29.2 C
Jakarta
20 September 2024, 21:51 PM WIB

Akhiri Polemik LPD, Koster: Tak Mungkinlah Saya Ada Niat Hapus Sejarah

DENPASAR-Sejumlah upaya terus ditempuh Gubernur Bali Wayan Koster untuk menyudahi polemik penggantian nama LPD (Lembaga Perkreditan Desa).

 

Setelah sebelumnya melunak dan menyatakan tidak akan merubah nama LPD menjadi Labda Pecingkreman Desa, Jumat (15/2) giliran gubernur mengundang ribuan ketua LPD se-Bali.

 

Sebanyak 1.100 ketua LPD se-Bali diundang untuk ramah tamah di Gedung Jayasabha.

 

Di hadapan 1.100 kepala LPD yang hadir, Koster yang didampingi Ketua Pansus Perda Desa Adat I Nyoman Parta dan Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra menegaskan komitmennya untuk memperkuat kebedaraan LPD.

 

Selain itu, Koster juga meyakinkan bahwa tak ada sedikitpun niatnya menghapus jejak sejarah.

 

“Tidak mungkinlah saya ada niat menghapus sejarah, tidak benar itu,” ujarnya.

 

Mengenai gagasan perubahan kepanjangan LPD yang tertuang dalam Ranperda Desa Adat, Koster mengatakan bahwa hal itu bertujuan untuk mengantisipasi resiko jangka panjang.

 

Saat ini, kata Koster, keberadaan LPD diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro.

 

Ia meminta, kepala LPD mencermati ayat 3 Pasal 39 UU yang berbunyi “Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada Undang-Undang ini”.

 

Mencermati bunyi ayat dalam pasal tersebut, Koster menilai kalau keberadaan LPD hanya diakui, namun secara operasional tidak diatur.

 

Karena itu, ia berpendapat akan lebih aman jika keberadaan LPD diatur dalam hukum adat dan penyebutannya juga menggunakan istilah kearifan lokal.

 

Lebih jauh, ia pun mengingatkan mengenai kemungkinan perubahan pemerintahan di kemudian hari.

 

Sebab tak menutup kemungkinan, lanjutnya jika  pasal yang mengatur LPD itu dihilangkan.

 

Terkait polemik pergantian kepanjangan LPD, Koster mengambil jalan tengah dengan mengakomodir aspirasi arus bawah.

“Mau kapan dilaksanakan, silahkan saja. Sampai semuanya cocok dan sepakat, baru jalan,” ujarnya sembari mengingatkan agar seluruh jajaran pengurus LPD jangan hanya berpikir nyamannya sekarang saja, namun harus pula memikirkan antisipasi jangka panjang.

 

Selain itu, Ia juga menambahkan, agar nantinya LPD tak masuk dalam kategori lembaga keuangan mikro, namun eksis sebagai kearifan lokal yang dilindungi hukum adat.

 

“Sehingga keberadaannya aman dan terproteksi dalam jangka panjang. Secara hukum juga diatur dalam hukum adat,” imbuhnya.

 

Dalam pertemuan itu, Koster tetap menawarkan satu pasal yang mengatur keberadaan LPD (Labda Pacingkreman Desa) dalam Ranperda Desa Adat yaitu Pasal 60.

 

Dalam pasal ini disebutkan bahwa desa adat memiliki utsaha desa adat yang terdiri dari Labda Pacingkreman Desa (LPD) dan Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA). “LPD adalah lembaga keuangannya, sedangkan BUPDA merupakan lembaga ekonomi dan sektor riil di luar keuangan,” bebernya.

 

Selanjutnya keberadaan LPD akan diatur dalam Perda, sementara BUPDA diatur dalam Pergub.

 

Namun sepanjang Perda yang mengatur tentang LPD sebagai Labda Pacingkreman Desa belum ada,  yang berlaku adalah Perda Nomor 3 Tahun 2017 yang mengatur LPD sebagai Lembaga Perkreditan Desa.

 

“Suatu saat kalau semua sepakat untuk perubahan, sudah ada payungnya,” ujar Koster sembari meminta semua pihak agar menghentikan polemik di media.

