SINGARAJA – Proses pembebasan lahan terhadap tanah-tanah warga yang terdampak proyek shortcut titik 7-10, terpaksa ditunda ke APBD Perubahan 2020.
Penyebabnya ada sejumlah lahan warga yang baru tuntas divalidasi pada tahun 2020. Semula Pemprov Bali memang menargetkan akan menuntaskan pada tahun anggaran 2019.
Hanya saja terjadi kendala dalam pengumpulan berkas-berkas warga. Sehingga proses validasi terpaksa tertunda.
Belum lagi protes yang diajukan warga terkait nilai ganti rugi yang diajukan. Khusus di tahun 2019, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bali disebut baru membayar dana ganti rugis ebesar Rp 48 miliar.
Rencananya Rp 116 miliar sisanya akan dibayarkan pada tahun 2020 ini, melalui APBD Perubahan 2020.
Kepala Dinas PUPR Bali Nyoman Astawa Riadi mengaku proses pembayaran ganti rugi itu tak bisa dituntaskan sepenuhnya pada 2019 lalu.
Sebab warga membutuhkan waktu melengkapi berkas-berkas administrasi sebagai syarat validasi.
Belum lagi ada beberapa bidang tanah yang sempat terganjal karena tak dilengkapi dengan dokumen Akta Jual Beli (AJB).
“Kami sebenarnya sudah berupaya agar bisa 100 persen di tahun 2019. Tapi memang waktu yang singkat. Selain itu ada beberapa dokumen dari warga yang belum lengkap.
Ada yang sudah kami bayar di 2019, yang belum kami akan selesaikan tahun ini,” kata Astawa saat dihubungi dari Singaraja, Rabu (11/3).
Meski pembayaran pembebasan lahan tertunda, Astawa Riadi memastikan proyek shortcut titik 7-10 tidak akan tertanggu.
Sebab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) sudah melakukan tender terhadap proyek fisik tersebut.
“Tendernya sudah jalan, terutama untuk titik 7-8. Di sana lahannya sudah siap dan sudah selesai pembayaran ganti ruginya. Jadi pekerjaan bisa berjalan di sana,” tegas Astawa.