29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:07 AM WIB

RIP! Bolak-balik RS, Nenek Ungkap Perjuangan Almarhum Bertahan Hidup

SEMARAPURA – Putu Cantika Dewi, 8, dan Kadek Uli Puspita Yani, 5, dua anak pasangan suami istri Komang Rupawan dan Putu Nonik Artiani

warga Dusun Tulang Nyuh, Desa Tegak, Klungkung, yang didiagnosa mengalami gangguan hati meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Klungkung.

Dewi meninggal dunia tanggal 6 Januari 2020 lalu dan kemudian disusul sang adik yang meninggal dunia tanggal 8 Januari 2020.

Mendengar kabar duka tersebut, Ny. Ayu Suwirta mewakili Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta melayat ke kediaman bocah tersebut.

Ayu Suwirta menyampaikan rasa duka citanya atas meninggalnya kedua anak pasangan suami istri Komang Rupawan dan Putu Nonik Artiani.

“Saya mendoakan agar keluarga yang ditinggalkan dapat diberikan ketabahan dan kekuatan dalam menjalani kehidupan ke depannya,” ujar Ayu Suwirta.

Di depan Ny Ayu Suwirta, Komang Rupawan mengungkapkan kedua anaknya itu rencananya akan diaben, Selasa (14/1) besok.

Untuk diketahui, nenek dari Dewi dan Puspita, Ni Wayan Rumput sebelumnya menuturkan, Dewi dan Puspita merupakan kakak beradik yang didiagnosa mengalami gangguan hati.

Bahkan, Puspita juga mengalami gangguan pada bagian ginjal. Penyakit tersebut sudah diidap keduanya sejak kecil.

Dewi didiagnosa mengalami gangguan hati sejak berusia enam tahun. Pada saat itu, Dewi kerap mengalami demam dan berlanjut dengan mutah darah yang cukup banyak sehingga akhirnya dirawat di rumah sakit.

“Di rumah sakit dibilang gangguan hati. Semenjak itu sering keluar masuk rumah sakit karena muntah darah dan Hb (hemoglobin)-nya rendah.

Jadi tidak pernah sekolah. Baru beberapa bulan masuk SD, sudah masuk rumah sakit terus. Seharusnya sudah kelas II SD cucu saya ini,” ungkapnya.

Beda halnya dengan Dewi, Puspita mulai mengalami demam dan sesak nafas sejak berusia tiga bulan. Di usianya yang ketiga tahun, Puspita mulai muntah darah.

Bahkan, sekali muntah darah bisa sampai setengah ember. Kondisi itu yang membuat Hb Puspita rendah sehingga harus dilarikan ke rumah sakit setiap muntah darah.

“Kedua cucu saya kalau kebanyakan bergerak dan salah makan, pasti inguh (gelisah) dan langsung dah mutah darah. Kalau muntah darah, harus dibawa ke rumah sakit karena takut drop,” terangnya.

Ketika diopname, menurutnya Dewi dan Puspita biasanya transfusi darah tiga kali seminggu. Dengan kondisi seperti itu, pihak keluarga selalu memilih mengopname Dewi dan Puspita di RS Sanglah karena tidak perlu donor pengganti ketika membutuhkan darah.

Beda halnya jika di rawat di RSUD Klungkung, pihaknya harus menyediakan pendonor pengganti ketika membutuhkan darah.

“Bapaknya kan tidak mungkin terus donor darah. Teman-teman dan tetangga juga pernah menjadi pendonor.

Malu kalau minta tolong donor terus. Jadi kalau diopname, dibawa ke Sanglah. Setelah transfusi, besar sekali perut cucu saya,” kata nenek berusia 53 tahun ini.

Untuk biaya perawatan selama sakit, Rumput mengaku semuanya telah ditanggung BPJS Kesehatan. Hanya saja untuk biaya transportasi,

dan biaya makan, yang cukup menguras kantong mengingat ayah Dewi dan Puspita hanya sebagai tukang jagal babi dan buruh batu alam.

Sementara ibu Dewi dan Puspita tidak bekerja karena waktunya sudah habis untuk merawat keduanya.

“Kalau obat-obatan, juga gratis. Satu hari itu, tiga kali minum obat. Pernah oleh dokter, Dewi disuruh berhenti minum obat selama dua bulan.

Baru satu bulan tidak minum obat, sekujur tubuhnya berwarna kuning sampai dilarikan ke rumah sakit,” ujar Rumput.

Demi kesembuhan Dewi dan Puspita, pihak keluarga tidak hanya berupaya memberikan pengobatan medis namun juga non medis.

Berbagai ritual pun telah dilakukan demi kesembuhan Dewi dan Puspita, namun sampai saat ini tidak menuai hasil.

“Pernah juga dikasih minyak untuk diminum sama baliannya (paranormal). Tapi karena sama dokternya tidak dibolehkan

minum minyak, tidak saya kasi minum. Makan saja semua harus direbus. Semoga cucu saya bisa sembuh,” tandasnya.

Mengetahui kesulitan ekonomi yang dialami keluarga tersebut, Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta menugaskan dinas terkait

untuk mengurus perawatan kakak beradik tersebut di RSUD Klungkung dan membantu biaya hidup kedua bocah tersebut.

Bantuan yang diberikan antara lain uang sebesar Rp 1 juta per bulan selama anak tersebut dirawat di RSUD Klungkung. Bantuan tersebut berasal dari uang operasional Bupati Suwirta sendiri.

