28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:35 AM WIB

Viral Sulinggih Cabul dan Dulang, PHDI Usul Bentuk Kerta Diksa

GIANYAR – Kasus yang menimpa sejumlah Sulinggih di Bali menjadi perhatian krama Hindu dalam beberapa minggu terakhir.

Mulai kasus oknum sulinggih cabul yang berkasus di Sungai Campuhan Tampaksiring. Terbaru, ada dugaan oknum sulinggih viral karena chat dengan perempuan soal dulang.

Terkait mencuatnya kasus tersebut, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Gianyar mengusulkan dibentuk Kerta Diksa.

Hal itu diungkapkan Ketua PHDI Gianyar, Wayan Ardana. “Kerta Diksa ini diusulkan dari PHDI Gianyar kepada PHDI pusat. Tujuannya untuk mengawasi sulinggih,” ujar Ardana.

Menurut Ardana, selama ini, yang mengawasi sulinggih hanya nabe atau guru yang bersangkutan.

“Karena yang sekarang hanya Nabe saja yang bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh muridnya, beliau yang berhak menghukum atau menjatuhkan sanksi bagi muridnya yang melakukan pelanggaran,” ujarnya.

Namun, kebanyakan nabe berusia lebih tua dari murid atau sulinggih tersebut. “Kalau nabe sudah meninggal, siapa yang mengawasi? Sehingga ini perlu diusulkan,” ujarnya.

Maka, lembaga Kerta Diksa inilah yang diharapkan bisa mengawasi perilaku sulinggih yang menyimpang.

Lanjut Ardana, di lembaga Kerta Diksa yang diusulkan ini, pihaknya menyarankan diisi oleh sulinggih kategori senior. “Lembaga ini isinya sulinggih juga. Jadi sulinggih yang mengawasi sulinggih,” jelasnya.

Mengenai usulan membentuk lembaga baru itu, telah disampaikan kepada PHDI Bali. “Karena ini sifatnya berjenjang. Jadi kami usulkan dari daerah,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakannya, untuk menjadi seorang sulinggih tidak bisa sembarangan. Secara umum harus sehat secara fisik dan mental. Kemudian memahami bahasa Indonesia, bahasa Bali dan bahasa Sansekerta.

“Kemudian yang paling penting adalah siap untuk melepas kehidupan welaka (sebelum jadi sulinggih, red). Kalau sudah jadi Sulinggih harus siap melepas keduniawian,

fokus kepada kerohanian. Maka dari segi umur itu umumnya 40 tahun ke atas,” beber Ardana yang juga Tim Ahli Bupati Gianyar itu.

Pihaknya juga akan meminta agar pedoman Diksa atau menjadi sulinggih ditinjau kembali. Itu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Dan tentunya kami berharap kedepan tidak ada kejadian seperti yang sedang ramai belakangan ini,” pintanya.

Sementara itu, di Gianyar ada sekitar 300 orang sulinggih yang terdaftar di PHDI Gianyar. Mereka berasal dari berbagai trah.

Nama-nama sulinggih yang terdaftar ini telah disebar ke setiap desa. Sedangkan dari pantauan pihaknya ada 6 orang sulinggih yang tidak terdaftar di PHDI Gianyar namun tidak diketahui persis berasal dari trah mana.

Hanya saja saat ini masih akan dilakukan pendataan kembali. “Dengan munculnya berita-berita di media tentang oknum sulinggih yang membuat citra sulinggih

menjadi miring maka akan kita lakukan pendataan. Termasuk kami akan sebar ulang daftar nama sulinggih yang terdaftar,” pungkasnya. 

GIANYAR – Kasus yang menimpa sejumlah Sulinggih di Bali menjadi perhatian krama Hindu dalam beberapa minggu terakhir.

Mulai kasus oknum sulinggih cabul yang berkasus di Sungai Campuhan Tampaksiring. Terbaru, ada dugaan oknum sulinggih viral karena chat dengan perempuan soal dulang.

Terkait mencuatnya kasus tersebut, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Gianyar mengusulkan dibentuk Kerta Diksa.

Hal itu diungkapkan Ketua PHDI Gianyar, Wayan Ardana. “Kerta Diksa ini diusulkan dari PHDI Gianyar kepada PHDI pusat. Tujuannya untuk mengawasi sulinggih,” ujar Ardana.

Menurut Ardana, selama ini, yang mengawasi sulinggih hanya nabe atau guru yang bersangkutan.

“Karena yang sekarang hanya Nabe saja yang bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh muridnya, beliau yang berhak menghukum atau menjatuhkan sanksi bagi muridnya yang melakukan pelanggaran,” ujarnya.

Namun, kebanyakan nabe berusia lebih tua dari murid atau sulinggih tersebut. “Kalau nabe sudah meninggal, siapa yang mengawasi? Sehingga ini perlu diusulkan,” ujarnya.

Maka, lembaga Kerta Diksa inilah yang diharapkan bisa mengawasi perilaku sulinggih yang menyimpang.

Lanjut Ardana, di lembaga Kerta Diksa yang diusulkan ini, pihaknya menyarankan diisi oleh sulinggih kategori senior. “Lembaga ini isinya sulinggih juga. Jadi sulinggih yang mengawasi sulinggih,” jelasnya.

Mengenai usulan membentuk lembaga baru itu, telah disampaikan kepada PHDI Bali. “Karena ini sifatnya berjenjang. Jadi kami usulkan dari daerah,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakannya, untuk menjadi seorang sulinggih tidak bisa sembarangan. Secara umum harus sehat secara fisik dan mental. Kemudian memahami bahasa Indonesia, bahasa Bali dan bahasa Sansekerta.

“Kemudian yang paling penting adalah siap untuk melepas kehidupan welaka (sebelum jadi sulinggih, red). Kalau sudah jadi Sulinggih harus siap melepas keduniawian,

fokus kepada kerohanian. Maka dari segi umur itu umumnya 40 tahun ke atas,” beber Ardana yang juga Tim Ahli Bupati Gianyar itu.

Pihaknya juga akan meminta agar pedoman Diksa atau menjadi sulinggih ditinjau kembali. Itu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Dan tentunya kami berharap kedepan tidak ada kejadian seperti yang sedang ramai belakangan ini,” pintanya.

Sementara itu, di Gianyar ada sekitar 300 orang sulinggih yang terdaftar di PHDI Gianyar. Mereka berasal dari berbagai trah.

Nama-nama sulinggih yang terdaftar ini telah disebar ke setiap desa. Sedangkan dari pantauan pihaknya ada 6 orang sulinggih yang tidak terdaftar di PHDI Gianyar namun tidak diketahui persis berasal dari trah mana.

Hanya saja saat ini masih akan dilakukan pendataan kembali. “Dengan munculnya berita-berita di media tentang oknum sulinggih yang membuat citra sulinggih

menjadi miring maka akan kita lakukan pendataan. Termasuk kami akan sebar ulang daftar nama sulinggih yang terdaftar,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/