29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:48 AM WIB

Hare Krishna Picu Polemik di Bali, Ini Catatan Tim Pakem Buleleng

SINGARAJA – Polemik aliran Hare Krishna (HK) dan sepak terjang The International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) yang terjadi di Bali menjadi isu hangat belakangan ini.

Bahkan, Majelis Desa Adat Bali menyebut HK disebut-sebut berpotensi mengubah tradisi adat, budaya dan Agama Hindu di Bali. Sehingga muncul penolakan terhadap HK.

Berdasar fakta tersebut, Kejari Buleleng secara khusus menggelar Rapat Koordinasi Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) di aula Kejari Buleleng kemarin.

Rapat dihadiri Pasi Intel Kodim 1609/Buleleng, Kasat Intelkam Polres Buleleng, Kementerian Agama Kabupaten Buleleng, Dinas Pendidikan Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Buleleng,

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Buleleng, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng, serta Majelis Desa Adat Buleleng.

Kasiintel Kejari Buleleng AA Ngurah Jayalantara mengaku, polemik HK memang menyedot perhatian rakyat Bali.

Isu aliran ini patut menjadi perhatian serius pihaknya karena berpotensi menjadi isu SARA yang akan memicu keamanan dan ketertiban umum dalam kerukunan umat beragama.

Bahkan berpeluang memicu konflik sosial. Mengingat isu agama sering digunakan untuk kepentingan praktis dan ditumpangi berbagai pihak.

“Maka kami harus rapatkan dengan instansi terkait lainnya. Dengan tidak dimaksud membatasi kemerdekaan pemeluk agama dan memeluk kepercayaan dalam ruang privat,” ujarnya.

Jayalantara menyebut polemik aliran HK itu sudah ranah dari PHDI pusat dan pemerintah pusat melalui kementerian agama yang memutuskan.

Pihaknya hanya memastikan tidak terjadi konflik di masyarakat. Karena aliran kepercayaan yang saat ini cukup ramai diperbincangkan di media sosial dan warga Bali khususnya.

“Kami rapat meminta masukkan dari anggota Pakem untuk sisi pengawasannya dan deteksi dini daerah-daerah yang dapat menimbulkan konflik.

Sehingga dapat dilakukan upaya antisipasi. Apalagi di Buleleng berdasar dari laporan Intelkam Polres Buleleng terdapat 13 aliran kepercayaan. Di antaranya Hare Krisna,” ungkapnya.

Disisi lain Ketua FKUB sekaligus Ketua PHDI Buleleng Gede Made Metra menjelaskan, HK di Buleleng muncul pada tahun 1980-an dan sempat

melakukan aktivitasnya sembunyi-sembunyi yang merupakan buntut dari pelarangan Kejaksaan Agung pada tahun 1984.

Tetapi sejak tahun 1998 aliran HK mulai lagi berani menunjukan eksistensinya hingga saat ini. Disebutkannya, praktek HK yang berbeda dengan ajaran Hindu Bali menimbulkan polemik.

Kemudian terkait polemik ini, pihaknya akan melaksanakan rapat pembahasan mengakomodasi usulan dari Krama Bali dan Ormas yang mengatensi HK.

“PHDI Provinsi Bali akan mengusulkan kepada PHDI Pusat bahwa Hare Krishna bukan bagian dari Hindu. Pandangan kami, kunci ini sebenarnya yaitu pengakuan

Hare Krishna yang mengaku sebagai bagian dari Hindu. Sehingga hal inilah yang harus diurai titik simpulnya,” pungkasnya. 

SINGARAJA – Polemik aliran Hare Krishna (HK) dan sepak terjang The International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) yang terjadi di Bali menjadi isu hangat belakangan ini.

Bahkan, Majelis Desa Adat Bali menyebut HK disebut-sebut berpotensi mengubah tradisi adat, budaya dan Agama Hindu di Bali. Sehingga muncul penolakan terhadap HK.

Berdasar fakta tersebut, Kejari Buleleng secara khusus menggelar Rapat Koordinasi Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) di aula Kejari Buleleng kemarin.

Rapat dihadiri Pasi Intel Kodim 1609/Buleleng, Kasat Intelkam Polres Buleleng, Kementerian Agama Kabupaten Buleleng, Dinas Pendidikan Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Buleleng,

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Buleleng, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng, serta Majelis Desa Adat Buleleng.

Kasiintel Kejari Buleleng AA Ngurah Jayalantara mengaku, polemik HK memang menyedot perhatian rakyat Bali.

Isu aliran ini patut menjadi perhatian serius pihaknya karena berpotensi menjadi isu SARA yang akan memicu keamanan dan ketertiban umum dalam kerukunan umat beragama.

Bahkan berpeluang memicu konflik sosial. Mengingat isu agama sering digunakan untuk kepentingan praktis dan ditumpangi berbagai pihak.

“Maka kami harus rapatkan dengan instansi terkait lainnya. Dengan tidak dimaksud membatasi kemerdekaan pemeluk agama dan memeluk kepercayaan dalam ruang privat,” ujarnya.

Jayalantara menyebut polemik aliran HK itu sudah ranah dari PHDI pusat dan pemerintah pusat melalui kementerian agama yang memutuskan.

Pihaknya hanya memastikan tidak terjadi konflik di masyarakat. Karena aliran kepercayaan yang saat ini cukup ramai diperbincangkan di media sosial dan warga Bali khususnya.

“Kami rapat meminta masukkan dari anggota Pakem untuk sisi pengawasannya dan deteksi dini daerah-daerah yang dapat menimbulkan konflik.

Sehingga dapat dilakukan upaya antisipasi. Apalagi di Buleleng berdasar dari laporan Intelkam Polres Buleleng terdapat 13 aliran kepercayaan. Di antaranya Hare Krisna,” ungkapnya.

Disisi lain Ketua FKUB sekaligus Ketua PHDI Buleleng Gede Made Metra menjelaskan, HK di Buleleng muncul pada tahun 1980-an dan sempat

melakukan aktivitasnya sembunyi-sembunyi yang merupakan buntut dari pelarangan Kejaksaan Agung pada tahun 1984.

Tetapi sejak tahun 1998 aliran HK mulai lagi berani menunjukan eksistensinya hingga saat ini. Disebutkannya, praktek HK yang berbeda dengan ajaran Hindu Bali menimbulkan polemik.

Kemudian terkait polemik ini, pihaknya akan melaksanakan rapat pembahasan mengakomodasi usulan dari Krama Bali dan Ormas yang mengatensi HK.

“PHDI Provinsi Bali akan mengusulkan kepada PHDI Pusat bahwa Hare Krishna bukan bagian dari Hindu. Pandangan kami, kunci ini sebenarnya yaitu pengakuan

Hare Krishna yang mengaku sebagai bagian dari Hindu. Sehingga hal inilah yang harus diurai titik simpulnya,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/