SUKASADA – Para peternak babi rumahan, hingga kini belum mendapatkan sosialisasi terkait penyebaran penyakit mematikan pada babi.
Akibatnya peternak rumahan resah karena informasi yang diterima belum lengkap. Seperti yang terjadi di Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji, Kecamatan Sukasada.
Hampir seluruh peternak rumahan yang ada di wilayah ini belum mendapat sosialisasi terkait penyakit yang diketahui telah membunuh ratusan babi di wilayah Bali Selatan.
Salah satunya Nyoman Arga Budiarsana. Ia sebenarnya menggeluti peternakan babi skala kecil untuk penggemukan.
Babi-babi yang sudah gemuk, kemudian diserahkan pada jagal untuk dicari dagingnya. Berbeda dengan rekan-rekannya di Kelompok Tani Ternak Merta Sari, yang lebih banyak menggeluti usaha pembibitan.
“Belum dapat informasi apa-apa. Saya tahunya ada virus babi yang mewabah itu kan dari grup WA. Kemudian saya cari informasi lebih lanjut di internet.
Sampai sekarang belum tahu detail pastinya seperti apa. Saya yang peternak rumahan begini kan jelas resah,” kata pria yang akrab disapa Koming itu.
Penyakit yang merebak itu tak pelak berdampak pula pada harga daging babi. Biasanya jelang hari raya, harga jual daging babi di tingkat peternak bisa mencapai harga Rp 30 ribu hingga Rp 35 ribu per kilogram.
Namun, kini harganya di tingkat peternak masih belum beranjak dari angka Rp 26 ribu per kilogram. Karena rasa was-was, ia akhirnya merelakan babi-babi miliknya dijual dengan harga yang relatif murah.
“Tadinya sih saya pelihara sembilan ekor. Tapi sekarang tinggal tiga ekor. Ini dampaknya kan banyak. Harga daging di peternak murah, sedangkan harga pakan terus naik,” imbuhnya.
Kondisi serupa juga diakui Made Pasek Mustika. Ia pun hanya bisa pasrah, kalau ada penyakit yang menyerang babi-babi miliknya.
Pasek berharap pemerintah bisa segera memberikan informasi yang utuh terkait penyakit tersebut.
“Kalau di sini kan rata-rata setiap rumah pelihara babi. Takutnya kan kalau ada gerubug. Dulu pernah kena penyakit seperti itu, sekitar tahun 2003. Habis semua babi di sini,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta yang dikonfirmasi terpisah, mengklaim pihaknya sudah melakukan sosialisasi pada peternak.
Hanya saja sosialisasi itu baru menyasar pada peternak skala menengah dan besar. Sementara untuk peternak skala kecil, akan dilakukan secara door to door.
“Kami imbau peternak tidak resah. Ini bukan virus ASF. Sebab sampai sekarang belum ada konfirmasi terkait penyakit itu. Astungkara di Buleleng belum ada babi yang mati karena penyakit seperti itu,” kata Sumiarta.
Mencegah kematian pada babi, pemerintah menghimbau agar peternak membersihkan kandang secar aberkala.
Selain itu peternak juga harus menggunakan disinfektan untuk mencegah berkembangnya bakteri maupun virus di kandang.