26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 6:53 AM WIB

Didik Anak-anak Pengungsi di Aula, Ini Respons Para Guru…

RadarBali.com – Puluhan orang siswa yang kini bermukim di pengungsian, terpaksa belajar di aula SDN 1 Tembok.

Mereka terpaksa menerima fasilitas yang ada, karena tak ada lagi ruang kelas yang tersisa. Meski belajar di aula, para siswa tetap semangat mengenyam pelajaran.

“Sekarang siswa sudah lebih senang. Kalau waktu sekolah pagi itu, mereka belajarnya sampai di bawah, duduk lesehan. Kami juga kasihan.

Sekarang kami diberi kesempatan mengajar sore hari, jadi beban saat pagi hari bisa dikurangi,” kata I Nyoman Astawa, salah seorang guru SDN 2 Dukuh, yang ditemui di SDN 1 Tembok siang kemarin.

Astawa sendiri mengaku tak tahu mengapa guru di SDN 2 Dukuh yang harus mengajar di SDN 1 Tembok. Semua itu kebijakan Disdikpora Karangasem.

Ia pun hanya menjalankan perintah. Namun ia tak menampik, jumlah siswa dari SDN 2 Dukuh yang paling banyak bersekolah di sana.

Tercatat ada 40 orang siswa asal SDN 2 Dukuh yang numpang di SDN 1 Tembok. Dari 12 guru asal SDN 2 Dukuh, ada dua orang guru yang terancam tak bisa mengajar dengan maksimal.

Mereka adalah Nyoman Mariani dan Ni Luh Supartini. Alasannya, kedua guru itu mengungsi di Kota Amlapura.

Apabila harus mengajar, mereka terpaksa melintasi beberapa desa di Kecamatan Kubu, yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.

Nyoman Mariani sendiri tercatat sebagai guru agama yang tinggal di Desa Kubu. Sedangkan Ni Luh Supartini adalah wali kelas II yang tinggal di Desa Datah.

Keduanya memilih mengungsi di Kota Amlapura, karena kerabatnya di sana. “Ini juga masih dipikirkan oleh pimpinan kami. Karena mereka berdua kan ngungsi di kota.

Kalau harus ngajar ke sini, harus melewati desa-desa KRB. Apa ada kebijakan atau tidak dari dinas, kami belum tahu,” imbuh Astawa.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah sekolah di Kecamatan Tejakula mengalami overload, karena banyak siswa pengungsi yang ikut numpang belajar.

Tadinya kendala itu bisa diatasi dengan metode double shift. Pagi hari untuk siswa asli serta beberapa siswa pengungsi, dengan tenaga pengajar dari Buleleng.

Siang hari diisi siswa pengungsi dengan tenaga pengajar dari guru-guru di sekolah Karangasem, yang kebetulan mengungsi di sekitar sekolah terdekat. 

RadarBali.com – Puluhan orang siswa yang kini bermukim di pengungsian, terpaksa belajar di aula SDN 1 Tembok.

Mereka terpaksa menerima fasilitas yang ada, karena tak ada lagi ruang kelas yang tersisa. Meski belajar di aula, para siswa tetap semangat mengenyam pelajaran.

“Sekarang siswa sudah lebih senang. Kalau waktu sekolah pagi itu, mereka belajarnya sampai di bawah, duduk lesehan. Kami juga kasihan.

Sekarang kami diberi kesempatan mengajar sore hari, jadi beban saat pagi hari bisa dikurangi,” kata I Nyoman Astawa, salah seorang guru SDN 2 Dukuh, yang ditemui di SDN 1 Tembok siang kemarin.

Astawa sendiri mengaku tak tahu mengapa guru di SDN 2 Dukuh yang harus mengajar di SDN 1 Tembok. Semua itu kebijakan Disdikpora Karangasem.

Ia pun hanya menjalankan perintah. Namun ia tak menampik, jumlah siswa dari SDN 2 Dukuh yang paling banyak bersekolah di sana.

Tercatat ada 40 orang siswa asal SDN 2 Dukuh yang numpang di SDN 1 Tembok. Dari 12 guru asal SDN 2 Dukuh, ada dua orang guru yang terancam tak bisa mengajar dengan maksimal.

Mereka adalah Nyoman Mariani dan Ni Luh Supartini. Alasannya, kedua guru itu mengungsi di Kota Amlapura.

Apabila harus mengajar, mereka terpaksa melintasi beberapa desa di Kecamatan Kubu, yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.

Nyoman Mariani sendiri tercatat sebagai guru agama yang tinggal di Desa Kubu. Sedangkan Ni Luh Supartini adalah wali kelas II yang tinggal di Desa Datah.

Keduanya memilih mengungsi di Kota Amlapura, karena kerabatnya di sana. “Ini juga masih dipikirkan oleh pimpinan kami. Karena mereka berdua kan ngungsi di kota.

Kalau harus ngajar ke sini, harus melewati desa-desa KRB. Apa ada kebijakan atau tidak dari dinas, kami belum tahu,” imbuh Astawa.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah sekolah di Kecamatan Tejakula mengalami overload, karena banyak siswa pengungsi yang ikut numpang belajar.

Tadinya kendala itu bisa diatasi dengan metode double shift. Pagi hari untuk siswa asli serta beberapa siswa pengungsi, dengan tenaga pengajar dari Buleleng.

Siang hari diisi siswa pengungsi dengan tenaga pengajar dari guru-guru di sekolah Karangasem, yang kebetulan mengungsi di sekitar sekolah terdekat. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/