31.3 C
Jakarta
13 September 2024, 18:02 PM WIB

Dirumahkan, Pekerja Restoran Pilih Jadi Nelayan selama Pandemi Covid

SEMARAPURA – Hampir setahun wabah virus korona mengguncang perekonomian masyarakat Bali. Dan hampir setahun pula Komang Bayu Suputra, 19, pemuda asal Desa Kusamba menikmati hari-harinya sebagai nelayan setelah ia dirumahkan dari tempat kerjanya di wilayah Kelurahan Seminyak, Kabupaten Badung.

Hari Minggu identik dengan hari libur. Tidak sedikit orang menikmati harinya itu untuk bersantai di rumah atau berolah raga. Namun berbeda dengan Suputra. Minggu (17/1) sekitar pukul 05.00, ia sudah berada di Pantai Segara, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan untuk menarik jukung yang berada di pesisir Pantai Segara, Desa Kusamba ke tengah laut bersama sang ayah.

Menurut Suputra rutinitas itu setiap hari dilakukannya sejak wabah virus korona dinyatakan menyebar di Bali bulan Maret 2020 lalu. Virus itu menurutnya membuat restoran tempat ia bekerja selama dua tahun itu sepi pengunjung sehingga tidak bisa menggaji pegawai. Merumahkan pegawai pun akhirnya menjadi satu-satunya jalan keluar.

Sehingga ia tidak pernah bekerja lagi di salah satu restoran di wilayah Seminyak tersebut sejak saat itu.

“Saya di rumahkan sejak Maret. Sejak itu tidak pernah bekerja lagi. Hanya teman-teman yang tinggal di wilayah Badung dan Denpasar kadang-kadang dipanggil untuk bekerja. Sekedar bersih-bersih,” terangnya.

Tidak ingin berdiam diri di rumah menunggu kondisi kembali normal dan menjadi beban orang tua, ia pun memilih untuk membantu sang ayah yang berprofesi sebagai nelayan. Sebab tidak mudah mencari pekerjaan baru dengan penghasilan yang layak di tengah kondisi pandemi saat ini.

“Biasanya melaut pukul 05.00. Nanti baliknya sekitar pukul 09.00. Kadang-kadang sempat tidak ikut melaut karena terlalu mengantuk. Biasa anak muda kadang kalau nongkrong sampai malam-malam,” ujarnya sambil tertawa.

Meski harus bangun pagi, menurutnya bekerja mencari ikan tidaklah berat bagi ia yang hobi memancing sedari kecil. Apalagi bila hasil tangkapannya sampai ratusan ekor, ada rasa bahagia luar biasa yang ia rasakan. Begitu juga sebaliknya, rasa sedih akan meliputi harinya bila hasil tangkapannya di bawah 50 ekor. Bahkan ia mengaku sempat tidak mendapat ikan satu ekor pun.

“Jukung punya bapak saya ini keluaran terlama. Jadi kapasitas mesinnya kecil. Selain agak lambat, juga tidak bisa berlayar terlalu jauh. Tetapi irit bensin. Hanya Rp 10 ribu per hari,” jelasnya.

Mengingat hasil tangkapan tidak selalu maksimal, pendapatan dari menjual ikan pun serupa. Sehingga hanya saat membutuhkan uang untuk membeli BBM dan paket internet saja ia meminta sedikit upahnya dari membantu mencari ikan kepada sang ibu.

“Kalau dulu masih bekerja di restoran, per bulan itu bisa dapat Rp 5 juta lebih. Dengan kondisi sekarang, nongkrongnya harus dikurangi dulu. Yang penting ada paket internet saja sudah cukup. Semoga bisa segera normal kembali,” harapnya.

SEMARAPURA – Hampir setahun wabah virus korona mengguncang perekonomian masyarakat Bali. Dan hampir setahun pula Komang Bayu Suputra, 19, pemuda asal Desa Kusamba menikmati hari-harinya sebagai nelayan setelah ia dirumahkan dari tempat kerjanya di wilayah Kelurahan Seminyak, Kabupaten Badung.

Hari Minggu identik dengan hari libur. Tidak sedikit orang menikmati harinya itu untuk bersantai di rumah atau berolah raga. Namun berbeda dengan Suputra. Minggu (17/1) sekitar pukul 05.00, ia sudah berada di Pantai Segara, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan untuk menarik jukung yang berada di pesisir Pantai Segara, Desa Kusamba ke tengah laut bersama sang ayah.

Menurut Suputra rutinitas itu setiap hari dilakukannya sejak wabah virus korona dinyatakan menyebar di Bali bulan Maret 2020 lalu. Virus itu menurutnya membuat restoran tempat ia bekerja selama dua tahun itu sepi pengunjung sehingga tidak bisa menggaji pegawai. Merumahkan pegawai pun akhirnya menjadi satu-satunya jalan keluar.

Sehingga ia tidak pernah bekerja lagi di salah satu restoran di wilayah Seminyak tersebut sejak saat itu.

“Saya di rumahkan sejak Maret. Sejak itu tidak pernah bekerja lagi. Hanya teman-teman yang tinggal di wilayah Badung dan Denpasar kadang-kadang dipanggil untuk bekerja. Sekedar bersih-bersih,” terangnya.

Tidak ingin berdiam diri di rumah menunggu kondisi kembali normal dan menjadi beban orang tua, ia pun memilih untuk membantu sang ayah yang berprofesi sebagai nelayan. Sebab tidak mudah mencari pekerjaan baru dengan penghasilan yang layak di tengah kondisi pandemi saat ini.

“Biasanya melaut pukul 05.00. Nanti baliknya sekitar pukul 09.00. Kadang-kadang sempat tidak ikut melaut karena terlalu mengantuk. Biasa anak muda kadang kalau nongkrong sampai malam-malam,” ujarnya sambil tertawa.

Meski harus bangun pagi, menurutnya bekerja mencari ikan tidaklah berat bagi ia yang hobi memancing sedari kecil. Apalagi bila hasil tangkapannya sampai ratusan ekor, ada rasa bahagia luar biasa yang ia rasakan. Begitu juga sebaliknya, rasa sedih akan meliputi harinya bila hasil tangkapannya di bawah 50 ekor. Bahkan ia mengaku sempat tidak mendapat ikan satu ekor pun.

“Jukung punya bapak saya ini keluaran terlama. Jadi kapasitas mesinnya kecil. Selain agak lambat, juga tidak bisa berlayar terlalu jauh. Tetapi irit bensin. Hanya Rp 10 ribu per hari,” jelasnya.

Mengingat hasil tangkapan tidak selalu maksimal, pendapatan dari menjual ikan pun serupa. Sehingga hanya saat membutuhkan uang untuk membeli BBM dan paket internet saja ia meminta sedikit upahnya dari membantu mencari ikan kepada sang ibu.

“Kalau dulu masih bekerja di restoran, per bulan itu bisa dapat Rp 5 juta lebih. Dengan kondisi sekarang, nongkrongnya harus dikurangi dulu. Yang penting ada paket internet saja sudah cukup. Semoga bisa segera normal kembali,” harapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/