SINGARAJA – Kasus dugaan pengeroyokan yang dilakukan pelajar, mencuat di Buleleng. Seorang pelajar perempuan berinisial P, kini terpaksa menjalani perawatan karena tulang tangannya retak.
Siswa itu juga mengalami trauma, setelah terlibat kasus penganiayaan itu. Peristiwa pengeroyokan itu diduga terjadi pada Rabu (8/5) lalu, di sebuah tanah kosong yang ada di wilayah Desa Kalianget.
Tepatnya di sebelah timur RS Pratama Tangguwisia. P bersama rekannya yang berinisial S, diduga dikeroyok oleh tiga pelajar yang notabene masih teman sekolahnya.
Ketiga orang itu masing-masing berinisial KA, KS, dan D. Seluruh pelajar yang terlibat pertengkaran ini masih tercatat sebagai pelajar di salah satu sekolah menengah yang ada di Buleleng.
Menurut keluarga korban P, peristiwa berawal saat korban P dan S berpapasan dengan KS. Saat itu mereka tertawa keras di selasar sekolah.
Kebetulan saat itu KS melintas. Diduga KS merasa tersinggung dengan tawa korban. Saat jam pulang sekolah, P dan S ternyata dicegat oleh KS dan teman-temannya.
KS mengaku ingin bicara baik-baik terhadap kejadian di sekolah. Mereka kemudian digiring menuju tanah kosong di wilayah Kalianget.
Ternyata saat di tanah kosong itu, S dijambak oleh KS dan rekan-rekannya. Korban P yang melihat temannya terdesak, berusaha melerai.
Belakangan justru P yang menjadi korban aksi pengeroyokan. Akibatnya korban P mengalami sejumlah luka.
“Saya dapat telepon kalau anak saya di Polsek Seririt. Ternyata anak saya habis dikeroyok. Langsung saya bawa ke RS Pratama, kemudian dirujuk ke RS Santi Graha untuk rontgen.
Tangan kiri dan bahu kiri anak saya retak. Kepalanya juga luka,” kata Y, orang tua korban P kepada Jawa Pos Radar Bali.
Sementara korban S disebut menderita luka bekas cakaran di bawah mata, dan lebam di bagian telinga.
Menurut Y, sebenarnya pihak keluarga sudah berupaya menempuh upaya kekeluargaan. Mediasi itu sempat difasilitasi pihak sekolah, dengan disaksikan perwakilan dari kepolisian.
Hanya saja, hingga kini keluarga korban menilai tak ada itikad baik dari keluarga KS dan kawan-kawan. Selain itu KS dan kawan-kawannya tak pernah menengok korban P maupun S.
“Sampai sekarang kepala anak saya sakit. Kalau tidur selalu minta ditemani. Kalau tidak ditemani, dia ketakutan. Sampai sekarang juga masih mengigau kejadian itu.
Sedangkan yang mengeroyok masih bisa sekolah, masih bisa ketawa-ketawa. Kami ingin teruskan masalah ini ke polisi, tapi malah dioper-oper. Kami mohon keadilan bagi anak kami,” kata Y sambil terisak.