SINGARAJA – DPRD Buleleng meminta pelaksanaan Pemilihan Perbekel (Pilkel) pada tahun 2019 diundur.
Pasalnya, jika a tak diundur, pelaksanaan Pilkel justru dikhawatirkan memengaruhi pelaksanaan Pemilu 2019.
Melihat eskalasi yang ada, dewan pun meminta pemerintah mempertimbangkan usulan itu.
Pada tahun 2019 mendatang, memang ada banyak perbekel yang mengakhiri masa tugasnya.
Dari 127 desa yang ada di Buleleng, sebanyak 78 perbekel diantaranya akan mengakhiri masa tugas pada 2019.
Selain itu ada tiga Pergantian Antar Waktu (PAW) yang harus diproses. Masing-masing di Desa Banjarasem, Desa Kaliasem, dan Desa Selat.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng berencana menggelar Pilkel pada bulan Oktober 2019.
Apabila dirunut, artinya tahapan Pilkel sudah dimulai pada bulan April 2019.
Hal itu dianggap cukup rentan, karena bulan April merupakan masa puncak pemilu. Bulan itu masih masuk tahapan kampanye serta pemungutan suara.
“Mengingat bulan April merupakan masa puncak Pemilu, kami harap Pilkel bisa ditunda selama beberapa bulan. Ini demi kepentingan yang lebih besar (Pemilu, Red).
Jadwal agar disesuaikan dengan pelaksanaan Pemilu,” kata Ketua Komisi I DPRD Buleleng Putu Mangku Mertayasa saat ditemui di DPRD Buleleng, kemarin (18/9).
Menurutnya, pemilihan perbekel merupakan proses kontestasi yang cukup ketat dan intens. Apabila tidak dikelola dengan baik, tak menutup kemungkinan Pilkel menimbulkan kegaduhan dan berdampak pada proses Pemilu.
Sementara itu Kepala Dinas PMD Buleleng Made Subur mengaku belum bisa mengamini permintaan dewan.
Pihaknya harus meminta fatwa lebih dulu pada Pemprov Bali dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Pada prinsipnya kami sepakat dengan pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan dewan.
Tapi kami kan harus melakukan konsultasi dulu ke Pemprov dan Kemendagri.
Menyampaikan kondisi di daerah seperti apa.
Jika bisa (ditunda), tentu akan kami bahas di daerah,” kata Subur.