RadarBali.com – Penyerahan aset lampu penerangan jalan umum (PJU) dan pengelolaannya dari pemerintah kabupaten pada desa menuai polemik.
Tiga fraksi di DPRD Jembrana meminta penyerahan aset dan pengelolaan PJU dikembalikan lagi pada pemerintah kabupaten karena dari hukum tidak tepat dan membebani keuangan desa.
Sedangkan pemerintah daerah sudah mendapatkan pajak penerangan jalan yang bisa digunakan untuk membayar tagihan listrik.
Penyerahan aset PJU dan pengelolaan yang dimulai pada bulan Juli lalu itu disorot DPRD Jembrana dari Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar, pada saat rapat paripurna II do DPRD Jembrana, Senin (20/11).
Intinya, ketiga fraksi tersebut meminta dikaji lagi mengenai kebijakan tersebut. Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan I Ketut Sudiasa, penyerahan lampu PJU yang diserahkan aset dan pengelolaannya pada desa, secara aturan kurang tepat.
”Pertama dasar hukum tidak ada, kedua itu kewenangan pemerintah daerah,” tegasnya. Di samping itu, beban desa bertambah dengan membayar tagihan listrik tersebut.
Padahal dari hasil koordinasi di Jakarta, ketika pemerintah daerah memakai sistem meterisasi, peningkatan pajak sangat besar, bisa mencapai Rp 13 miliar.
Sedangkan tagihan PJU hanya Rp.3 hingga Rp 4 Miliar. ”Kemudian ada program philip pintar itu terintegrasi, jadi tidak 24 jam lagi listrik jadi tanggungan. Harus diambil alih pemerintah kabupaten,” jelasnya ditemui usai rapat.
Senada diungkapkan Fraksi Partai Gerindra I Ketut Sadwi Darmawan yang juga meminta lampu PJU yang diserahkan asetnya pada desa, dikembalikan lagi asetnya kepada pemerintah daerah.
“Ini sungguh tidak adil bagi desa, karena desa diberikan tanggungjawab memelihara sedangkan pemkab mendapat dari pajak penerangan jalan,”ungkapnya.
Alasan yang disampaikan Fraksi Gerindra meminta pengkajian lagi dan diambil alih lagi oleh pemerintah kabupaten Jembrana, karena penyerahan aset PJU dan pengelolaan pada desa masih perlu dicari dasar hukumnya.
Karena itu pihaknya menyampikan masalah PJU tidak diserahkan ke desa belum ada dasar hukumnya. “Sekarang dengan penyerahan ke desa harus dikaji ulang, ”imbuhnya.
Pemerintah Kabupaten Jembrana sudah mendapat pajak PJU yang dibayar masyarakat, tetapi sekarang desa dibebani membayar tagihan listrik yang cukup besar setiap bulannya.
Lantas, kemana aliran dana pajak yang dibayar masyarakat? Menurut Sadwi, dasar hukum atau regulasi inilah yang harus dicari, bagaimana dengan penyerahan aset bisa mengembalikan dana masyarakat yang sudah dibayar.
Begitu juga dengan Fraksi Partai Golkar yang disampaikan I Komang Dekritasa. Menurutnya, tentang PJU dan penghijauan yang anggarannya dibebankan pada desa, perlu dikaji lagi.
“Jangan sampai kepala desa terjebak dan masuk perangkap yang ujung-ujungnya harus berurusan dengan masalah hukum, “terangnya.
Ditegaskan, mengenai lampu PJU yang diserahkan pada desa, setelah dicermati bukan ranah kepala desa melalui APBDes-nya dengan membiayai PJU.
Makanya, harus dievaluasi dan dikembalikan lagi menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten. Kekhawatirannya, jika dibiarkan nantinya perbekel berurusan dengan hukum. “Sekarang jadi beban APBDes dan dari segi hukum lemah, “tegasnya