26.2 C
Jakarta
26 April 2024, 3:45 AM WIB

Tembus 3.900 Orang, Dewan Minta Eksekutif Kendalikan Pegawai Kontrak

SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng didesak melakukan pengendalian terhadap jumlah pegawai kontrak.

Kini jumlah pegawai kontrak di Buleleng disebut mencapai 3.900 orang. Jumlah itu pun dianggap tak efektif, karena beban kerjanya tak sebanding.

Untuk membiayai pegawai kontrak saja, pemerintah mengalokasikan anggaran hingga Rp 90 miliar.

Dengan alokasi anggaran itu, para pegawai kontrak hanya mendapat gaji rata-rata Rp 1,5 juta per bulan. Bahkan ada pula pegawai kontrak yang hanya mendapat gaji Rp 1 juta per bulan.

Anggota Badan Anggaran DPRD Buleleng Wayan Teren mengatakan, pengendalian jumlah pegawai kontrak bisa memberikan dampak positif.

Pertama menghemat keuangan daerah, kedua membuat kinerja lembaga menjadi lebih efektif dan efisien.

“Pengendalian itu bukan berarti pemangkasan. Tapi kalau misalnya ada pegawai kontrak yang berhenti, nggak usah dicari penggantinya,” kata Teren saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng.

Kalau toh  posisi itu sangat dibutuhkan, Teren menyarankan agar melakukan pergeseran pegawai kontrak. Misalnya dari instansi yang tenaganya berlebih, ke instansi yang membutuhkan tambahan tenaga.

“Saya yakin dalam tiga tahun mendatang akan dapat postur yang ideal dan kinerja yang jauh lebih efektif. Ini juga tidak akan terus menerus membebani keuangan daerah,” katanya.

Sementara itu Sekkab Buleleng Dewa Ketut Puspaka mengatakan, kini pemerintah sebenarnya sudah melakukan moratorium rekrutmen tenaga kontrak.

Moratorium itu seiring dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Bupati Buleleng beberapa bulan lalu. Rekrutmen hanya bisa dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari bupati.

Hanya saja, Puspaka menyebut ada sejumlah kebutuhan tenaga teknis yang harus diisi oleh tenaga kontrak.

Contohnya tenaga pendidik di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dan tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan.

“Itu kan tenaga-tenaga kontrak yang kualifikasinya khusus. Kalau di Disdikpora itu sudah jelas ijazahnya guru.

Sebab kalau tidak diisi, kita kekurangan guru. Begitu juga di Dinas Kesehatan. Tapi kalau di instansi lain, sudah tidak ada rekrutmen,” katanya. 

SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng didesak melakukan pengendalian terhadap jumlah pegawai kontrak.

Kini jumlah pegawai kontrak di Buleleng disebut mencapai 3.900 orang. Jumlah itu pun dianggap tak efektif, karena beban kerjanya tak sebanding.

Untuk membiayai pegawai kontrak saja, pemerintah mengalokasikan anggaran hingga Rp 90 miliar.

Dengan alokasi anggaran itu, para pegawai kontrak hanya mendapat gaji rata-rata Rp 1,5 juta per bulan. Bahkan ada pula pegawai kontrak yang hanya mendapat gaji Rp 1 juta per bulan.

Anggota Badan Anggaran DPRD Buleleng Wayan Teren mengatakan, pengendalian jumlah pegawai kontrak bisa memberikan dampak positif.

Pertama menghemat keuangan daerah, kedua membuat kinerja lembaga menjadi lebih efektif dan efisien.

“Pengendalian itu bukan berarti pemangkasan. Tapi kalau misalnya ada pegawai kontrak yang berhenti, nggak usah dicari penggantinya,” kata Teren saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng.

Kalau toh  posisi itu sangat dibutuhkan, Teren menyarankan agar melakukan pergeseran pegawai kontrak. Misalnya dari instansi yang tenaganya berlebih, ke instansi yang membutuhkan tambahan tenaga.

“Saya yakin dalam tiga tahun mendatang akan dapat postur yang ideal dan kinerja yang jauh lebih efektif. Ini juga tidak akan terus menerus membebani keuangan daerah,” katanya.

Sementara itu Sekkab Buleleng Dewa Ketut Puspaka mengatakan, kini pemerintah sebenarnya sudah melakukan moratorium rekrutmen tenaga kontrak.

Moratorium itu seiring dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Bupati Buleleng beberapa bulan lalu. Rekrutmen hanya bisa dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari bupati.

Hanya saja, Puspaka menyebut ada sejumlah kebutuhan tenaga teknis yang harus diisi oleh tenaga kontrak.

Contohnya tenaga pendidik di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dan tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan.

“Itu kan tenaga-tenaga kontrak yang kualifikasinya khusus. Kalau di Disdikpora itu sudah jelas ijazahnya guru.

Sebab kalau tidak diisi, kita kekurangan guru. Begitu juga di Dinas Kesehatan. Tapi kalau di instansi lain, sudah tidak ada rekrutmen,” katanya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/