33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:19 PM WIB

Dianggap Sewenang-wenang, Kontraktor Kebun Raya Jagatnatha Gugat PPK

NEGARA – Pembangunan Kebun Raya Jagatnatha berbuntut Panjang. Kontraktor yang mengerjakan proyek kebun raya tahap pertama PT. Mari Bangun Persada Spesialis,

menggugat Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Bali, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Kontraktor tersebut mengajukan gugatan ke pengadilan terkait dengan pemutusan kontrak oleh PPK.

Pemutusan kontrak dilakukan sepihak karena tidak memberikan waktu untuk rekanan melakukan klarifikasi, sehingga keputusan tersebut dinilai cacat hukum.

“Kami melihat ada tindakan sewenang-wenang dilakukan,” kata I Made Arnawa, selaku penasehat hukum PT. Mari Bangun Persada Spesialis kemarin.

Arnawa menjelaskan, proyek pembangunan yang dilakukan hukum PT. Mari Bangun Persada Spesialis merupakan proyek tahun 2018, anggaran dari APBN dengan nilai kontrak sekitar Rp 10.232.942.000.

Dalam perjalanannya, proyek tersebut selanjutnya diserahterimakan 12 Desember 2018. Setelah melakukan serah terima, perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pemeliharaan selama 6 bulan.

Sebelum masa pemeliharaan habis, dilakukan pemeriksaan terakhir oleh PPK bersama instansi terkait 17 Mei 2019 untuk memastikan

pengerjaan sebelum dilakukan serah terima pada 12 Juli 2019, setelah dilakukan perpanjangan pemeliharaan selama 1 bulan.

“Setelah pemeriksaan mereka (PPK) memberikan catatan item-item yang harus dikerjakan dan harus diperbaiki,” jelasnya.

Setelah menerima catatan tersebut, perusahaan langsung melakukan perbaikan sesuai item dalam catatan dari PPK.

“Persoalannya waktu itu, kayu dapat dari Jawa, sehingga ditakutkan pada 12 Juni tidak bisa selesai, sehingga berkoordinasi dengan PPK meminta perpanjangan

masa pemeliharaan tersebut menjadi 12 Juli 2019. PPK memberikan waktu perpanjangan dengan catatan menyerahkan sertifikat jaminan sebesar 5 persen dari nilai proyek,” terangnya.

Setelah proses pemeliharaan selesai hingga 12 Juli 2019, tiga hari kemudian PPK bersama timnya melakukan pemeriksaan masa pemeliharaan.

Hasil pemeriksaan diserahkan pada perusahaan, tetapi berita acara pemeriksaan janggal karena berisi keputusan memutus kontrak.

“Itu yang nggak bener. Semestinya kalau pekerjaan pemeliharaan tidak bagus, berita acara itu harusnya melahirkan keputusan lagi. Tapi ini hasilnya berbeda, langsung putus kontrak,” ungkapnya.

Setelah memutus kontrak, PPK mengirim surat pada asuransi agar mencarikan jaminan, sehingga pihaknya melihat ada tindakan sewenang-wenang dilakukan oleh PPK.

Jika melihat secara teknis, logikanya pekerjaan sudah serah terima pekerjaan selesai 100 persen. “Pekerjaan sudah selesai dan pemeliharaan sudah dikerjakan,” tegasnya.

Arnawa menambahkan, pekerjaan yang dilakukan sekarang tidak ada hubungan dengan pekerjaan sebelumnya.

Artinya, pekerjaan yang sekarang yang dilakukan bukan untuk memperbaiki pekerjaan yang dinilai tidak benar oleh kontraktor sebelumnya.  

“Karena pekerjaan yang saat ini dikerjakan, sudah direncanakan sebelumnya, bukan karena dampak pekerjaan klien kami sebelumnya,” terangnya.

Selain itu, pinalti adalah denda yang harus dibayar oleh kontraktor akibat keterlambatan pengerjaan. Besarnya tergantung lamanya keterlambatan.

Jaminan masa pemeliharaan besarnya adalah 5% dari nilai proyek. Dicairkan apabila kontraktor tidak melakukan perbaikan dalam masa pemeliharaan.

“Ini kontraktor jelas-jelas melakukan perbaikan, tapi jaminan tidak dicairkan,” terangnya. PPK Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Bali,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Ketut Suarta dikonfirmasi terpisah membenarkan bahwa pihaknya digugat ke PTUN

karena masalah pemutusan kontrak. “Kami akan hadapi prosesnya. Kami sudah siapkan semua untuk menghadapi gugatan itu,” terangnya.

Seperti diketahui, Pembangunan Kebun Raya sebelumnya dikejakan oleh Kontraktor pelaksana PT. Mari Bangun Persada Spesialis.

Perusahaan yang alamat kantor cabang Karangasem tersebut mengerjakan dengan nilai kontrak sekitar Rp 10.232.942.000, bersumber dari APBN masa pengerjaan 180 hari dari 26 April hingga 22 Oktober 2018.

Namun, hingga batas waktu kontrak, proyek dibawah pengawasan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D)

Kejaksaan Tinggi Bali, sampai batas waktu pengerjaan belum selesai sehingga rekanan tersebut didenda sebesar Rp 500 juta lebih. 

