DENPASAR- Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang menjadi pegangan Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menjadi hal istimewa yang di mata I Gusti Ngurah Harta.
Sembari mengaku terkejut sekaligus memuji kebijakan Wayan Koster terhadap para pelaku usada (pengobatan tradisional, red) Bali, dirinya menilai visi-misi pembangunan Bali 2018-2023 telah menjadi jawaban atas kasus OTT yang terjadi di Pantai Matahari Terbit dan Pura Tirta Empul.
Pasalnya, dalam penjabaran visi-misi tersebut sangat jelas porsi yang diberikan kepada desa adat atau pakraman.
Ngurah Harta meyakini Wayan Koster akan mampu menelorkan aturan, baik Pergub maupun Perda yang akan menjadi payung hukum terkait pungutan dari desa adat dalam rangka membiayai kepentingan adat.
Dirinya menyadari desa adat membutuhkan biaya untuk pembangunan adat.
Antara lain untuk upacara piodalan di pura-pura yang berlangsung setiap enam bulan sekali.
“Pelemahan desa adat terjadi karena belum ada solusi. Mestinya solusi yang diberikan pihak kepolisian. Kalau semua seperti itu semua warga Bali bakalan ketangkap,” jelasnya.
Bila payung hukum tidak ada, imbuhnya Bumdes pun terancam tidak boleh melakukan transaksi simpan-pinjam.
“Desa terus membangun. Bagaimana caranya masyarakat adat berkontribusi? Mereka, termasuk saya tetap kena iuran. Ini yang mungut bisa kena OTT juga,” ucapnya dengan nada khawatir.
Ngurah Harta mengaku bersedia hadir dan memberikan masukan bila pertemuan seluruh pemangku kebijakan digelar.
Lebih lanjut, bila payung hukum telah terbentuk Ngurah Harta mengaku akan mengusulkan perusahaan desa adat bernama LPD menjadi sentral perekonomian di Bali. Semua dilakukan LPD dan uang dikelola untuk pembangunan desa.
Menariknya, dalam pertemuan yang akan digelar Ngurah Harta juga ingin menyadarkan Polda Bali bahwa Polri harus berterima kasih pada desa adat.
Harus diakui bahwa desa adat memiliki peranan vital dalam rangka menjaga keamanan.
Desa adat memiliki piranti keamanan alias pecalang yang di lapangan sangat membantu tugas pihak kepolisian.
Bila bisa bersinergi, imbuhnya tugas-tugas pihak kepolisian akan sangat mudah ditopang oleh desa adat Bali.
Contohnya, sanksi adat yang diatur untuk narkoba dalam bentuk awig-awig atau pararem. “Selain diganjar dengan hukuman pidana, para pengedar narkoba misalnya bisa dikenakan sanksi adat.
Antara lain harus memberikan satu kilogram beras kepada seluruh masyarakat adat.
Bisa juga sanksi kasepekang (dikucilkan, red) Ini akan menjadi sanksi sosial yang luar biasa dan membuat warga adat berpikir ulang bersentuhan dengan narkoba,” tegasnya.
Sanksi serupa juga bisa diterapkan pada jenis tindakan kriminalitas lainnya. Bila ditunjang oleh database kependudukan, Ngurah Harta meyakini Bali akan sangat aman.
“Dengan database pengurus adat akan bisa secara detail mengetahui setiap individu yang ada di wilayah adatnya masing-masing,” terangnya. (rba/ken)