SEMARAPURA – Putu Cantika Dewi, 8, dan Kadek Uli Puspita Yani, 5, dua anak pasangan suami istri Komang Rupawan dan Putu Nonik Artiani

warga Dusun Tulang Nyuh, Desa Tegak, Klungkung, yang didiagnosa mengalami gangguan hati meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Klungkung.

Dewi meninggal dunia tanggal 6 Januari 2020 lalu dan kemudian disusul sang adik yang meninggal dunia tanggal 8 Januari 2020.

Mendengar kabar duka tersebut, Ny. Ayu Suwirta mewakili Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta melayat ke kediaman bocah tersebut.

Ayu Suwirta menyampaikan rasa duka citanya atas meninggalnya kedua anak pasangan suami istri Komang Rupawan dan Putu Nonik Artiani.

“Saya mendoakan agar keluarga yang ditinggalkan dapat diberikan ketabahan dan kekuatan dalam menjalani kehidupan ke depannya,” ujar Ayu Suwirta.

Di depan Ny Ayu Suwirta, Komang Rupawan mengungkapkan kedua anaknya itu rencananya akan diaben, Selasa (14/1) besok.

Untuk diketahui, nenek dari Dewi dan Puspita, Ni Wayan Rumput sebelumnya menuturkan, Dewi dan Puspita merupakan kakak beradik yang didiagnosa mengalami gangguan hati.

Bahkan, Puspita juga mengalami gangguan pada bagian ginjal. Penyakit tersebut sudah diidap keduanya sejak kecil.

Dewi didiagnosa mengalami gangguan hati sejak berusia enam tahun. Pada saat itu, Dewi kerap mengalami demam dan berlanjut dengan mutah darah yang cukup banyak sehingga akhirnya dirawat di rumah sakit.

“Di rumah sakit dibilang gangguan hati. Semenjak itu sering keluar masuk rumah sakit karena muntah darah dan Hb (hemoglobin)-nya rendah.

Jadi tidak pernah sekolah. Baru beberapa bulan masuk SD, sudah masuk rumah sakit terus. Seharusnya sudah kelas II SD cucu saya ini,” ungkapnya.

Beda halnya dengan Dewi, Puspita mulai mengalami demam dan sesak nafas sejak berusia tiga bulan. Di usianya yang ketiga tahun, Puspita mulai muntah darah.

Bahkan, sekali muntah darah bisa sampai setengah ember. Kondisi itu yang membuat Hb Puspita rendah sehingga harus dilarikan ke rumah sakit setiap muntah darah.

“Kedua cucu saya kalau kebanyakan bergerak dan salah makan, pasti inguh (gelisah) dan langsung dah mutah darah. Kalau muntah darah, harus dibawa ke rumah sakit karena takut drop,” terangnya.

Ketika diopname, menurutnya Dewi dan Puspita biasanya transfusi darah tiga kali seminggu. Dengan kondisi seperti itu, pihak keluarga selalu memilih mengopname Dewi dan Puspita di RS Sanglah karena tidak perlu donor pengganti ketika membutuhkan darah.

Beda halnya jika di rawat di RSUD Klungkung, pihaknya harus menyediakan pendonor pengganti ketika membutuhkan darah.

“Bapaknya kan tidak mungkin terus donor darah. Teman-teman dan tetangga juga pernah menjadi pendonor.

Malu kalau minta tolong donor terus. Jadi kalau diopname, dibawa ke Sanglah. Setelah transfusi, besar sekali perut cucu saya,” kata nenek berusia 53 tahun ini.

Untuk biaya perawatan selama sakit, Rumput mengaku semuanya telah ditanggung BPJS Kesehatan. Hanya saja untuk biaya transportasi,

dan biaya makan, yang cukup menguras kantong mengingat ayah Dewi dan Puspita hanya sebagai tukang jagal babi dan buruh batu alam.

Sementara ibu Dewi dan Puspita tidak bekerja karena waktunya sudah habis untuk merawat keduanya.

“Kalau obat-obatan, juga gratis. Satu hari itu, tiga kali minum obat. Pernah oleh dokter, Dewi disuruh berhenti minum obat selama dua bulan.

Baru satu bulan tidak minum obat, sekujur tubuhnya berwarna kuning sampai dilarikan ke rumah sakit,” ujar Rumput.

Demi kesembuhan Dewi dan Puspita, pihak keluarga tidak hanya berupaya memberikan pengobatan medis namun juga non medis.

Berbagai ritual pun telah dilakukan demi kesembuhan Dewi dan Puspita, namun sampai saat ini tidak menuai hasil.

“Pernah juga dikasih minyak untuk diminum sama baliannya (paranormal). Tapi karena sama dokternya tidak dibolehkan

minum minyak, tidak saya kasi minum. Makan saja semua harus direbus. Semoga cucu saya bisa sembuh,” tandasnya.

Mengetahui kesulitan ekonomi yang dialami keluarga tersebut, Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta menugaskan dinas terkait

untuk mengurus perawatan kakak beradik tersebut di RSUD Klungkung dan membantu biaya hidup kedua bocah tersebut.

Bantuan yang diberikan antara lain uang sebesar Rp 1 juta per bulan selama anak tersebut dirawat di RSUD Klungkung. Bantuan tersebut berasal dari uang operasional Bupati Suwirta sendiri.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/