SINGARAJA– DPRD Buleleng mendesak agar pemerintah menyiapkan desk pengaduan keluhan masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang terdampak keberadaan menara telekomunikasi.
Dewan menganggap hal ini penting, karena selama ini warga yang terdampak keberadaan menara telekomunikasi kesulitan menyampaikan pengaduan pada pemerintah.
Wacana itu mencuat saat DPRD Buleleng melakukan pembahasan Revisi Perda Menara Telekomunikasi. Dalam revisi tersebut dewan mengusulkan agar pemerintah tak semata-mata mengatur masalah tarif saja.
Namun juga mengatur masalah hak dan kewajiban investor, serta perlindungan masyarakat yang bermukim di sekitar menara. Saat ini revisi tersebut tengah dibahas di tingkat Panitia Khusus (Pansus).
Anggota Pansus, Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan pemerintah harus menyediakan layanan pengaduan masyarakat. Ia menilai selama ini masyarakat kesulitan menyampaikan laporan pengaduan. Laporan hanya disampaikan pada aparat di tingkat desa. Dampaknya penanganan pun terbilang lamban dilakukan.
Ia mengaku sempat menemukan rumah warga yang terdampak menara telekomunikasi. Instalasi listrik di rumah tersebut mengalami kerusakan karena terdampak sambaran petir.
“Saat ada petir menyambar menara, rumah mereka juga ikut kena. Lampunya pecah, sakering lepas, televisi juga rusak. Tapi warga ini tidak tahu mau mengadu ke instansi mana agar dapat penanganan. Makanya kami mendesak agar pemerintah juga menyediakan layanan pengaduan, entah itu ke Dinas Perizinan atau ke Pol PP,” kata Wandira.
Pengaduan itu bukan hanya terkait dengan kerusakan yang diderita warga semata. Layanan pengaduan juga dapat dimanfaatkan untuk pengawasan partisipatif dari masyarakat.
Warga yang mengetahui adanya pembangunan menara telekomunikasi tak berizin, dapat segera mengadukan hal tersebut pada pemerintah.
“Siapkan saja layanan pengaduannya. Saya rasa ini tidak sulit bagi pemerintah di zaman serba teknologi seperti ini,” katanya.
Di sisi lain Pansus juga mengusulkan agar pemerintah menerapkan tarif tunggal retribusi menara telekomunikasi. Besarannya mencapai Rp 3,6 juta per menara.
Dengan rumusan tarif tunggal itu, pemerintah pun tak lagi dipusingkan dengan perhitungan NJOP, ketinggian menara, dan jumlah penyewa menara yang selama ini menjadi acuan pengenaan tarif.