27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:49 AM WIB

Sepakat Skema 70;30, Warga Tempati 359,8 Ha, Pemerintah Dijatah 154 Ha

SINGARAJA – Penuntasan sengketa agraria di Desa Sumberklampok yang telah berlangsung selama puluhan tahun, terus digenjot penyelesaiannya.

Pihak desa dan Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberklampok disebut rutin bolak-balik ke Denpasar, untuk menyelesaikan proses penerbitan sertifikat tanah warga.

Kemarin (15/2) Tim 9 bersama Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitra Yasa kembali mendatangi Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Bali.

Mereka tengah menggodog pembagian lahan kepada masing-masing kepala keluarga yang berhak atas lahan tersebut.

Sawitra mengatakan, pada prinsipnya warga dan pemerintah sudah sepakat dengan skema 70:30. Dari lahan seluas 612,72 hektare, sebanyak 70 persen atau 359,8 hektare diserahkan pada 929 kepala keluarga yang ada.

Sementara 30 persen sisanya atau 154 hektare diserahkan pada pemerintah. Jumlah itu sudah dikurangi dengan pemanfaatan fasilitas umum dan sosial seluas 33,37 hektare, serta pemukiman seluas 65,55 hektare.

Sawitra menyebut kedua belah pihak sudah sepakat dengan peta bidang yang disusun bersama. Pemprov Bali disebut mendapat lahan di sisi utara.

“Lahan Pemprov itu memang di utara desa, dari daerah Tegal Bunder sampai Teluk Terima. Di luar itu menjadi hak masyarakat,” kata Sawitra Yasa saat dihubungi dari Singaraja kemarin.

Sawitra mengatakan, saat ini pembahasan sudah makin intens. Pembahasan tak lagi sebatas peta bidang global saja.

Namun sudah mengarah pada pembagian per kepala keluarga. Rencananya sertifikat akan terbit paling cepat pada bulan Maret mendatang.

“Kemarin kan masih global. Sekarang pembahasannya sudah mulai per kepala keluarga. Sekarang gambarnya disepakati dulu, setelah itu baru penerbitan seritifikat.

Memang awalnya rencana bulan Januari sudah terbit, tapi karena kondisi anggaran akhirnya belum bisa terealisasi. Kami dapat memahami masalah itu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil BPN Bali Rudi Rubijaya mengungkapkan, penyelesaian konflik agraria di Desa Sumberklampok sudah dibahas secara intens.

Rudi Rubijaya menyebut hal itu selaras dengan instruksi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), yang meminta agar masalah itu segera diselesaikan.

“Ini sedang dalam proses penyertifikatan tanah yang mana pemprov dan yang mana tanah warga. Kami sudah siapkan rancangan dengan pengumpulan data fisik, dalam waktu dua bulan ini harus sudah selesai,” jelas Rudi Rubijaya.

Menurutnya penertiban akan dilakukan dalam waktu singkat, setelah proses pengukuran lahan warga tuntas dilakukan.

“Saat ini proses sedang berjalan. Karena ini bukan hanya tanah warga saja yang harus disertifikatkan, juga ada tanah Pemprov. Kami upayakan ini bisa segera selesai,” tukasnya. 

SINGARAJA – Penuntasan sengketa agraria di Desa Sumberklampok yang telah berlangsung selama puluhan tahun, terus digenjot penyelesaiannya.

Pihak desa dan Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberklampok disebut rutin bolak-balik ke Denpasar, untuk menyelesaikan proses penerbitan sertifikat tanah warga.

Kemarin (15/2) Tim 9 bersama Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitra Yasa kembali mendatangi Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Bali.

Mereka tengah menggodog pembagian lahan kepada masing-masing kepala keluarga yang berhak atas lahan tersebut.

Sawitra mengatakan, pada prinsipnya warga dan pemerintah sudah sepakat dengan skema 70:30. Dari lahan seluas 612,72 hektare, sebanyak 70 persen atau 359,8 hektare diserahkan pada 929 kepala keluarga yang ada.

Sementara 30 persen sisanya atau 154 hektare diserahkan pada pemerintah. Jumlah itu sudah dikurangi dengan pemanfaatan fasilitas umum dan sosial seluas 33,37 hektare, serta pemukiman seluas 65,55 hektare.

Sawitra menyebut kedua belah pihak sudah sepakat dengan peta bidang yang disusun bersama. Pemprov Bali disebut mendapat lahan di sisi utara.

“Lahan Pemprov itu memang di utara desa, dari daerah Tegal Bunder sampai Teluk Terima. Di luar itu menjadi hak masyarakat,” kata Sawitra Yasa saat dihubungi dari Singaraja kemarin.

Sawitra mengatakan, saat ini pembahasan sudah makin intens. Pembahasan tak lagi sebatas peta bidang global saja.

Namun sudah mengarah pada pembagian per kepala keluarga. Rencananya sertifikat akan terbit paling cepat pada bulan Maret mendatang.

“Kemarin kan masih global. Sekarang pembahasannya sudah mulai per kepala keluarga. Sekarang gambarnya disepakati dulu, setelah itu baru penerbitan seritifikat.

Memang awalnya rencana bulan Januari sudah terbit, tapi karena kondisi anggaran akhirnya belum bisa terealisasi. Kami dapat memahami masalah itu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil BPN Bali Rudi Rubijaya mengungkapkan, penyelesaian konflik agraria di Desa Sumberklampok sudah dibahas secara intens.

Rudi Rubijaya menyebut hal itu selaras dengan instruksi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), yang meminta agar masalah itu segera diselesaikan.

“Ini sedang dalam proses penyertifikatan tanah yang mana pemprov dan yang mana tanah warga. Kami sudah siapkan rancangan dengan pengumpulan data fisik, dalam waktu dua bulan ini harus sudah selesai,” jelas Rudi Rubijaya.

Menurutnya penertiban akan dilakukan dalam waktu singkat, setelah proses pengukuran lahan warga tuntas dilakukan.

“Saat ini proses sedang berjalan. Karena ini bukan hanya tanah warga saja yang harus disertifikatkan, juga ada tanah Pemprov. Kami upayakan ini bisa segera selesai,” tukasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/