NEGARA – Pembangunan Kebun Raya Jagatnatha berbuntut Panjang. Kontraktor yang mengerjakan proyek kebun raya tahap pertama PT. Mari Bangun Persada Spesialis,

menggugat Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Bali, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Kontraktor tersebut mengajukan gugatan ke pengadilan terkait dengan pemutusan kontrak oleh PPK.

Pemutusan kontrak dilakukan sepihak karena tidak memberikan waktu untuk rekanan melakukan klarifikasi, sehingga keputusan tersebut dinilai cacat hukum.

“Kami melihat ada tindakan sewenang-wenang dilakukan,” kata I Made Arnawa, selaku penasehat hukum PT. Mari Bangun Persada Spesialis kemarin.

Arnawa menjelaskan, proyek pembangunan yang dilakukan hukum PT. Mari Bangun Persada Spesialis merupakan proyek tahun 2018, anggaran dari APBN dengan nilai kontrak sekitar Rp 10.232.942.000.

Dalam perjalanannya, proyek tersebut selanjutnya diserahterimakan 12 Desember 2018. Setelah melakukan serah terima, perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pemeliharaan selama 6 bulan.

Sebelum masa pemeliharaan habis, dilakukan pemeriksaan terakhir oleh PPK bersama instansi terkait 17 Mei 2019 untuk memastikan

pengerjaan sebelum dilakukan serah terima pada 12 Juli 2019, setelah dilakukan perpanjangan pemeliharaan selama 1 bulan.

“Setelah pemeriksaan mereka (PPK) memberikan catatan item-item yang harus dikerjakan dan harus diperbaiki,” jelasnya.

Setelah menerima catatan tersebut, perusahaan langsung melakukan perbaikan sesuai item dalam catatan dari PPK.

“Persoalannya waktu itu, kayu dapat dari Jawa, sehingga ditakutkan pada 12 Juni tidak bisa selesai, sehingga berkoordinasi dengan PPK meminta perpanjangan

masa pemeliharaan tersebut menjadi 12 Juli 2019. PPK memberikan waktu perpanjangan dengan catatan menyerahkan sertifikat jaminan sebesar 5 persen dari nilai proyek,” terangnya.

Setelah proses pemeliharaan selesai hingga 12 Juli 2019, tiga hari kemudian PPK bersama timnya melakukan pemeriksaan masa pemeliharaan.

Hasil pemeriksaan diserahkan pada perusahaan, tetapi berita acara pemeriksaan janggal karena berisi keputusan memutus kontrak.

“Itu yang nggak bener. Semestinya kalau pekerjaan pemeliharaan tidak bagus, berita acara itu harusnya melahirkan keputusan lagi. Tapi ini hasilnya berbeda, langsung putus kontrak,” ungkapnya.

Setelah memutus kontrak, PPK mengirim surat pada asuransi agar mencarikan jaminan, sehingga pihaknya melihat ada tindakan sewenang-wenang dilakukan oleh PPK.

Jika melihat secara teknis, logikanya pekerjaan sudah serah terima pekerjaan selesai 100 persen. “Pekerjaan sudah selesai dan pemeliharaan sudah dikerjakan,” tegasnya.

Arnawa menambahkan, pekerjaan yang dilakukan sekarang tidak ada hubungan dengan pekerjaan sebelumnya.

Artinya, pekerjaan yang sekarang yang dilakukan bukan untuk memperbaiki pekerjaan yang dinilai tidak benar oleh kontraktor sebelumnya.  

“Karena pekerjaan yang saat ini dikerjakan, sudah direncanakan sebelumnya, bukan karena dampak pekerjaan klien kami sebelumnya,” terangnya.

Selain itu, pinalti adalah denda yang harus dibayar oleh kontraktor akibat keterlambatan pengerjaan. Besarnya tergantung lamanya keterlambatan.

Jaminan masa pemeliharaan besarnya adalah 5% dari nilai proyek. Dicairkan apabila kontraktor tidak melakukan perbaikan dalam masa pemeliharaan.

“Ini kontraktor jelas-jelas melakukan perbaikan, tapi jaminan tidak dicairkan,” terangnya. PPK Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Bali,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Ketut Suarta dikonfirmasi terpisah membenarkan bahwa pihaknya digugat ke PTUN

karena masalah pemutusan kontrak. “Kami akan hadapi prosesnya. Kami sudah siapkan semua untuk menghadapi gugatan itu,” terangnya.

Seperti diketahui, Pembangunan Kebun Raya sebelumnya dikejakan oleh Kontraktor pelaksana PT. Mari Bangun Persada Spesialis.

Perusahaan yang alamat kantor cabang Karangasem tersebut mengerjakan dengan nilai kontrak sekitar Rp 10.232.942.000, bersumber dari APBN masa pengerjaan 180 hari dari 26 April hingga 22 Oktober 2018.

Namun, hingga batas waktu kontrak, proyek dibawah pengawasan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D)

Kejaksaan Tinggi Bali, sampai batas waktu pengerjaan belum selesai sehingga rekanan tersebut didenda sebesar Rp 500 juta lebih. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/