. Semestinya itu nggak terjadi,” kata Astra Wesnawa.

Untuk jangka pendek, ia mendorong agar warga setempat membuat lubang serapan air dengan menggunakan biopori.

Hal ini dianggap cukup efektif menanggulangi masalah banjir. Mengingat lubang biopori dapat digunakan sebagai lokasi serapan air, dan tempat untuk memproduksi pupuk organik.

“Kami gunakan agregat UNF 1, hasil penelitian di Undiksha. Agregat ini bisa mempercepat proses dekomposter sampah organik di lubang biopori, atau dapat langsung digunakan sebagai pupuk.

Kami optimistis ini bisa mengurai masalah lingkungan di Baktiseraga, baik itu masalah banjir maupun pemanfaatan sampah organik,” papar pria yang juga guru besar Ilmu Lingkungan itu. 

SINGARAJA – Warga di Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, didorong membuat lubang biopori. Lubang ini diharapkan menjadi lubang resapan air, sekaligus lubang untuk memproduksi kompos.

Dengan pemanfaatan lubang ini, diharapkan Desa Baktiseraga bisa bebas banjir. Kemarin, warga dilatih membuat lubang biopori secara sederhana.

Pelatihan itu dilangsungkan di Kantor Perbekel Baktiseraga. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha (LPPM Undiksha) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) turun tangan memberikan pelatihan.

Perbekel Baktiseraga Gusti Putu Armada mengatakan, pemicu banjir di Desa Baktiseraga memang cukup kompleks.

Mulai dari tumbuhnya pemukiman, pendangkalan saluran air, minimnya daerah resapan, hingga alih fungsi lahan di wilayah hulu.

Apabila air bah turun, maka sebagian besar wilayah Baktiseraga dipastikan kebanjiran. Biasanya banjir menggenangi kawasan Jalan Laksamana, pemukiman LC Baktiseraga, bahkan bisa menggenang hingga di Jalan Ahmad Yani.

“Kami harap dengan membuat lubang biopori ini bisa mengurangi resiko banjir di wilayah ini. Untuk awal, kami akan fokuskan di RT 13. Apabila berhasil, kami akan perluas ke seluruh wilayah,” kata Armada.

Sementara itu, Ketua LPPM Undiksha Prof I Gede Astra Wesnawa mengatakan, permasalahan banjir di Baktiseraga memang cukup pelik.

Sebenarnya Baktiseraga berada di daerah pedataran yang resiko banjirnya sangat rendah. “Tapi, sejak lima tahun terakhir ini justru jadi langganan banjir. Itu kan aneh bin ajaib. Semestinya itu nggak terjadi,” kata Astra Wesnawa.

Untuk jangka pendek, ia mendorong agar warga setempat membuat lubang serapan air dengan menggunakan biopori.

Hal ini dianggap cukup efektif menanggulangi masalah banjir. Mengingat lubang biopori dapat digunakan sebagai lokasi serapan air, dan tempat untuk memproduksi pupuk organik.

“Kami gunakan agregat UNF 1, hasil penelitian di Undiksha. Agregat ini bisa mempercepat proses dekomposter sampah organik di lubang biopori, atau dapat langsung digunakan sebagai pupuk.

Kami optimistis ini bisa mengurai masalah lingkungan di Baktiseraga, baik itu masalah banjir maupun pemanfaatan sampah organik,” papar pria yang juga guru besar Ilmu Lingkungan itu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/