25.6 C
Jakarta
19 September 2024, 7:15 AM WIB

Delapan Desa Adat di Jembrana Sepakat Meniadakan Ogoh-ogoh

NEGARA – Meski majelis desa adat (MDA) Bali memberikan lampu hijau untuk pembuatan dan pawai ogoh-ogoh, disikapi beragam di masyarakat. Bahkan sejumlah desa di Jembrana memastikan tidak membuat ogoh-ogoh jelang Hari Raya Nyepi bulan Maret mendatang.

 

Salah satu pertimbangan dari desa adat yang tidak membuat karena biaya pembuatan dan syarat surat keterangan bebas Covid-19.

 

Informasi yang dihimpun, desa yang sudah dipastikan tidak membuat dan pawai ogoh-ogoh dari desa adat di Pekutatan.

 

Berdasarkan rapat yowana dan desa adat masing-masing, sementara ada delapan desa adat yang dipastikan tidak membuat. “Waktu rapat Sabtu lalu, ada tujuh desa ada yang tidak membuat. Per hari ini (kemarin) ada delapan desa adat,” kata Bendesa Majelis Alit Pekutatan I Kadek Suentra, dikonfirmasi Minggu (16/1).

 

Menurutnya, alasan meniadakan pembuatan dan pawai ogoh-ogoh, karena biaya untuk pembuatan sudah tidak ada bantuan. Sedangkan untuk meminta sumbangan kepada masyarakat cukup berat, karena di tengah pandemi Covid-19 ini ekonomi masyarakat sangat sulit.

 

Selain itu, biaya test bebas Covid-19 yang dibebankan kepada masing- masing peserta juga dirasa berat. “Dari pada untuk buat ogoh-ogoh, yowana memilih untuk mengalihkan kegiatan ritual peribadatan,” terangnya.

 

Kemungkinan desa adat yang tambah lagi,  karena desa adat masih rapat dengan sekaa teruna teruni masing-masing. Dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan dan alasan dari desa adat lain yang sudah memastikan tidak membuat, pihaknya memperkirakan desa adat lain bersikap sama. Meniadakan ogoh-ogoh di masing-masing banjarnya.

 

“Kami masih menunggu desa adat yang masih proses rapat dengan masing-masing sekaa,” ujarnya.

 

Sementara dari desa adat lain, sudah ada yang sepakat di tingkat prajuru untuk meniadakan. Seperti desa adat Sumbersari Kecamatan Melaya. Pihak desa adat akan sosialisasikan mengenai aturan-aturan tentang pembuatan ogoh-ogoh kepada Banjar dan sekaa. “Kalau di tingkat prajuru, sudah ada kesepakatan untuk meniadakan. Tetapi perlu kami sosialisasikan kepada Sekaa,”ujar Bendesa Desa Adat I Ketut Subanda Birangga.

 

Menurutnya, pihaknya akan menggelar rapat untuk memutuskan di tingkat desa apakah tetap melaksanakan atau meniadakan ogoh-ogoh. Namun harapan dari prajurit, diputuskan untuk ditiadakan dengan alasan biaya untuk pembuatan ogoh-ogoh dan memenuhi syarat bebas Covid -19 yang memberatkan peserta.

 

“Kami juga khawatir tidak mampu mengendalikan kerumunan pada saat pelaksanaan, tidak hanya mengendalikan peserta tetapi juga warga yang menonton,” tegasnya.

 

Disamping itu, Desa Adat Sumbersari, Desa Melaya, memiliki rencana pembangunan fisik di pura Taman yang memerlukan banyak biaya pada tahun 2022 sebagai bagian dari persiapan upacara Ngenteg Linggih tahun 2023. Karena itu, pihaknya masih mengumpulkan dana untuk pembangunan, sehingga jika ada dana masih dialokasikan untuk pembangunan pura.

 

Terpisah, Petajuh I Majelis Desa Adat (MDA) Jembrana I Ketut Arya Tangkas mengakui bahwa sejumlah desa adat di Jembrana sudah memutuskan untuk meniadakan ogoh-ogoh. Secara umum, alasan dari desa dat meniadakan ogoh-ogoh karena dari sisi aturan yang ketat, terutama syarat bebas Covid-19 yang biayanya dibebankan kepada peserta.

 

“Kami sudah meminta pada seluruh desa adat agar segera menggelar rapat dengan masing-masing yowana untuk memutuskan mengenai ogoh-ogoh ini, “ujarnya.

 

Menurutnya, dari rapat sementara dari lima kecamatan yang ada di Jembrana, sejumlah desa adat Kecamatan Pekutatan sudah memutuskan untuk tidak membuat ogoh-ogoh. Sedangkan Kecamatan Mendoyo dan Melaya masih ragu-ragu, karena belum ada keputusan dari masing-masing desa adat.

 

“Dari Kecamatan Jembrana dan Negara, informasi terakhir tetap melaksanakan. Tetapi bisa berubah lagi, jika situasi dan kondisi tidak memungkinkan,” terangnya.

 

Majelis desa adat kabupaten, lanjutnya, menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing desa adat dan yowana masing-masing untuk memutuskan. Pihaknya tidak akan melarang jika ada desa adat yang banjarnya tetap membuat, namun dengan syarat mengikuti seluruh aturan yang ada.

