25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:35 AM WIB

STT Bakar Ogoh-ogoh, Bupati Mahayastra: Tak Ada Toleransi Arak-arakan

GIANYAR – Larangan mengarak ogoh-ogoh saat malam Pangerupukan di Kabupaten Gianyar langsung disikapi Sekaha Teruna Teruni Banjar Peteluan, Desa Temesi, Kecamatan Gianyar.

Hasil rapat, pemuda sepakat membongkar ogoh-ogoh mereka. Bahkan membakarnya. Tujuannya untuk mencegah Covis – 19 menginap di badan ogoh-ogoh.

Perbekel Temesi, Nyoman Gde Separta menyatakan pembakaran ogoh-ogoh itu merupakan hasil rapat di desa.

Selanjutnya pemuda di Banjar Peteluan, Desa Temesi dengan kesadaran dan kesepakatan mereka memilih membakar agar tidak hanya dapat dilihat saja tanpa diarak.

“Itu dibakar secara sukarela oleh pemuda sesuai hasil rapat, agar tidak lama hanya bisa dilihat makanya dibakar,” ujarnya.

Tanpa ada tekanan dari pihak manapun, pemuda membongkar perlahan atribut yang ada di ogoh-ogoh. “Kemudian dibakar. Itu sudah hasil kesepakatan dan sukarela,” jelasnya.

Sementara itu, Bupati Gianyar, Made Mahayastra, menyatakan tak ada toleransi lagi bagi pengarakan ogoh-ogoh.

Keputusan rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopinda) Gianyar telah tegas melarang pawai ogoh-ogoh pada Rabu (24/3) lalu.

“Sudah tegas, peserta yang hadir (pemuda, red) tidak boleh melakukan arak-arakan ogoh-ogoh,” jelas Mahayastra.

Disinggung dengan pembakaran ogoh-ogoh yang dilakukan oleh Sekaa Teruna Banjar Peteluan, Desa Temesi, Gianyar, dia mengaku hal itu bukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakannya.

“Iya, kan ogoh-ogoh mereka agar tidak diarak saat pangerupukan. Makanya lebih dulu dibakar. Itu Peteluan adalah basis saya, hampir semua masyarakat saya kenal,” terang Ketua DPC PDIP Gianyar itu.

Dalam kesempatan itu, Mahayastra juga menyampaikan dasar yang digunakan sebagai peniadaan pengarakan ogoh-ogoh telah sesuai surat edaran bersama dari Gubernur Bali, Majelis Desa Adat, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.

Di Gianyar, pihaknya menggunakan dasar poin enam sub a. Tertulis pengarakan ogoh-ogoh bukan rangkaian Hari Suci Nyepi, sehinga tidak wajib dilaksanakan.

Oleh karena itu pengarakan ogoh-ogoh sebaiknya tidak dilaksanakan. “Itu poin satu (poin b, red) kita pakai di Gianyar,” pungkasnya.

GIANYAR – Larangan mengarak ogoh-ogoh saat malam Pangerupukan di Kabupaten Gianyar langsung disikapi Sekaha Teruna Teruni Banjar Peteluan, Desa Temesi, Kecamatan Gianyar.

Hasil rapat, pemuda sepakat membongkar ogoh-ogoh mereka. Bahkan membakarnya. Tujuannya untuk mencegah Covis – 19 menginap di badan ogoh-ogoh.

Perbekel Temesi, Nyoman Gde Separta menyatakan pembakaran ogoh-ogoh itu merupakan hasil rapat di desa.

Selanjutnya pemuda di Banjar Peteluan, Desa Temesi dengan kesadaran dan kesepakatan mereka memilih membakar agar tidak hanya dapat dilihat saja tanpa diarak.

“Itu dibakar secara sukarela oleh pemuda sesuai hasil rapat, agar tidak lama hanya bisa dilihat makanya dibakar,” ujarnya.

Tanpa ada tekanan dari pihak manapun, pemuda membongkar perlahan atribut yang ada di ogoh-ogoh. “Kemudian dibakar. Itu sudah hasil kesepakatan dan sukarela,” jelasnya.

Sementara itu, Bupati Gianyar, Made Mahayastra, menyatakan tak ada toleransi lagi bagi pengarakan ogoh-ogoh.

Keputusan rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopinda) Gianyar telah tegas melarang pawai ogoh-ogoh pada Rabu (24/3) lalu.

“Sudah tegas, peserta yang hadir (pemuda, red) tidak boleh melakukan arak-arakan ogoh-ogoh,” jelas Mahayastra.

Disinggung dengan pembakaran ogoh-ogoh yang dilakukan oleh Sekaa Teruna Banjar Peteluan, Desa Temesi, Gianyar, dia mengaku hal itu bukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakannya.

“Iya, kan ogoh-ogoh mereka agar tidak diarak saat pangerupukan. Makanya lebih dulu dibakar. Itu Peteluan adalah basis saya, hampir semua masyarakat saya kenal,” terang Ketua DPC PDIP Gianyar itu.

Dalam kesempatan itu, Mahayastra juga menyampaikan dasar yang digunakan sebagai peniadaan pengarakan ogoh-ogoh telah sesuai surat edaran bersama dari Gubernur Bali, Majelis Desa Adat, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.

Di Gianyar, pihaknya menggunakan dasar poin enam sub a. Tertulis pengarakan ogoh-ogoh bukan rangkaian Hari Suci Nyepi, sehinga tidak wajib dilaksanakan.

Oleh karena itu pengarakan ogoh-ogoh sebaiknya tidak dilaksanakan. “Itu poin satu (poin b, red) kita pakai di Gianyar,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/