 

Menurutnya, semua pihak punya niat baik dan tak ada yang ingin menghancurkan suatu yang sudah baik.

 

DENPASAR-Sejumlah upaya terus ditempuh Gubernur Bali Wayan Koster untuk menyudahi polemik penggantian nama LPD (Lembaga Perkreditan Desa).

 

Setelah sebelumnya melunak dan menyatakan tidak akan merubah nama LPD menjadi Labda Pecingkreman Desa, Jumat (15/2) giliran gubernur mengundang ribuan ketua LPD se-Bali.

 

Sebanyak 1.100 ketua LPD se-Bali diundang untuk ramah tamah di Gedung Jayasabha.

 

Di hadapan 1.100 kepala LPD yang hadir, Koster yang didampingi Ketua Pansus Perda Desa Adat I Nyoman Parta dan Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra menegaskan komitmennya untuk memperkuat kebedaraan LPD.

 

Selain itu, Koster juga meyakinkan bahwa tak ada sedikitpun niatnya menghapus jejak sejarah.

 

“Tidak mungkinlah saya ada niat menghapus sejarah, tidak benar itu,” ujarnya.

 

Mengenai gagasan perubahan kepanjangan LPD yang tertuang dalam Ranperda Desa Adat, Koster mengatakan bahwa hal itu bertujuan untuk mengantisipasi resiko jangka panjang.

 

Saat ini, kata Koster, keberadaan LPD diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro.

 

Ia meminta, kepala LPD mencermati ayat 3 Pasal 39 UU yang berbunyi “Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada Undang-Undang ini”.

 

Mencermati bunyi ayat dalam pasal tersebut, Koster menilai kalau keberadaan LPD hanya diakui, namun secara operasional tidak diatur.

 

Karena itu, ia berpendapat akan lebih aman jika keberadaan LPD diatur dalam hukum adat dan penyebutannya juga menggunakan istilah kearifan lokal.

 

Lebih jauh, ia pun mengingatkan mengenai kemungkinan perubahan pemerintahan di kemudian hari.

 

Sebab tak menutup kemungkinan, lanjutnya jika  pasal yang mengatur LPD itu dihilangkan.

 

Terkait polemik pergantian kepanjangan LPD, Koster mengambil jalan tengah dengan mengakomodir aspirasi arus bawah.

“Mau kapan dilaksanakan, silahkan saja. Sampai semuanya cocok dan sepakat, baru jalan,” ujarnya sembari mengingatkan agar seluruh jajaran pengurus LPD jangan hanya berpikir nyamannya sekarang saja, namun harus pula memikirkan antisipasi jangka panjang.

 

Selain itu, Ia juga menambahkan, agar nantinya LPD tak masuk dalam kategori lembaga keuangan mikro, namun eksis sebagai kearifan lokal yang dilindungi hukum adat.

 

“Sehingga keberadaannya aman dan terproteksi dalam jangka panjang. Secara hukum juga diatur dalam hukum adat,” imbuhnya.

 

Dalam pertemuan itu, Koster tetap menawarkan satu pasal yang mengatur keberadaan LPD (Labda Pacingkreman Desa) dalam Ranperda Desa Adat yaitu Pasal 60.

 

Dalam pasal ini disebutkan bahwa desa adat memiliki utsaha desa adat yang terdiri dari Labda Pacingkreman Desa (LPD) dan Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA). “LPD adalah lembaga keuangannya, sedangkan BUPDA merupakan lembaga ekonomi dan sektor riil di luar keuangan,” bebernya.

 

Selanjutnya keberadaan LPD akan diatur dalam Perda, sementara BUPDA diatur dalam Pergub.

 

Namun sepanjang Perda yang mengatur tentang LPD sebagai Labda Pacingkreman Desa belum ada,  yang berlaku adalah Perda Nomor 3 Tahun 2017 yang mengatur LPD sebagai Lembaga Perkreditan Desa.

 

“Suatu saat kalau semua sepakat untuk perubahan, sudah ada payungnya,” ujar Koster sembari meminta semua pihak agar menghentikan polemik di media.

 

Menurutnya, semua pihak punya niat baik dan tak ada yang ingin menghancurkan suatu yang sudah baik.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/