29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:53 AM WIB

Pantai Lebih Nyepi Segara, Nelayan Gianyar Libur Seharian

GIANYAR – Nelayan di Pantai Lebih, Kecamatan Gianyar, sedang libur. Itu karena masyarakat Desa Lebih menjalankan tradisi Nyepi Segara.

Tradisi turun temurun itu digelar setiap penanggalan Purnama Sasih Kapat. Nyepi Segara digelar tiga hari.

Dimulai sebelum puncak purnama, pada puncak bulan purnama dan hari ketiga setelah puncak bulan purnama.

Menurut salah satu nelayan, I Nyoman Wanta, Nyepi Segara ini sama seperti Nyepi tahunan yang digelar masyarakat Bali.

“Bedanya, ini Nyepi di laut. Jadi tidak boleh ada aktivitas apa-apa di laut,” ujar Wanta kemarin. Nyepi kemarin, merupakan hari terakhir. “Besok sudah boleh melaut lagi,” jelasnya.

Menurutnya, tradisi itu diyakini sebagai tetamiang atau peninggalan leluhur yang sudah secara turun temurun tanpa pernah dirubah sedikitpun.

“Dari bapak saya. Bahkan dari kakek-nenek saya memang sudah speperti ini adanya. Setiap Purnama Sasih Kapat pada Pura Segara dilakukannya sebuah upacara agung,” terangnya.

Setelah upacara, dilanjutkan dengan Nyepi selama tiga hari penuh. “Berlangsung tiga hari. Sebelum Purnama, saat Purnama dan sehari setelah Purnama,” paparnya.

Kata dia, Nyepi segara ini berlaku bagi semua kalangan. Baik para nelayan, pemancing, dan masyarakat umum tidak diperkenankan melakukan aktivitas ke pantai sampai ke air laut.

“Batasannya dari timur mulai pada aliran Tukad Sangsang. Kalau bagian barat sampai aliran Tukad Udang-udang. 

Lewat dari batas sungai itu dikatakan masyarakat dan nelayannya bisa beraktivitas seperti biasa,” jelasnya.

Rangkaian Nyepi segara ini ada beberapa hal. Pertama menghaturkan banten dan penjor pada perahu yang ada.

Banten yang dihaturkan terdiri atas sarana bayuan, sambutan, sampai penjor seperti penjor biyu kukung di sawah.

“Tujuannya tidak lain sebagai ungkapan terimakasih kami selaku nelayan yang setiap hari menggunakan perahu sebagai mata pencaharian,” terangnya.

Apabila ada yang melanggar ketentuan, kata Wanta akan kena sanksi. Zaman dulu, pelanggar dikenakan denda dengan membayar uang kepeng sebanyak 200 biji.

Selain itu diyakini perjalannnya di laut akan menemukan marabahaya dan sengsara. “Kalau ada yang mau memancing, kami juga kasih tahu

bahwa sedang melakukan Nyepi Segara di sini dan mereka biasanya pindah ke pantai yang lainnya,” pungkasnya. 

GIANYAR – Nelayan di Pantai Lebih, Kecamatan Gianyar, sedang libur. Itu karena masyarakat Desa Lebih menjalankan tradisi Nyepi Segara.

Tradisi turun temurun itu digelar setiap penanggalan Purnama Sasih Kapat. Nyepi Segara digelar tiga hari.

Dimulai sebelum puncak purnama, pada puncak bulan purnama dan hari ketiga setelah puncak bulan purnama.

Menurut salah satu nelayan, I Nyoman Wanta, Nyepi Segara ini sama seperti Nyepi tahunan yang digelar masyarakat Bali.

“Bedanya, ini Nyepi di laut. Jadi tidak boleh ada aktivitas apa-apa di laut,” ujar Wanta kemarin. Nyepi kemarin, merupakan hari terakhir. “Besok sudah boleh melaut lagi,” jelasnya.

Menurutnya, tradisi itu diyakini sebagai tetamiang atau peninggalan leluhur yang sudah secara turun temurun tanpa pernah dirubah sedikitpun.

“Dari bapak saya. Bahkan dari kakek-nenek saya memang sudah speperti ini adanya. Setiap Purnama Sasih Kapat pada Pura Segara dilakukannya sebuah upacara agung,” terangnya.

Setelah upacara, dilanjutkan dengan Nyepi selama tiga hari penuh. “Berlangsung tiga hari. Sebelum Purnama, saat Purnama dan sehari setelah Purnama,” paparnya.

Kata dia, Nyepi segara ini berlaku bagi semua kalangan. Baik para nelayan, pemancing, dan masyarakat umum tidak diperkenankan melakukan aktivitas ke pantai sampai ke air laut.

“Batasannya dari timur mulai pada aliran Tukad Sangsang. Kalau bagian barat sampai aliran Tukad Udang-udang. 

Lewat dari batas sungai itu dikatakan masyarakat dan nelayannya bisa beraktivitas seperti biasa,” jelasnya.

Rangkaian Nyepi segara ini ada beberapa hal. Pertama menghaturkan banten dan penjor pada perahu yang ada.

Banten yang dihaturkan terdiri atas sarana bayuan, sambutan, sampai penjor seperti penjor biyu kukung di sawah.

“Tujuannya tidak lain sebagai ungkapan terimakasih kami selaku nelayan yang setiap hari menggunakan perahu sebagai mata pencaharian,” terangnya.

Apabila ada yang melanggar ketentuan, kata Wanta akan kena sanksi. Zaman dulu, pelanggar dikenakan denda dengan membayar uang kepeng sebanyak 200 biji.

Selain itu diyakini perjalannnya di laut akan menemukan marabahaya dan sengsara. “Kalau ada yang mau memancing, kami juga kasih tahu

bahwa sedang melakukan Nyepi Segara di sini dan mereka biasanya pindah ke pantai yang lainnya,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/