 

NEGARA – Meski majelis desa adat (MDA) Bali memberikan lampu hijau untuk pembuatan dan pawai ogoh-ogoh, disikapi beragam di masyarakat. Bahkan sejumlah desa di Jembrana memastikan tidak membuat ogoh-ogoh jelang Hari Raya Nyepi bulan Maret mendatang.

 

Salah satu pertimbangan dari desa adat yang tidak membuat karena biaya pembuatan dan syarat surat keterangan bebas Covid-19.

 

Informasi yang dihimpun, desa yang sudah dipastikan tidak membuat dan pawai ogoh-ogoh dari desa adat di Pekutatan.

 

Berdasarkan rapat yowana dan desa adat masing-masing, sementara ada delapan desa adat yang dipastikan tidak membuat. “Waktu rapat Sabtu lalu, ada tujuh desa ada yang tidak membuat. Per hari ini (kemarin) ada delapan desa adat,” kata Bendesa Majelis Alit Pekutatan I Kadek Suentra, dikonfirmasi Minggu (16/1).

 

Menurutnya, alasan meniadakan pembuatan dan pawai ogoh-ogoh, karena biaya untuk pembuatan sudah tidak ada bantuan. Sedangkan untuk meminta sumbangan kepada masyarakat cukup berat, karena di tengah pandemi Covid-19 ini ekonomi masyarakat sangat sulit.

 

Selain itu, biaya test bebas Covid-19 yang dibebankan kepada masing- masing peserta juga dirasa berat. “Dari pada untuk buat ogoh-ogoh, yowana memilih untuk mengalihkan kegiatan ritual peribadatan,” terangnya.

 

Kemungkinan desa adat yang tambah lagi,  karena desa adat masih rapat dengan sekaa teruna teruni masing-masing. Dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan dan alasan dari desa adat lain yang sudah memastikan tidak membuat, pihaknya memperkirakan desa adat lain bersikap sama. Meniadakan ogoh-ogoh di masing-masing banjarnya.

 

“Kami masih menunggu desa adat yang masih proses rapat dengan masing-masing sekaa,” ujarnya.

 

Sementara dari desa adat lain, sudah ada yang sepakat di tingkat prajuru untuk meniadakan. Seperti desa adat Sumbersari Kecamatan Melaya. Pihak desa adat akan sosialisasikan mengenai aturan-aturan tentang pembuatan ogoh-ogoh kepada Banjar dan sekaa. “Kalau di tingkat prajuru, sudah ada kesepakatan untuk meniadakan. Tetapi perlu kami sosialisasikan kepada Sekaa,”ujar Bendesa Desa Adat I Ketut Subanda Birangga.

 

Menurutnya, pihaknya akan menggelar rapat untuk memutuskan di tingkat desa apakah tetap melaksanakan atau meniadakan ogoh-ogoh. Namun harapan dari prajurit, diputuskan untuk ditiadakan dengan alasan biaya untuk pembuatan ogoh-ogoh dan memenuhi syarat bebas Covid -19 yang memberatkan peserta.

 

“Kami juga khawatir tidak mampu mengendalikan kerumunan pada saat pelaksanaan, tidak hanya mengendalikan peserta tetapi juga warga yang menonton,” tegasnya.

 

Disamping itu, Desa Adat Sumbersari, Desa Melaya, memiliki rencana pembangunan fisik di pura Taman yang memerlukan banyak biaya pada tahun 2022 sebagai bagian dari persiapan upacara Ngenteg Linggih tahun 2023. Karena itu, pihaknya masih mengumpulkan dana untuk pembangunan, sehingga jika ada dana masih dialokasikan untuk pembangunan pura.

 

Terpisah, Petajuh I Majelis Desa Adat (MDA) Jembrana I Ketut Arya Tangkas mengakui bahwa sejumlah desa adat di Jembrana sudah memutuskan untuk meniadakan ogoh-ogoh. Secara umum, alasan dari desa dat meniadakan ogoh-ogoh karena dari sisi aturan yang ketat, terutama syarat bebas Covid-19 yang biayanya dibebankan kepada peserta.

 

“Kami sudah meminta pada seluruh desa adat agar segera menggelar rapat dengan masing-masing yowana untuk memutuskan mengenai ogoh-ogoh ini, “ujarnya.

 

Menurutnya, dari rapat sementara dari lima kecamatan yang ada di Jembrana, sejumlah desa adat Kecamatan Pekutatan sudah memutuskan untuk tidak membuat ogoh-ogoh. Sedangkan Kecamatan Mendoyo dan Melaya masih ragu-ragu, karena belum ada keputusan dari masing-masing desa adat.

 

“Dari Kecamatan Jembrana dan Negara, informasi terakhir tetap melaksanakan. Tetapi bisa berubah lagi, jika situasi dan kondisi tidak memungkinkan,” terangnya.

 

Majelis desa adat kabupaten, lanjutnya, menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing desa adat dan yowana masing-masing untuk memutuskan. Pihaknya tidak akan melarang jika ada desa adat yang banjarnya tetap membuat, namun dengan syarat mengikuti seluruh aturan yang ada.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/